RAPAT REDAKSI NUsa

Akhmad Zaini (Pimred Tabloid NUsa) memimpin rapat redaksi di halaman kampus STITMA Tuban.

DIKLAT JURNALISTIK

Peserta diklat jurnalistik dan crew Tabloid NUsa berpose bersama usai kegiatan diklat.

SILLATURRAHMI

Ketua LP. Ma'arif NU Kab. Tuban dan Pimred Tabloid NUsa berkunjung ke Rumah Gus Rozin (Putra KH. Sahal Mahfudz).

NUsa PEDULI SPESIAL

Mustain Syukur (Ketua PCNU Kab.Tuban) dan Fathul Huda (Penasehat LP. Ma'arif NU Tuban) berpose bersama siswa yang mendapatkan santunan NUsa Peduli.

STUDY BANDING LP. MA'ARIF NU KAB. TUBAN

Akhmad Zaini, ketua LP. Ma'arif NU Kabupatn Tuban saat menerima cinderamata dari LP. Ma'arif Kab. Pasuruan.

RAPAT BERSAMA

Pengurus PCNU, Pengurus LP. Ma'arif NU, PC.Muslimat Tuban, PC.Fatayat NU Tuban saat rapat bersama membahas pendidikan di Kabupaten Tuban.

GROUP SHOLAWAT SMK YPM 12 TUBAN

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

TURBA MAARIF NU TUBAN KE RENGEL

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

NUsa PEDULI EDISI 23

Tiga siswa berada di naungan LP. Ma’arif menerima santunan yang diberikan langsung oleh Dirjen Pendis (kanan) dan Kapala Kemenag Tuban.

PENGURUS PC. LP MA’ARIF NU

Beberapa Pengurus PC. LP Ma’arif NU Tuban siap bekerjasama demi kemajuan pendidikan di Kabupaten Tuban.

AVANZA UNTUK OPERASIONAL MA’ARIF NU TUBAN

Zaini (Ketua PC. LP. Ma'arif) menerima hadiah mobil dari Bupati Tuban secara simbolis pada acara Rakor kepala sekolah dan pengurus yayaasan se-kabupaten Tuban.

PRESTASI FATAYAT

Fatayat NU Tuban Masuk 10 Besar Lomba Rias Provinsi.

JUARA MTK

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

TIM TABLOID NUsa

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

Kamis, 27 November 2014

NUsa Peduli 31//Untuk Anak Yatim Berprestasi

SENANG: Peserta didik dari MI Badriyah Minorejo terlihat senang usai mendapatkan santunan NUsa peduli.

WIDANG – Kamis 27 Nopember NUsa Peduli kembali menyalurkan santunan ke Kecamatan Widang. Kali ini bertempat di MI Badriyah, Desa Minohorejo. Di madrasah yang bernaung di bawah LP Ma’arif Tuban, NUsa Peduli memberikan santukan kepada dua anak yang berhak mendapat santunan, yakni Muhammad Tri Prasetyo Baki dan Ika Dwi Rahmawati.
   Siti Rohmah, S.Pd.I salah satu guru di MI Badriyah menuturkan, kedua anak tersebut adalah anak yatim piatu yang hidup dalam kekurangan. ‘’Walau begitu mereka anak yang cerdas, semangat belajar mereka selalu mereka tunjukan dengan selalu breprestasi. Bahkan menjadi wakil dari lembaga ini setiap berkompetisi antar-sekolah se-Kecamatan Widang,’’ ungkapnya.   
   Muhammad Tri Prasetyo Bakti (kelas 6), dia sudah menjadi yatim sejak kecil. Tiyo panggilan akrabnya kini tinggal bersama ibu dan kakaknya. Tiyo selalu menjadi kebanggaan keluarga dan sekolahnya, karena dia selalu meraih rangking pertama dan mewakili sekolahnya berkompetisi di luar.
   Selanjutnya, Ika Dwi Rahmawati (kelas 6), dia adalah yatim piatu yang ditinggal orang tuanya sejak duduk di bangku kelas tiga. Dia sekarang tinggal bersama kakak perempuanya yang keseharinya sebagai karyawan PT Gudang Garam.

   Ketika ditanya tentang belajarnya di rumah, mereka menjawab,sekarang sudah sampai Al-Qur’an juz empat,ungkap mereka berdua. (amin)

Senin, 03 November 2014

MOZAIK 30 - Gaya Arsitektur Masjid Jawa

     

 Sejak masuknya Islam di bumi nusantara, masyarakat  Indonesia terutama Jawa, mulai membangun tempat ibadahnya. Sayangnya, tidak ada yang tahu persis mana tepatnya masjid pertama di Jawa dengan arsitektur asli jawa, karena banyak pihak yang mengklaim masjid dari daerahnya sendiri dan arsitekturnya banyak mengadopsi Timur Tengah, Tionghoa, dan Eropa. Kini, dapat ditemukan masjid dengan beragam gaya arsitektur, seperti model yang umum dengan kubah besar, masjid dengan pengaruh arsitektur Timur Tengah, sampai masjid-masjid bertema Tionghoa. Semuanya meramaikan nuansa ibadah para umat muslim di tanah air. Meskipun demikian, keberagaman dan keindahan itu tidak serta merta terjadi. Dahulu, masjid kuno di Jawa memiliki bentuk yang sangat sederhana, bahkan tidak memiliki dinding kayu. Ia hanyalah sebuah bangunan beratap dengan tiang-tiang penyangga atap dari kayu.
            Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar, atau surau. Selain tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Quran sering dilaksanakan di masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
            Banyak pemimpin muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, berlomba-lomba untuk membangun masjid. Seperti Mekah dan Madinah yang berdiri di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Kota Karbala juga dibangun di dekat makam Imam Husein. Wilayah Nusantara khususnya Jawa pada abad ke-15-16 merupakan wilayah yang sedang mengalami peralihan kekuasaan dari zaman Hindu-Buddha ke zaman kerajaan Islam. Pada masa itu kerajaan kerajaan banyak meninggalkan bangunan yang berupa masjid, seperti halnya pada zaman kerajaan Hindu-Bunda banyak meninggalkan bangunan suci berupa candi, petirtaan, dll. Bangunan keagamaan merupakan simbol keberadaan sebuah keyakinan dalam kerajaan.
            Selain tempat beribadah (menunaikan salat lima waktu) fungsi lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Masjid sering kali digunakan untuk berdakwah atau belajar dan mengajarkan agama Islam, maupun pendidikan umum. Pada masa kerajaan Islam masjid dipergunakan sebagai tempat untuk mengengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keIslaman; dari sinilah pengaruh dan ajaran Islam berkembang.

Gaya Arsitektur Jawa
            Tidak ada yang tahu persis dari mana datangnya inspirasi masjid kuno di Jawa yang berbentuk sederhana. Beberapa peneliti dalam dan luar negeri sampai saat ini masih mengkaji hubungan arsitektur kuno masjid di Jawa dengan berbagai bangunan pada masa itu. Ada yang menyebutkan inspirasi bangunan berasal dari tempat sabung ayam seperti yang ada di Bali. Tapi pernyataan ini buru-buru dibantah oleh peneliti lainnya, lantaran tidak mungkin umat beragama Islam memilih tempat judi sebagai rumah ibadah. Namun, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa bentuk masjid kuno Jawa terinspirasi dari rumah adat Jawa itu sendiri. Bangunan berbentuk persegi dengan atap limas susun 3 yang konon katanya melambangkan tingkatan ilmu dan dasar keyakinan Islam. Beberapa masjid kuno yang masih ada sampai sekarang adalah Masjid Demak, Masjid Si Pitung, Masjid Cirebon, dan masjid bersejarah lainnya yang di antaranya sudah dijadikan museum. Masjid-masjid kuno didirikan sejak awal tahun 1500-an.
            Pada tahun 1947, peneliti Belanda G.F. Pijper telah menyebutkan bahwa tipe bentuk masjid di Indonesia berasal dari Masjid Jawa. Menurutnya ada enam karakter umum tipe Masjid Jawa itu yakni: 1) berdenah bujur sangkar, 2) lantainya langsung berada pada fundamen yang masif atau tidak memiliki kolong lantai sebagaimana rumah-rumah vernakular Indonesia atau tempat ibadah berukuran kecil seperti langgar (Jawa), tajug (Sunda), dan bale (Banten), 3) memiliki atap tumpang dari dua hingga lima tumpukan yang mengerucut ke satu titik di puncaknya, 4) mempunyai ruang tambahan pada sebelah barat atau baratlaut untuk mihrab, 5) mempunyai beranda baik pada sebelah depan (timur) atau samping yang biasa disebut surambi atau siambi (Jawa) atau tepas masjid (Sunda), dan 6) memiliki ruang terbuka yang mengitari masjid yang dikelilingi pagar pembatas dengan satu pintu masuknya di bagian muka sebelah timur.
            Sementara peneliti lainnya bernama J.P. Rouffer mencoba mengargumentasikan pandangan religius bahwa Masjid Jawa muncul dari sebuah bangunan Budha yang disebut dalam Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca (H. Kern, 1919; Graff, 1947-1948). Spekulasi Rouffer ini mungkin memang dilengkapi berbagai argumen religi, namun tampak sama sekali tidak mempertimbangkan segi fisik bangunan sehingga dasar hipotesisnya lemah.
            Arkeolog Indonesia, Sutjipto Wirjosuparto (1962-1963) mengemukakan pandangannya bahwa asal-usul Masjid Jawa itu dari bangunan pendopo di Jawa. Argumennya bahwa denahnya bujur sangkar, jika ditambah dinding luar keliling sudah mirip ruangan masjid. Bahkan jika ditambah ruang mihrab di sisi arah kiblat sudah persis sama dengan masjid. Sementara untuk alasan atap tumpang, ia merujuk pada atap bangunan joglo.
Pandangan Wirjosuparto ini masih perlu penjelasan lebih lanjut, sebab nama pendopo sendiri berasal dari bahasa Sanskrit Mandhapa yang erat kaitannya dengan satu bagian pada candi Hindu India. Bahkan sulit juga menjelaskan bahwa filosofi bangunan pendopo bagaimanapun adalah bangunan tambahan. Sementara kalau menjadi masjid, ia bangunan terpenting. Selain itu, hipotesa joglo, juga meragukan. Memang benar atapnya tumpang, tetapi bukan berbentuk piramidal yang menuju pada satu titik di puncaknya.
            Hipotesis dari ilmuwan Perancis Claude Guillot pada tahun1985 dalam artikelnya berjudul La Symbolique de la Mosquee Javanaise (archipel 30, Paris) menyimpulkan bahwa arsitektur Masjid Jawa dipengaruhi secara kuat arsitektur batu di India dan arsitektur kayu di China. Sementara untuk atap tumpuknya diturunkan dari atap cungkup kuburan Islam di Jawa. Pertanyaannya adalah lebih dulu yang mana apakah masjid atau cungkup? Apalagi dalam tradisi bahwa atap cungkup jarang yang tumpuk kecuali cungkup Sunan Giri.

Perkembangan Arsitektur
            Sebenarnya tidak ada perkembangan yang berarti dalam arsitektur masjid di Nusantara sebelum Indonesia meraih kemerdekaannya. Hal ini dikarenakan gairah mencipta karya masyarakat belum muncul. Penderitaan akibat penjajahan lebih banyak menyita perhatian rakyat. Namun demikian, tetap ada dinamika arsitektur islami di sini. Salah satu contohnya adalah Masjid Angke yang terletak di Jakarta (sekarang nama resminya adalah Masjid Al Anwar) memiliki perpaduan langgam yang unik. Gaya arsitekturnya memadukan antara budaya pribumi, Tionghoa, dan Eropa. Masjid yang didirikan sejak tahun 1761 ini juga sudah mulai dihiasi dengan ukiran bunga dan kaligrafi. Sementara itu, Masjid Si Pitung juga cukup unik dengan atap rendah dan pilar penyangga yang cukup besar.
Hal lain, yang dianggap cukup menarik dan bagian dari ciri khas dari masjid-masjid kuno di Jawa adalah keberadaan sebuah makam, yang diletakkan di bagian belakang atau samping masjid. Hampir tidak jauh dari komplek masjid kuno Jawa selalu terdapat makam-makam yang disakralkan dan dimitoskan oleh penduduk setempat.
            Orang-orang yang dimakamkan di sekitar masjid biasanya mereka yang berjasa dalam penyebaran Islam (tokoh agama). Penyakralan tersebut merupakan bagian dari penghargaan atau penghormatan dari masyarakat atau umat kepada orang yang dihargainya. Namun penyakralan ini akan berbahaya apabila sudah ke luar dari kaidah-kaidah keislaman, karena akan mengakibatkan perbuatan syirik. Pengeramatan tersebut terjadi di masjid-masjid yang terletak di desa seperti misalnya Masjid Sendang Duwur di Paciran Lamongan atau Masjid Mantingan di Jepara, juga masjid-masjid kuno di Kudus (Masjid Menara Kudus), Surabaya (Masjid Sunan Ampel), Masjid Agung Demak, Masjid Agung Banten. Bentuk seperti ini merupakan ciri khas dari masjid kuno di Jawa.
         Meski kurang berkembang, setidaknya ada beberapa ciri khas masjid kuno di Indonesia, khususnya Jawa, bila dibandingkan dengan masjid kuno dari negara lain, yaitu (1) fondasi bangunan yang berbentuk persegi dan pejal (massive) yang agak tinggi; (2) masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno dan langgar, tetapi di atas dasar yang padat; (3) masjid itu mempunyai atap yang meruncing ke atas, terdiri dari dua sampai lima tingkat, ke atas makin kecil; (4) masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut, yang dipakai untuk mihrab; (5) masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya; (6) halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di depan, disebut gapura; (7) denahnya berbentuk segi empat; (8) dibangun di sebelah barat alun-alun; (9) arah mihrab tidak tepat ke kiblat; (dibangun dari bahan yang mudah rusak; (10) dahulu dibangun tanpa serambi (intinya saja). Ciri-ciri tersebut menunjukkan kemandirian arsitektur pada masanya, yang berarti bahwa masyarakat tidak mengadopsi langsung gaya masjid dari Timur Tengah.

Masjid di Jawa Memiliki Kubah dan Menara
         Bentuk kubah pada masjid pertama kali ada pada Masjid Sultan Riau dari provinsi Riau yang dibangun sekitar pertengahan abad XIX. Di Jawa, masjid berkubah baru ada pada pertengahan abad XX atau sekitar tahun 1900an.
        Menara masjid yang pertama kali ada yaitu menara Masjid Kudus yang dibangun pada awal abad ke-16. Menara ini cukup unik karena tidak ditirukan di bangunan masjid lainnya. Selain itu, menara ini juga memiliki bedug yang umumnya diletakkan di serambi masjid. Sumber lain mengatakan bahwa menara tertua adalah yang terletak di Masjid Sultan Banten.

      Pengaruh Islam baru muncul dalam arsitektur masjid di Jawa setelah memasuki periode 1900-an. Pengaruh budaya Hindu masih sangat kuat sampai periode 1800-an. Sulit memang untuk mengetahui seperti apa tepatnya perkembangan arsitektur masjid di Indonesia, akibat keterbatasan sumber autentik dan informasi yang simpang-siur. (Disarikan dari Bambang Setia Budi, peneliti arsitektur masjid Nusantara, staf pengajar Departemen Arsitektur ITB. Web: oleh Antok)

JEDA NUsa EDISI 30//Membangun Sistem (2-habis)


Dunia usaha tentu beda dengan dunia pendidikan. Ini artinya, dalam mengurusnya pun tentu harus berbeda. Terutama dalam hal tujuan. Dalam dunia usaha atau bisnis tujuan yang hendak dicapai adalah keuntungan finansial. Sedang dalam dunia pendidikan, keuntungan finansial tidak patut dijadikan tujuan. Dalam bahasa menterengnya, tidak boleh kita melakukan kapitalisasi pendidikan!
Meski pada kanyataannya saat ini banyak yang melakukan kapitalisasi pendidikan, dan karena saking banyaknya sehingga banyak yang menganggap lumrah, namun saya termasuk orang yang bersikukuh agar kapitalisasi pendidikan dihindari. Bagi saya, itu hukumnya HARAM! Namun demikian, dalam hal pengembangan, saya rasa tidak ada salahnya dunia pendidikan mengadopsi atau meniru langkah-langkah para pelaku usaha.
Menurut saya, banyak hal-hal positif yang bisa diadopsi dari dunia usaha. Semisal, profesionalisme, adanya target yang jelas, trik marketing yang kreatif, pelayanan yang prima atau optimal, jaminan mutu yang dijaga serius, aturan main yang jelas dan lain sebagainya. Hanya, dalam dunia pendidikan, semua itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya. Melainkan, untuk mendapatkan kemajuan sekolah yang maksimal. Dari situ, diharapkan akan tercipta lembaga-lembaga yang berkualitas dan mampu menghasilkan anak-anak didik yang hebat.
Berangkat dari pemikiran seperti itu, maka menurut saya, membangun sistem layaknya dunia usaha adalah sebuah keharusan yang perlu dilakukan para pelaku pendidikan. Saya sebagai ketua PC LP Ma’arif merasa berkewajiban membantu untuk mewujudkannya. Di internal kepengurusan PC Ma’arif sendiri, meski pada kenyataannya tidak semudah ketika saya membangun sistem di dunia usaha, namun terus-menerus saya berusaha membangunnya. Menggelar Rapat Kerja (Raker) di awal kepengurusan adalah langkah awal membangun sistem tersebut.
Kini, tahap yang harus saya lalui adalah menerapkan atau menjalankan sistem. Nah, di titik ini saya benar-benar merasakan perbedaan. Di dunia usaha, begitu sistem dirumuskan, maka penerapannya relatif gampang (untuk tidak mengatakan mudah, mengingat hambatan sekecil apapun tetap ada). Namun, di dunia pendidikan, berbagai persoalan besar ternyata siap menghambat. Pihak-pihak yang semula ikut terlibat dalam pembentukan sistem, banyak yang tidak konsekuen. Relatif cari enaknya dan untungnya sendiri. Bila sistem itu dirasa menguntungkan, maka dia mau menjalankan. Sebaliknya, bila dirasa mengancam atau merugikan dirinya, maka akan berusaha menghindarinya, bahkan melakukan perlawanan.
Ini kenyataan pahit yang saya hadapi. Persoalan kedua adalah belum adanya pemahaman yang sama soal perlunya membangun sistem. Pihak-pihak yang seharusnya membantu membangun sistem dan sama sekali tidak terancam adanya sistem itu, kurang maksimal dalam memberikan dukungan. Karena itu, upaya untuk menyadarkan dan memberi pemahaman harus terus-menerus dilakukan.
Sejauh ini, saya tetap menyakini, untuk membangun dan mengembangkan Ma’arif sebagai organisasi serta sekolah atau madrasah di bawah naungan LP Ma’arif, maka membangun sistem adalah sebuah keharusan. Dengan adanya sistem yang baik, selain Ma’arif serta sekolah yang di bawahnya bisa dikembangkan, keberlangsungannya pun juga bisa diselamatkan. Sebab, reorganisasi atau istafet kepemimpinan adalah keniscayaan atau sunatullah yang tidak bisa dihindari. Sehebat apapun pengurus Cabang Ma’arif serta para kepala sekolah yang memimpin lembaga-lembaga pendidikan di bawah Ma’arif, maka pada titik tertentu mereka harus diganti. Dan itu, harus ada sistem yang mengaturnya.
Bak mengurai benang kusut. Sangat sulit mencari ujung dan pangkalnya. Namun, rasanya tidak pas kalau menyerah. Karena itu, sekecil apapun, langkah harus diambil. Di internal kepengurusan Cabang pelan-pelan saya membangun sistem administrasi yang baik. Terkait dengan ini, sistem kerja staf pun harus dibangun. Namun, hingga detik ini, sistem yang berhasil saya bangun masih sangat minim. Masih sangat jauh dari yang seharusnya.
Tiap hari, hati saya selalu berhias dengan doa dan harapan semoga empat tahun ke depan, ketika periode kepengurusan saya berakhir serta puncuk kepemimpinan di PC Ma’arif Tuban harus diserahkan kepada orang lain, sistem yang berhasil dibangun sudah relatif lebih banyak. Terutama sistem keuangan dan pendanaan organisasi Ma’arif. Jujur saja, saya sangat khawatir bila hal itu gagal diwujudkan, maka ancaman kevakuman kepengurusan seperti yang terjadi sebelumnya, bisa terjadi lagi.
LP Ma’arif bukanlah organisasi yang berdiri sendiri. Di bawah organisasi ini menginduk 300 lebih sekolah/madrasah. Diilihat dari kesejarahannya sekolah/madrasah tersebut ada yang memang milik NU (asetnya milik jam’iyah NU dan pendiriannya juga ditangani secara organisasi), milik sejumlah warga NU (asset dan pendiriannya dilakukan oleh sejumlah warga NU), serta miliki warga NU (asset dan pendiriannya dilakukan secara invidual atau sekeluarga warga NU). Nah, dalam membangun sistem di Ma’arif, mau tidak mau harus melibatkan sekolah/madrasah ini.    
Idealnya, apa pun latar belakang sejarahnya, semua sekolah/madrasah tersebut harus bersama-sama membangun sistem. Namun saya realistis. Untuk membangunnya tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, saya menggunakan falsafat makan bubur panas. Memulai dari yang mungkin dulu. Dari Pinggir!
Sekolah/madrasah yang asset dan pendiriannya dilakukan NU secara organisasi, menurut saya bagaikan bubur yang berposisi di pinggir. Lembaga-lembaga ini harus menjadi pilot proyek. Jumlahnya memang tidak banyak. Namun, tidak apa-apa. Bukanlah lebih baik berbuat meski kecil, daripada tidak berbuat sama sekali. Bahkan, menurut saya, ada berkah atau sisi positifnya di balik sedikitnya jumlah tersebut. Yakni lebih mudah mengurus dan mengaturnya.
         Jadi, bila belakangan saya berusaha keras melakukan reorganisasi di sejumlah sekolah/madrasah milik NU yang memang waktunya reorganisasi, maka tidak lain saya maksudkan untuk membangun sistem. Dan ini, adalah langkah awal. Untuk menghasilkan kemajuan yang diharapkan, masih dibutuhkan langkah B, C, D, E dan seterusnya. Karena itu, mari kita bahu-membahu mewujudkannya. Mari kita wariskan hal yang terbaik untuk generasi yang akan datang! Wassalam…   

DARI KAMI TABLOID NUsa EDISI 30//Muharram Yang Mengesankan

TAHUN BARU: Warga NU mrnyambut Tahun Baru dengan berbagai kegiatan.
Bagi keluarga besar L.P. Ma’arif Tuban, Maharram tahun ini terasa begitu penuh berkah dan mengesankan. Beberapa pekan sebelum Muharram tiba, LP Ma’arif berturut-turut menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk kepala sekolah dan guru. Yang pertama dilaksanakan secara mandiri oleh pengurus P.C. Ma’arif Tuban dan yang kedua adalah bekerja sama dengan Pemda, dalam hal ini Bagian Kesra Pemda Tuban.
Nah, melengkapi dua kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam kurun yang sangat berhimpitan tersebut, pada 2 Muharram (26 Oktober 2014) PC Ma’arif mengirim seribu tim (guru dan siswa) untuk mengikuti karnaval menyambut datangnya 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah. Kegiatan karnaval ini sendiri dilaksanakan oleh Bagian Kesra Pemda Tuban.
Semula, sebelum Pemda Tuban menggagendakan dan mengundang Ma’arif Tuban untuk terlibat dalam karnaval tersebut, dua bulan sebelumnya pengurus Ma’arif telah merancang untuk menggadakan karnaval menyambut 1 Muharram. Namun karena Pemda mengadakan, agenda PC Ma’arif ditiadakan dan dileburkan dengan kegiatan tersebut.
Bagi kami, langkah Pemda tersebut patut didukung. Karena sudah selayaknya, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau sekolah yang berada di bawah Ma’arif menyambut dan memeriahkan datangnya 1 Muharram dengan berbagai kegiatan. Itu adalah syiar Islam. Moment itu adalah waktu yang tepat bagi lembaga di bawah L.P. Ma’arif untuk menunjukkan eksistensinya.
Dan alhamdulilah, dalam karnaval yang dilaksanakan Pemada itu, Ma’arif bisa tampil maksimal. Tim dari Ma’arif bisa mendominasi peserta karnaval. Dari itu, kami yakin pihak-pihak yang selama ini memandang remeh Ma’arif mulai memperhitungkan kalau Ma’arif itu organisasi besar. Lembaga-lemabaga pendidikan yang di bawah Ma’arif bisa tampil menawan, tidak kalah dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
Semoga tahu depan event tersebut bisa dilaksanakan lagi. Pemda Tuban yang telah memutuskan untuk menjadikan slogan ‘’Tuban Bumi Wali’’ sebagai ikon, sudah seharusnya mengagendakan acara seperti itu lebih serius dan lebih meriah lagi. Karena dari situlah, penegasan Tuban sebagai Bumi Wali akan mendapatkan penekanan dan penguatan. (*)    

Berharap Orbitkan Da’iyah Potensial

MUNCULKAN DA’I NASIONAL: Bupati Tuban membuka acara (kiri) peserta pelatihan da’i berpose bersama usai kegiatan di hotel Mahkota Sugihwaras Jenu.

JENU- Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Bagian Perekonomian, Administrasi Pembangunan dan Kesra mengadakan Pelatihan Da’iyah pada Jum’at-Sabtu (17-18/10) lalu di hotel Mahkota, Sugihwaras, Jenu. Sekitar 50 peserta yang datang dari seluruh Kabupaten Tuban mengikuti acara itu.
Bupati Tuban H. Fathul Huda dalam sambutannya saat membuka acara mengatakan bahwa Tuban saat ini sedang krisis da’i-da’iyah yang mumpuni. Dia membandingkan dengan Kabupaten tetangga, Tuban kini kalah, karena belum memunculkan nama da’i-da’iyah berskala nasional.
Karena itu, dia berharap pelatihan itu mampu mengorbitkan nama-nama baru da’iyah potensial. Dalam acara pembukaan yang bersanding dengan pembukaan acara memandikan jenazah itu, Bupati meminta kepada Kabag Kesra agar para da’iyah itu diperhatikan, karena jasa mereka luar biasa bagi masyarakat.
Sementara itu, Ir. M. Amenan, kabag Kesra, berharap bahwa setiap peserta itu mampu mengimplementasikan materi yang diperolehnya selama mengikuti pelatihan. Di samping itu, dia juga berharap mereka mampu menjadi inisiator da’iyah di kecamatan mereka masing-masing.
Selama mengikuti pelatihan 2 hari itu, para peserta dibekali dengan materi: Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Kesra, Strategi Dakwah di Tengah Masyarakat dan Tantangannya, Aliran-Aliran Baru yang Dipandang Menyesatkan, Manajemen Dakwah dan beberapa materi lain. (wakhid)

Pemkab Gelar Pengajian Rutin

PERDANA: Suasana pembukaan pengajian rutin di Masjid Agung Tuban.

TUBAN KOTA-Dalam rangka mencetak pelajar berkharakter dan tangguh, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban menggelar pengajian rutin setiap minggunya di Masjid Agung Tuban. Kegiatan pengajian tersebut dibuka perdana pada 25 Oktober 2014 lalu dengan pembicara KH. Dr. Abdul Ghofur Maimun dari Rembang, Jawa Tengah.
Bupati Tuban, H.Fathul Huda yang sekaligus membuka kegiatan perdana itu mengatakan sebenarnya pengajian tersebut diharapkan bisa membentuk pemuda yang kharakter dan tangguh. Sehingga generasi penerus bangsa bisa menjadi pemimpin yang berkualitas kedepannya. Maka dari itu, pelaksanaan pengajian ini dirasa menjadi program yang tepat untuk memberikan stimulan positif kepada para pemuda khususnya pelajar tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Tuban.

“Semoga bisa memberikan stimulan positif bagi pemuda, khususny pada pelajar,” kata Bupati dihadapan siswa-siswi SMA, SMK dan MA. (wandi)

Minggu, 02 November 2014

Gelar Pawai Taaruf Kelilingi Kecamatan

KELILING KECAMATAN: Guru dan Santri TK Al-Qur’an mengikuti pawai taaruf di Tambakboyo.
TAMBAKBOYO-Dalam rangka memperingati 1 Muharram 1436 Hijriyah, Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al Qur'an (LPPTKA) Kecamatan Tambakboyo menggelar pawai ta’aruf dengan mengelilingi desa yang ada di wilayah kecamatan setempat.
Kegiatan yang diikuti sekitar 3 ribu peserta itu digelar pada 25 oktober 2014 lalu. Tak heran jika kegiatan pawai itu mengundang banyak perhatian dari masyarakat sekitar. Pasalnya, para peserta melakukan pawai dengan cara menunggangi puluhan kendaraan yang digunakan untuk mengelilingi beberapa desa yang ada di Kecamatan Tambakboyo.
Ketua panitia kegiatan pawai taaruf, Ahmad Habibul Milla, S.Pd.I saat ditemui mengatakan kegiatan pawai taarif ini dalam rangka memperingati tahun baru 1 Muharrom 1436 Hijriyah. Pawai itu membuktikan bahwa keluarga besar LPPTKA Kecamatan Tambakboyo sangat bersemangat mengahadapi tahun baru hijriyah guna menciptakan generasi islami yang berwawasan Qur'ani.
"Ya paling tidak dengan pawai ini, anak didik kami bisa menjadi generasi Islami dan berwawasan Qur'ani," kata pria yang pernah belajar di ponpes MUS Sarang, Kabupaten Rembang ini.
Pria yang biasa disapa Habib itu berharap ke depan generasi TPA Se-Kecamatan Tambakboyo mampu mengaplikasikan ajaran Islami yang berprinsip Qur'an. Selain itu, bisa menjalin ukhuwah Islamiyah antar lembaga TPA. Sehingga nantinya menjadikan LPPTKA di Tambakboyo semakin kuat dan besar serta bisa mendidik para santri untuk memiliki wawasan yang Qur'ani.

"Semoga dengan kegiatan ini, kita keluarga besar LPPTKA semakin solid dan mampu mensyiarkan Islam di masyarakat, khususnya pada generasi muda," tandasnya. (wandi)

Ma’arif Tuban Delegasikan 1.000 Peserta Pawai Pemkab

Kontingen dari sekolah yang berada di bawah naungan ma’arif mengikuti pawai peringati Tahun Baru Hijriyah
TUBAN KOTA- Dalam rangka menyambut tahun baru 1 Muharrom 1436 H, Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Bidang Perekonomian, Administrasi Pembangunan dan Kesra Kabupaten Tuban mengadakan pawai ta’aruf pada Minggu, 26 Oktober 2014, lalu. Acara tersebut diikuti sekitar 3.000 peserta dari berbagai lembaga pendidikan.
Tidak terkecuali Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Tuban. Dari total jumlah peserta, Ma’arif mendelegasikan 1.000 peserta dari Pengurus MWC LP Ma’arif dan sekolah-madrasah Ma’arif.
Menurut Ir. Amenan, MT, Kabag Perekonomian, Adm. Pembangunan dan Kesra Kabupaten Tuban (sebagai ketua pelaksana acara) mengatakan bahwa jumlah itu sudah cukup besar dan mampu menunjukkan kesolidan Ma’arif. “Tujuan kami mengajak Ma’arif adalah kami ingin melihat seberapa kompak Ma’arif saat ini. Dengan jumlah peserta yang ditunjukkan tadi, hal itu telah menunjukkan bahwa Ma’arif solid,” ungkapnya.
Selain Ma’arif, Amenan juga menggandeng BKPRMI Tuban dan beberapa LPI yang ada di Tuban. “Semua kami undang untuk merayakan 1 Muharom 1436 H ini. Tujuannya, kami ingin memfasilitasi berbagai lembaga pendidikan bisa merayakan tahun baru hijriyah bersama-sama, sehingga nampak kesolidan ukhuwah Islamiyahnya. Jadi, tidak merayakan sendiri-sendiri, seperti yang terjadi selama ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Akhmad Zaini, ketua PC LP Ma’arif NU Tuban, mengaku senang dengan dilibatkannya dalam merayakan tahun baru Islam itu. Dia mengharapkan acara yang baru pertamakali dilaksanakan Bagian Perekonomian, Adm. Pembangunan dan Kesra itu bisa dilaksanakan rutin setiap tahun. Di samping itu, dia juga mengharapkan adanya peningkatan persiapan. “Ini kan baru pertama. Semoga ke depan persiapan bisa lebih dimatangkan,” ungkapnya.

Dalam acara pembukaan, Ketua DPRD Kabupaten Tuban Miyadi bertugas sebagai pembuka acara dan sekaligus yang memberangkatkan peserta. (wakhid)

PD IGRA Adakan Manasik Haji Kid

Anak-anak RA belajar manasik haji.
TUBAN KOTA- Pengurus Daerah Ikatan Guru Roudlotul Athfal (PD IGRA) Kabupaten Tuban mengadakan acara Manasik Haji Kid (anak-anak) di Kompi C 521 Bataliyon Tuban pada Senin (13/10) lalu. Sejumlah 5.460 peserta dari berbagai RA di Kabupaten Tuban turut serta meramaikan acara tahunan ini.
Dalam acara pembukaan, Kepala Kemenag Kabupaten Tuban Drs. Abdul Wahib, Kasi Pendma Muchlisin Mufa, M.Pd.I dan seluruh PPAI (Pengawas Pendidikan Agama Islam) tampak hadir di hadapan para peserta. Dalam sambutannya, Wahib berharap para peserta manasik itu dibekali dengan pelajaran tentang bagaimana melaksanakan ibadah haji, sehingga jika mereka nanti berkesempatan berangkat haji, maka mereka sudah punya angan-angan tentang melaksanakannya.

Di samping itu, Wahib juga berharap acara itu tetap dilestarikan. “Agar acara ini menjadi acara rutin,” ungkapnya. (wakhid)

Tingkatkan Karakter dengan Lomba



TUBAN KOTA- Dalam rangka memperingati tahun baru Islam 1436 H, Pemkab Tuban menggelar 2 lomba, Sosiodrama dan Guru Bercerita pada Minggu (26/10) lalu. Dua acara itu terkonsentrasi di Pendopo Kridomanunggal dan Gedung KORPRI Kabupaten Tuban.
Ir. M. Amenan, MT, Kabag Perekonomian, Adm. Pembangunan dan Kesra Kabupaten Tuban (sebagai ketua penyelenggara) mengatakan bahwa tujuan diadakannya acara itu adalah untuk membangun karakter anak bangsa Indonesia. “Dalam Sosiodrama, misalkan, anak-anak akan memainkan peran sesuai dengan karakternya. Saat berperan itu pula maka anak dengan sendirinya juga akan belajar. Dalam lomba Guru Bercerita pun bertujuan agar karakter guru terbangun. Di samping itu, dengan sendirinya guru juga terus belajar,” jelas Amenan.
Lomba Sosiodrama diikuti 14 tim. Sementara Guru Bercerita diikuti 34 perta (pa sejumlah 15 orang dan pi sejumlah 19 orang). Semua peserta itu sebagai perwakilan dari setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Tuban.

Setelah acara usai, muncul 3 juara dari masing-masing lomba. Lomba Sosiodrama memunculkan juara I dari Singgahan, juara II dari Senori, juara III dari Parengan. Lomba Guru Bercerita Pa memunculkan juara I: Arif Rahman, juara II: Jarianto, dan juara III: M. Kholili. Sementara lomba Guru Bercerita Pi memunculkan juara I: Siti Nadziroh, juara II: Eniq Fikriyah dan juara III: Suprihati. (wakhid)

Sambut Tahun Baru Hijriyah dengan Sholawat

Peserta festival hadrah sedang menunjukkan aksinya.
SOKO – PR IPNU-IPPNU Mojoagung, Soko punya agenda besar pada Sabtu dan Ahad (18-19/10) lalu. Agenda besar itu dikemas dalam runtutan acara Mojoagung Bersholawat. Berbagai acara tersebut meliputi festival hadrah se-Kabupaten Tuban–Bojonegoro, istighosah dan pengajian umum.
Sebagai agenda awal, festival hadrah dibuka langsung oleh Ketua Tanfidziyah MWC NU Rengel sekaligus Pembina Ranting Syufaat, M.Pd.I. Acara festival  tersebut diikuti 38 peserta. Mereka merebutkan uang tunai 2,3 juta rupiah, trophi dan sertifikat. Dengan mendatangkan juri tingkat Jawa Timur (Rudianto, Wilujeng Fatmawati dan Edy), acara tersebut mampu memunculkan 3 grup terbaik, yaitu  grup Al Hikmah Singgahan, SMP Plus Al Islah Prambon Tergayang Soko, dan Shoutul Walad Semanding Tuban.

Pada acara puncak (19/10) diisi istighosah kubro bersama Ustadz Zaenuri dan pengajian umum yang menghadirkan Habib Syekh Alwi Assegaf Tuban. Sehingga kegiatan dalam menyambut tahun baru hijriah ini mampu mengundang masyarkat bukan saja dari desa setempat, bahkan warga yang tinggal di penjuru Kabupaten Tuban dan Bojonegoro ikut memeriahkan agenda  tahunan itu. Sekiatar seribu lebih warga membanjiri halaman Masjid Mojoagung itu.  “Rasa syukur pasti terucap bagi kita semua karena kegiatan ini berjalan lancar dan dukungan masyarakat luar biasa. Terima kasih semua,” kata ketua pelaksana Khusnul Muadib. (edy)

Evaluasi Kepemimpinan di Tahun Baru

Anggota IPNU-IPPNU se-kecamatan Jenu memperingati tahun baru dengan kegiatan sholawat. 
JENU- Dalam rangka menyambut dan memperingati tahun baru, 1 Muharam 1436 Hijriyah, yang kerap  disebut sebagai Tahun baru Islam,  PAC IPNU-IPPNU Kecamatan Jenu menggelar acara istigohsah dan sholawatan di Kantor MWC NU setempat, pada 24 Oktober 2014 lalu.
Acara tersebut tidak hanya diikuti anggota dan pengurus, tapi tamu undangan seperti pengurus ranting se-Kecamatan Jenu, PAC IPNU-IPPNU Tuban Kota, PAC IPNU-IPPNU Merakurak dan Pengurus MWCNU, Muslimat, Fatayat dan GP Ansor pun turut hadir dan meramaikan agenda tahunan itu.
Ketua PAC IPNU Kecamatan Jenu, Ahmad Nur Huda mengatakan acara tersebut setidaknya diikuti 70 orang. Tak hanya itu, selain memperingati dan menyambut tahun baru Hijriyah, pihaknya juga mengagendakan untuk evaluasi kepemimpinannya selama setahun. Hal itu bertujuan agar kepengurusannya semakin kompak dan pengkaderan lebih maju serta lebih banyak lagi kader yang muncul.
“Di samping kita menyambut dan memperingati 1 Muharram, kami juga mengevaluasi kepengurusan serta oraganisasi IPNU dan IPPNU, supaya kedepan lebih maju dan aktif,” terangnya. (suwandi)

Sabtu, 01 November 2014

NUsa Peduli 30//Tersalur di Perbatasan Palang-Semanding

SEKOLAH DIJEMPUT GURU: Cinta dan Ivan peserta didik dari MI Walisongo Tegalbang Palang.


PALANG – Santunan NUsa Peduli edisi 30 kali ini tersalurkan kepada siswa MI Walisongo Tegalbang Palang,  salah satu lembaga yang berada di bawah naungan LP Ma’arif NU Tuban. Sekolah ini berada Palang-Semanding. NUsa Peduli memberikan santunan senilai Rp 300 ribu dan dilaksanakan pada Senin (20/10) lalu.
Dua siswa MI Wali Songo yakni, Cinta Rafa Laura Ayu (kelas 1) dan Ivan Kusuma (kelas 2) ini mendapat santunan karena mereka hidup dalam keterbatasan. Kepala sekolah MI WaliSongo Tarwi, S.Pd.I menceritakan kalau mereka sehari-hari kurang adanya perhatian dari kedua orang tua mereka. Berangkat sekolah pun kadang harus dijemput oleh guru.
Di antara dua siswa tersebut, Cinta Rafa Laura Ayu berlatar belakang dari keluarga yang tidak mampu, bapaknya yang keseharianya sebagai supir angkutan kota tersebut belum mampu mengangkat ekonomi keluarganya. Tetapi itu semua tidak menjadi penggalang untuk Cinta selalu belajar. Cinta yang mempunya cita-cita menjadi dokter tersebut setiap harinya selalu datang tepat waktu, membaca menulisnya juga sudah lancar.
Sementara Ivan Kusuma, tinggal bersama budenya. Sejak ditinggal meninggal oleh bapaknya, Ivan diasuh oleh budenya. Ibunya merantau ke Malaysia. Ivan yang tidak pernah mengenyam bangku PAUD dan RA ini langsung kelas 1 MI.

Karena kurangnya ekonomi menjadikan Ivan tidak sekolah PAUD dan RA kayak anak-anak pada umumnya, ujar Siti Nur Khasanah, guru Ivan. (amin)    

TABLOID NUsa EDISI 30

Contoh Halaman Tabloid NUsa EDISI 30

Anda bisa membaca Tabloid NUsa EDISI 30 di Layar Komputer, Laptop, HP/I-Pad dengan mudah. Untuk download Tabloid NUsa Format PDF,  silahkan Anda klik ikon download di bawah ini ...