Dunia usaha tentu beda dengan dunia pendidikan. Ini artinya, dalam
mengurusnya pun tentu harus berbeda. Terutama dalam hal tujuan. Dalam dunia
usaha atau bisnis tujuan yang hendak dicapai adalah keuntungan finansial.
Sedang dalam dunia pendidikan, keuntungan finansial tidak patut dijadikan
tujuan. Dalam bahasa menterengnya, tidak boleh kita melakukan kapitalisasi pendidikan!
Meski pada kanyataannya saat ini banyak yang melakukan kapitalisasi
pendidikan, dan karena saking banyaknya sehingga banyak yang menganggap lumrah,
namun saya termasuk orang yang bersikukuh agar kapitalisasi pendidikan
dihindari. Bagi saya, itu hukumnya HARAM!
Namun demikian, dalam hal pengembangan, saya rasa tidak ada salahnya dunia
pendidikan mengadopsi atau meniru langkah-langkah para pelaku usaha.
Menurut saya, banyak hal-hal positif yang bisa diadopsi dari dunia
usaha. Semisal, profesionalisme, adanya target yang jelas, trik marketing yang
kreatif, pelayanan yang prima atau optimal, jaminan mutu yang dijaga serius,
aturan main yang jelas dan lain sebagainya. Hanya, dalam dunia pendidikan,
semua itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang
sebesar-besarnya. Melainkan, untuk mendapatkan kemajuan sekolah yang maksimal.
Dari situ, diharapkan akan tercipta lembaga-lembaga yang berkualitas dan mampu
menghasilkan anak-anak didik yang hebat.
Berangkat dari pemikiran seperti itu, maka menurut saya, membangun
sistem layaknya dunia usaha adalah sebuah keharusan yang perlu dilakukan para
pelaku pendidikan. Saya sebagai ketua PC LP Ma’arif merasa berkewajiban membantu
untuk mewujudkannya. Di internal kepengurusan PC Ma’arif sendiri, meski pada
kenyataannya tidak semudah ketika saya membangun sistem di dunia usaha, namun
terus-menerus saya berusaha membangunnya. Menggelar Rapat Kerja (Raker) di awal
kepengurusan adalah langkah awal membangun sistem tersebut.
Kini, tahap yang harus saya lalui adalah menerapkan atau menjalankan
sistem. Nah, di titik ini saya benar-benar merasakan perbedaan. Di dunia usaha,
begitu sistem dirumuskan, maka penerapannya relatif gampang (untuk tidak
mengatakan mudah, mengingat hambatan sekecil apapun tetap ada). Namun, di dunia
pendidikan, berbagai persoalan besar ternyata siap menghambat. Pihak-pihak yang
semula ikut terlibat dalam pembentukan sistem, banyak yang tidak konsekuen.
Relatif cari enaknya dan untungnya sendiri. Bila sistem itu dirasa
menguntungkan, maka dia mau menjalankan. Sebaliknya, bila dirasa mengancam atau
merugikan dirinya, maka akan berusaha menghindarinya, bahkan melakukan
perlawanan.
Ini kenyataan pahit yang saya hadapi. Persoalan kedua adalah belum
adanya pemahaman yang sama soal perlunya membangun sistem. Pihak-pihak yang
seharusnya membantu membangun sistem dan sama sekali tidak terancam adanya
sistem itu, kurang maksimal dalam memberikan dukungan. Karena itu, upaya untuk
menyadarkan dan memberi pemahaman harus terus-menerus dilakukan.
Sejauh ini, saya tetap menyakini, untuk membangun dan mengembangkan
Ma’arif sebagai organisasi serta sekolah atau madrasah di bawah naungan LP
Ma’arif, maka membangun sistem adalah sebuah keharusan. Dengan adanya sistem
yang baik, selain Ma’arif serta sekolah yang di bawahnya bisa dikembangkan,
keberlangsungannya pun juga bisa diselamatkan. Sebab, reorganisasi atau istafet
kepemimpinan adalah keniscayaan atau sunatullah
yang tidak bisa dihindari. Sehebat apapun pengurus Cabang Ma’arif serta para
kepala sekolah yang memimpin lembaga-lembaga pendidikan di bawah Ma’arif, maka
pada titik tertentu mereka harus diganti. Dan itu, harus ada sistem yang
mengaturnya.
Bak mengurai benang kusut. Sangat sulit mencari ujung dan
pangkalnya. Namun, rasanya tidak pas kalau menyerah. Karena itu, sekecil
apapun, langkah harus diambil. Di internal kepengurusan Cabang pelan-pelan saya
membangun sistem administrasi yang baik. Terkait dengan ini, sistem kerja staf
pun harus dibangun. Namun, hingga detik ini, sistem yang berhasil saya bangun
masih sangat minim. Masih sangat jauh dari yang seharusnya.
Tiap hari, hati saya selalu berhias dengan doa dan harapan semoga
empat tahun ke depan, ketika periode kepengurusan saya berakhir serta puncuk
kepemimpinan di PC Ma’arif Tuban harus diserahkan kepada orang lain, sistem
yang berhasil dibangun sudah relatif lebih banyak. Terutama sistem keuangan dan
pendanaan organisasi Ma’arif. Jujur saja, saya sangat khawatir bila hal itu
gagal diwujudkan, maka ancaman kevakuman kepengurusan seperti yang terjadi
sebelumnya, bisa terjadi lagi.
LP Ma’arif bukanlah organisasi yang berdiri sendiri. Di bawah
organisasi ini menginduk 300 lebih sekolah/madrasah. Diilihat dari
kesejarahannya sekolah/madrasah tersebut ada yang memang milik NU (asetnya milik jam’iyah NU dan pendiriannya juga ditangani
secara organisasi), milik sejumlah warga NU (asset dan pendiriannya
dilakukan oleh sejumlah warga NU), serta miliki warga NU (asset dan pendiriannya dilakukan secara invidual atau
sekeluarga warga NU). Nah, dalam membangun sistem di Ma’arif, mau tidak mau
harus melibatkan sekolah/madrasah ini.
Idealnya, apa pun latar belakang sejarahnya, semua sekolah/madrasah
tersebut harus bersama-sama membangun sistem. Namun saya realistis. Untuk
membangunnya tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, saya menggunakan
falsafat makan bubur panas. Memulai dari yang mungkin dulu. Dari Pinggir!
Sekolah/madrasah yang asset dan pendiriannya dilakukan NU secara
organisasi, menurut saya bagaikan bubur yang berposisi di pinggir.
Lembaga-lembaga ini harus menjadi pilot proyek. Jumlahnya memang tidak banyak.
Namun, tidak apa-apa. Bukanlah lebih baik berbuat meski kecil, daripada tidak
berbuat sama sekali. Bahkan, menurut saya, ada berkah atau sisi positifnya di
balik sedikitnya jumlah tersebut. Yakni lebih mudah mengurus dan mengaturnya.
Jadi,
bila belakangan saya berusaha keras melakukan reorganisasi di sejumlah sekolah/madrasah
milik NU yang memang waktunya reorganisasi, maka tidak lain saya maksudkan
untuk membangun sistem. Dan ini, adalah langkah awal. Untuk menghasilkan
kemajuan yang diharapkan, masih dibutuhkan langkah B, C, D, E dan seterusnya.
Karena itu, mari kita bahu-membahu mewujudkannya. Mari kita wariskan hal yang
terbaik untuk generasi yang akan datang! Wassalam…
0 komentar:
Posting Komentar