Di
hari yang fitri ini, izinkan kami menyampaikan ‘’Selamat Hari Raya Idul Fitri,
Mohon Maaf Lahir dan Batin.’’ Ja’alanallahu
minal ‘aidin wal
faizin. Taqabbalallahu minna wa minkum taqabala ya kariim.
Selepas menjalankan puasa Ramadlan, semoga kita termasuk orang-orang yang
berhasil meraih maksud di balik syariat puasa, yakni menjadi muttaqin.
Pembaca budiman, bila njenengan bulan ini menerima NUsa edisi
ke 27 tepat waktu, maka perlu diketahui
kalau di balik hal tersebut ada ‘’perjuangan besar’’ yang harus dilakukan oleh
tim redaksi. Ini karena pengerjaan edisi ini bertepatan dengan suasana
‘’genggap-gempita’’ para krew NUsa menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Untuk ukuran wartawan profesional, semestinya
hadirnya hari raya Idul Fitri tidak boleh mengganggu kerja kejurnalistikan.
Namun, hingga saat ini, secara jujur harus diakui, kondisi tersebut belum bisa
tercipta di NUsa. Dengan segala keterbatasan yang ada, NUsa belum sepenuhnya
terkelola secara profesional. Semua awak NUsa, belum bisa total beraktivitas
untuk NUsa. Demi tuntutan hidup, ada pekerjaan-pekerjaan ‘’lain’’ yang harus
ditekuni.
Ini adalah tantangan yang harus
dihadapi. Entah sampai kapan realitas tersebut bisa dipecahkan dengan smart. Namun, yang perlu kami gariskan,
mengingat NUsa adalah milik semua waga NU, maka seyogianyalah kita bersama-sama
mengikhtiarkan. Dalam berbagai bidang, warga NU harus mulai bekerja
profesional. Kita harus bisa menciptakan sistem agar profesionalitas bisa
tercipta di sekitar kita. Bila ditarik agama, kami rasa profesionalitas sangat
sejalan dengan Islam.
Terakhir, kami ingin mengucapkan syukur
kepada Allah SWT terkait dengan keberhasilan bangsa Indonesia melewati agenda
besar pemilihan presiden pada Ramadlan lalu. Memang hingga kini riak-riaknya
belum lenyap seratus persen. Namun, kami yakin Allah akan tetap menjaga
ketentraman di republik ini. Rakyat di negeri ini yang mayoritas muslim, sudah
cukup dewasa untuk menerima perbedaan. Mereka tidak akan mudah terbakar oleh
ambisi-ambisi perseorangan yang akan mengorbankan keutuhan bangsa ini demi
kepentingan pribadinya.Warga NU harus menjadi pelopor untuk menjaga keutuhan
bangsa ini.
Tidak dinafikan, selama pilpres lalu, di
kalangan warga NU juga terjadi perbedaan pilihan politik. Namun, perbedaan
pilihan politik itu tidak boleh memisahkan kita sebagai keluarga besar
Nahdlatul Ulama. Tidak boleh pula memecah kita sebagai keluarga besar Bangsa
Indonesia. Ukhuwah nahdliyah dan ukhuwah wathoniyah harus kita pegang
erat-erat. (*)