Sabtu, 22 Maret 2014

TOKOH INSPIRATIF NUsa 22//KH. CHOLILURRAHMAN, Rais Syuriah PC NU Tuban

TOKOH NU TULEN: KH. KHOLILURRAHMAN
Nama lengkapnya adalah KH Cholilurrohman. Di PC NU Tuban, posisinya sebagai rais syuriah. Posisi ini sudah berada di pundangnya selama 4 periode, sejak 1997 hingga periode sekarang (berakhir pada 2018). Mengapa Kiai Cholil begitu lama di posisi itu?

Kiai Cholil memang kader NU tulen. Beliau punya prinsip hidup mati di NU. Sebagai kader NU militan, kiai asal Bangilan ini dimatangkan dalam berbagai kawah  candradimuka. Di antaranya, pada 1960-an, beliau digodok di Pelatihan Kader Misi NU di bawah kendali PBNU yang saat itu di bawah kepemimpinan Ketua Umum Dr. H. Idham Cholid. Selain sebagai kader NU militan, Kiai Cholil juga tumbuh sebagai orator ulung, singa podium dan muballigh terkenal di beberapa kabupaten, seperti: Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Blora dan kabupaten lainnya.
Kiai Cholil merupakan menantu KH Moertadji (tokoh NU Tuban) setelah mempersunting salah seorang putrinya, Hj. Isti’anah. Kiai Cholil adalah putra dari Kiai Fatkhurrohman bin Sholeh bin Asyari (Rengel). Sedangkan dari jalur ibu bernama Nyai Dewi Khafsoh Binti Toyib (Bangilan).
Saat ini Kiai Cholil dan istri dikaruniai enam orang putra, yaitu: 1) Shofi Mubarok (kandidat Doktor), 2) Dr. H. Muhammad Lathoif Ghozali, MA, 3) Ahmad Fuadi, MP, 4) Ahmad Lubab M.Si, 5) Ahmad Fikri (kuliah di S2 UB Malang) dan 6) Muhammad Ahalla Tsaura (kuliah di S1, Prodi HI di UNAIR Surabaya). Kini KH. Cholilurrahman bermukim di rumah sederhana di Jl. Sunan Drajat Kelurahan Latsari Tuban.

Pendidikan
Kiai Cholil sejak kecil sudah hidup di lingkungan pesantren yang diasuh oleh sang kakek dari ibunya. Sehingga sejak kecil beliau sudah belajar agama langsung di bawah asuhan kakek yang bernama Kiai Toyib Bangilan. Selain belajar di pesantren, Cholil kecil juga menempuh pendidikan formal di Madrsah Salafiyah selama 6 tahun. Setelah lulus dari Madrasah Salafiyah, melanjutkan belajar di Pondok Pesantren Sarang (Rembang) yang diasuh oleh KH Imam. Di situ Kiai cholil menempuh ilmu agama selama 6 tahun.
Saat mondok di Sarang, atas saran pamannya, Kiai Cholil mengikuti ujian Pendidikan Guru Agama (PGA). Sambil menunggu kelulusan, beliau ikut membantu mengajar madrasah di Pondok Pesantren Tanggir, Kecamatan Singgahan, yang sekaligus ikut belajar mengaji pada KH. Mushlih, kiai yang terkenal penyabar itu. Selain itu, Kiai Cholil juga pernah belajar di Pondok Pesantren Al-Hidayah Lasem (Rembang), yang diasuh oleh Mbah Ma’shum dan Pondok Pesantren Mranggen (Semarang) yang diasuh oleh KH. Muslih Abdurrahman (Ketua Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al Mu’tabarah).
Tidak hanya itu, dalam pendidikan formal yang lebih tinggi, Kiai Cholil juga menempuh sekolah di PGAN 6 Tahun Bojonegoro (1965). Kuliah sampai tingkat lima (doktoral) di Fakultas Tarbiyah IAIN Malang (1972). Akan tetapi karena korban kebijaksanaan Departemen Agama RI (saat itu menteri Agamanya Prof. Dr. H. Mukti Ali, MA) yang mana mewajibkan semua mahasiswa tugas belajar untuk dinas mengajar di Madrasah Negeri, maka terpaksa ia harus meninggalkan bangku kuliahnya, dan melaksanakan tugas mengajar di PGAN Tuban (sekarang jadi MTsN Tuban). “Karena dapat tugas itu, sehingga proses penyelesaian kesarjanaan saya menjadi terbengkelai,” tuturnya.

Pengabdian di NU
Kiai Cholil adalah salah satu tokoh Tuban yang sempat mengikuti model pengkaderan NU secara intensif di dalam masa kejayaan NU sebelum rezim Orde Baru. Saat itu Kiai berdomisili di Malang sebagai mahasiswa. Dari pengkaderan itu, Kiai Cholil mendapatkan gemblengan langsung dari tokoh NU Malang maupun tokoh NU nasional yang sedang menggembleng kader muda NU, seperti KH. Idham Chalid, KH. A. Sjaichu, KH. Oesman Manshur, Subhan ZE.
Bahkan, karena Kiai Cholil saat menjadi mahasiswa sudah mahir berceramah, maka beliau menjadi da’i di Markas TNI AU Pangkalan Udara Abdurrahman Saleh Malang (dulu AURI) selama dua setengah tahun. Karena prestasinya beliau terpilih sebagai kader yang dilatih sebagai da’i pejuang dalam pelatihan, yaitu “Lembaga Missi Islam” di Jakarta.
Lembaga Missi Islam adalah sebuah lembaga yang dibentuk PBNU sebagai salah satu sayap perjuangannya. Didirikan pada 1961 dengan KH Idham Chalid sebagai ketua. Berdirinya Missi Islam ini berkaitan dengan dibubarkannya Pandu Ansor yang banyak aktif di lapangan. Lembaga ini bertugas mempersiapkan kader-kader muda NU untuk dikirimkan ke daerah-daerah transmigrasi atau daerah-daerah minus Islam. Pembekalan biasanya dilakukan dengan memberikan kursus sentral selama empat puluh hari. Latihan terdiri dari out door dan in door untuk melatih  para calon da’i agar mereka siap di segala medan. Bila mereka sudah siap, lalu dilakukan kontak dengan Pengurus Cabang NU setempat. Selanjutnya mereka dikirim ke tempat tugas, menetap di sana, dengan seluruh biaya hidup ditanggung oleh PCNU setempat.
Angkatan pertama Misi Islam dikirim ke Irian Jaya, menjelang Pepera (1961), sebanyak 8 orang. Angkatan selanjutnya menyebar ke Sorong, Merauke, Kalsel, Kalteng, Kalbar, Gorontalo, NTT, Nias, dsb, dengan jumlah yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Banyak jasa yang berhasil ditorehkan lembaga ini. Di antara tokoh-tokoh NU yang pernah aktif di Lembaga Missi Islam adalah KH Idham Chalid, KH Syaifuddin Zuhri, Anshary Syams, H. Danial Tanjung, Mr. Suparman, Djawahir, Hisyam Zaini, dr Fahmi D. Syaifuddin, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH Nuril Huda, Slamet Efendy Yusuf, Abdullah Syarwani, dsb.
Dalam perjalanannya, lembaga ini tidak pernah dibubarkan, tapi sejak tahun 1982 vakum dari kegiatan. Hal itu disebabkan para pengurusnya sibuk dalam urusan politik masing-masing. Semasa Muktamar Cipasung (1994) pernah dihidupkan kembali, namun akhirnya mati kembali.
Di saat menjadi kader Missi Islam, Cholil muda (tahun 1970-an) pernah ditugaskan sebagai da’i missionaris oleh PBNU di Indonesia bagian timur, tepatnya di Timor dan Nusa Tenggara Timur (NTT) selama 3 bulan (1973). Sebagai seorang aktifis, Kiai Cholil banyak aktif dalam berbagai organisasi di lingkungan NU, di antaranya: Pembina IPNU Cabang Malang semasa awal kuliah di IAIN Malang, Divisi Penerangan dan Da’wah GP. Ansor Cabang Malang, Departemen Dakwah Pimpinan Pusat PMII, Ketua LP Ma’arif Cabang Tuban tahun 70-an, Ketua LDNU Cabang Tuban tahun 80-an, Sekretaris I Yayasan Mabarrot Sunan Bonang Tuban (1979-1998), Ketua Yayasan Mabarrot Sunan Bonang Tuban (1998-2005, 2006-2011), Pembina Yayasan Mabarrot Sunan Bonang Tuban (2012-2015). Wakil Rais Syuriah PCNU Tuban (1992-1997), dan Rais Syuriah PCNU Tuban 4 periode (periode : 1997-2002, 2002-2007, 2008-2013, dan 2013-2018).
Sepanjang perjalanan hidupnya diabdikan untuk perjuangan Nahdlatul Ulama, melalui kegiatan organisisasi, dakwah dengan banyak menghadiri undangan-undangan pengajian, baik yang diselenggarakan oleh organisasi NU maupun oleh warga NU di kota maupun di desa-desa. Bisa dikatakan, bahwa Kiai Cholil, tiada hari tanpa ngaji. Bahkan, pernah mengalami jadwal penuh selama sebulan diundang sebagai da’i pada Kedutaan Besar RI di Hongkong pada 1984.
Tidak hanya itu, Kiai juga pernah mengajar di SMP Mu’allimin, SMA Mu’allimin Tuban, juga pengasuh tetap pengajian Ihya’ Ulumuddin setiap Ahad pagi di kediaman KH. Moertadji sejak 1989, menggantikan pengajian mingguan mertuanya yang wafat. Dan juga pengasuh pengajian rutin putri setiap Rabu Sore di kediaman pribadinya sejak tahun 1988 hingga sekarang. “Sekarang sudah sedikit saya kurangi, sebab kesehatan saya terganggu. Jadi mau gerak ke mana-mana ya terbatas,” tuturnya dengan terbata-bata. (wandi)


Kata Masyarakat Tentang Kiai Cholil
Arif Hidayat
Sosok Kiai Cholil d imata masyarakat khususnya di Tuban sudah tidak asing lagi. Beliau kerap dimintai untuk memberikan dakwah di setiap acara. Baik di lingkungan masyarakat NU maupun umum.
Seperti yang disampaikan oleh Abdul Rozak, pengasuh Pondok Pesantren Kalijogo Semanding. Kepada NUsa, dia mengatakan kalau Kiai Cholil merupakan sosok yang kharismatik, hidupnya selalu diwakafkan dalam agama Islam, khususnya pada jam’iyah NU. Selain itu, beliau juga sudah termasuk ulama besar Indonesia, akan tetapi Kiai Cholil tidak mau dipublikasikan.
“Sosok hidupnya itu ramah dan  bijaksana. Beliau juga kiai yang sederhana. Selain itu, ilmu agama maupun formalnya juga bagus,” tuturnya

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua PC IPNU Tuban, Arif Hidayat. Dia menganggap Kiai Cholil merupakan sosok ulama yang luwes, baik pemikiran maupun semangatnya. Selain itu, bentuk perjuangamnya patut dijadikan referensi bagi kaum muda. “Ya mudah-mudahan kita bisa mengikuti jejak ilmu dan pengetahuan Kiai Cholil,” katanya. (wandi)

0 komentar:

Posting Komentar