RAPAT REDAKSI NUsa

Akhmad Zaini (Pimred Tabloid NUsa) memimpin rapat redaksi di halaman kampus STITMA Tuban.

DIKLAT JURNALISTIK

Peserta diklat jurnalistik dan crew Tabloid NUsa berpose bersama usai kegiatan diklat.

SILLATURRAHMI

Ketua LP. Ma'arif NU Kab. Tuban dan Pimred Tabloid NUsa berkunjung ke Rumah Gus Rozin (Putra KH. Sahal Mahfudz).

NUsa PEDULI SPESIAL

Mustain Syukur (Ketua PCNU Kab.Tuban) dan Fathul Huda (Penasehat LP. Ma'arif NU Tuban) berpose bersama siswa yang mendapatkan santunan NUsa Peduli.

STUDY BANDING LP. MA'ARIF NU KAB. TUBAN

Akhmad Zaini, ketua LP. Ma'arif NU Kabupatn Tuban saat menerima cinderamata dari LP. Ma'arif Kab. Pasuruan.

RAPAT BERSAMA

Pengurus PCNU, Pengurus LP. Ma'arif NU, PC.Muslimat Tuban, PC.Fatayat NU Tuban saat rapat bersama membahas pendidikan di Kabupaten Tuban.

GROUP SHOLAWAT SMK YPM 12 TUBAN

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

TURBA MAARIF NU TUBAN KE RENGEL

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

NUsa PEDULI EDISI 23

Tiga siswa berada di naungan LP. Ma’arif menerima santunan yang diberikan langsung oleh Dirjen Pendis (kanan) dan Kapala Kemenag Tuban.

PENGURUS PC. LP MA’ARIF NU

Beberapa Pengurus PC. LP Ma’arif NU Tuban siap bekerjasama demi kemajuan pendidikan di Kabupaten Tuban.

AVANZA UNTUK OPERASIONAL MA’ARIF NU TUBAN

Zaini (Ketua PC. LP. Ma'arif) menerima hadiah mobil dari Bupati Tuban secara simbolis pada acara Rakor kepala sekolah dan pengurus yayaasan se-kabupaten Tuban.

PRESTASI FATAYAT

Fatayat NU Tuban Masuk 10 Besar Lomba Rias Provinsi.

JUARA MTK

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

TIM TABLOID NUsa

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

Jumat, 05 Oktober 2012

Habib yang Lebih Suka Disebut Mbah Guru




PENULIS: Suwandi (Tulisan Oktober 2012)

Mungkin sebagian orang Tuban, belum begitu familier dengan Mbah Guru alias Mbah Husein. Namun, beliau diyakini sebagai salah satu wali Allah yang menyebarkan ajaran agama Islam di Tuban dan Rembang. Makam Mbah Guru berada di Desa Sukolilo, Bancar. Nama asli sosok yang sangat berjasa dalam menyiarkan agama Islam ini adalah Syaid Husein Bin Ja’far al Wahad.
 “Mbah Guru merupakan sosok yang disegani oleh warga di kala itu, karena dengan sifatnya yang baik pada masyarakat,”kata Syaifudin, cucu keponakan dari Mbah Siti Aminah istri Mbah Guru.
Menurut cerita Syaifudin, Mbah Guru sebenarnya merupakan syaid atau habaib (masih keturunan Nabi Muhammad SAW). Tetapi, Mbah Guru sendiri tidak mau kalau dipanggil ‘’Syaid’’, ‘’Yek’’ maupun ‘’Habaib’’. Mbah Guru lebih suka  kalau dipanggil Mbah Guru saja. “Sosok Mbah Guru merupakan sebagai panutan orang banyak di kala itu,”tandas Syaifudin
Diceritakan, semasa menyiarkan agama Islam, Mbah Guru selalu berpindah-pindah tempat. Tujuannya adalah untuk mencari tempat yang tenang untuk mengajarkan agama Islam. Selain itu juga mengajak masyarakat Islam untuk senang bekerja dan menciptakan lapangan kerja. Mbah guru sendiri merupakan keturunan dari Yaman, beliau adalah seorang saudagar yang selalu berpindah-pindah tempat.
Tempat yang pernah disinggahi yaitu Tuban, Lasem, Rembang dan akhirnya Mbah Guru menetap di Bancar. Di sini, Mbah Guru menikah dengan Mbah Putri Siti Aminah, putri dari Mbah Ibrohim, salah satu kiai atau sesepuh yang ada di daerah Bancar. Namun ada versi lain kalau Mbah Guru-lah yang babat tanah Bancar sebelum zaman penjajahan. ’’Soal tahun kewafatannya, belum ada yang tahu kejelasannya,”tandas Syaifudin.
Tempat pemakaman Mbah Guru berada di pinggir perkampungan warga. Dulu sebelum dihuni oleh warga, tempat itu merupakan makam Mbah Guru dan keluarga, hingga akhirnya dibangun sebuah masjid besar yang berdampingan dengan makam.

Biasanya pada Kamis malam Jumat, banyak peziarah yang datang ke makam Mbah Guru. Para peziarah tidak hanya dari warga sekitar tetapi juga banyak yang dari luar kota, lebih khususnya dari daerah Jawa Tengah. Secara rutin, warga sekitar mengadakan haul Mbah Guru bertepat pada 2 malam 3 Muharrom. (wandi)

TOKOH INSPIRATIF NUsa 05//Lebih Dekat dengan Asnawi Amir



Disiplin karena Pernah jadi Menwa
Penulis: Wakhid Qomari (Tulisan 2012)


Perawakannya kecil, tapi berwibawa. Dan kewibawaan itu semakin nampak ketika dia membuka cerita tentang masa kecilnya sampai kiprah masa lalunya untuk memperjuangkan NU di Tuban. Dialah Asnawi Amir. Sosok yang sangat berperan dalam perkembangan L.P Ma’arif, STITMA, SMA Mu’alimin, dan SMK YPM 12 Tuban. Karena peran itulah, pada edisi ini NUsa menjadikannya sebagai tokoh inspiratif.
Asnawi tinggal tak jauh dari Masjid Rahmat Jl. Diponogoro Tuban. Saat ditemui NUsa pertengahan September lalu, Asnawi memakai baju koko, berkopiyah putih dan bersarung putih. Dengan ramah, dia menerima kedatangan NUsa dan menceritakan masa kecilnya dan semua kiprahnya di NU.
Asnawi terlahir pada 16 April 1946, hasil pernikahan dari pasangan Amir dan Masfu’ah. Ayahandanya adalah seorang yang disegani di Montong. Meskipun ayahandanya hanya sebagai seorang petani, dia merupakan pengurus NU, sekaligus tokoh perintis lembaga pendidikan di Jetak-Montong, yakni MI Tarbiyatul Banin Banat.
Diakuinya, karena pengaruh kehidupan yang telah dikondisikan oleh orang tuanya itu, Asnawi menjadi anak yang senang belajar di lembaga pendidikan, selain juga terbiasa dengan aktifitas bertani. Terbukti pada 1959, dia menamatkan pendidikan dasarnya di dua sekolah sekaligus, yakni, SDN Montong dan MI Tarbiatul Banin Banat. Saking aktif dan semangatnya, ketika terjadi gejolak antara Indonesia dan Malaysia, dia bersedia dilatih perang-perangan. Namun, dia tidak merasa malu untuk membantu orang tuanya di sawah. Bahkan sampai telah belajar di perguruan tinggi pun, kalau dia pulang ke rumah, dia akan pergi ke sawah. “Salah satu mahasiswa yang kalau di rumah mau pergi ke sawah, ya saya ini,” ungkapnya bangga.
Pada 1961-1963 dia bersekolah di MTs Tarbiatul Banin Banat. Setelah menamatkan studinya di MTs Tarbiatul Banin Banat, dia melanjutkan studinya di Sekolah Persiapan Masuk Perguruan Tinggi pada 1963-1964.
Pada 1965-1970 Asnawi melanjutkan studinya pada fakultas hukum Islam di UNU (Universitas NU) Solo. Ketika menjadi mahasiswa inilah Asnawi mulai mengenal organisasi lebih mendetail. Ketika itu dia aktif dalam Resimen Mahasiswa (Menwa) dan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia). Dalam struktur organisasi Resimen Mahasiswa, dia berposisi sebagai Komandan Kompi dan Kasi Intel, sedangkan di PMII dia masuk dalam divisi keamanan dan ketua Kosad (Koordinasi Satuan Da’wah).
Kenangan yang paling mengesankan bagi Asnawi semasa kuliah di UNU Solo adalah ketika dia aktif sebagai Resimen Mahasiswa. Dia merasa dibutuhkan ketika menjadi anggota Resimen Mahasiswa. “Kelebihan Resimen Mahasiswa adalah kalau tokoh-tokoh NU ke Solo untuk kepentingan tertentu, maka saya yang bertugas mengawal. Tokoh-tokoh NU saat itu seperti KH. Idam Kholid, KH. Syaifudin Zuhri dan yang lainnya,” tuturnya.
Oleh karena itu, posisi sebagai Resimen Mahasiswa saat itu merupakan posisi yang disegani. “(menjadi Resimen, red.) aji-ajinya orang NU,” ungkapnya.
Karena pengaruh gemblengan karakter di Resimen Mahasiswa itu pula, ketika dia telah mengajar di PGA Negeri maupun swasta, dia terkenal tegas dan disiplin. Kalau ada muridnya yang tidak tertib, maka akan dia pukul. Tapi, anehnya dengan gemblengan semacam itu, dia berhasil mencetak anak-anak bangsa yang berhasil menjadi orang. “Pak Ali Mansur Jenu itu salah satu murid saya dulu,” ungkapnya memberikan contoh.
Tahun 1971 Asnawi kembali pulang ke Tuban, setelah berkelana ke Solo menimba ilmu. Karena ketika kuliah dia telah mempunyai pengalaman mengajar di MTs Negeri Bekonang Solo, maka setelah pulang ke Tuban dia langsung mengajar di PGA Negeri 4 tahun dan PGA Swasta 6 tahun Tuban.
Dengan bermodal pegangan hidup “meminta rejeki (kepada Allah, red.) untuk ibadah dan berjuang”, dia membagi hidupnya antara pekerjaan yang mengahsilkan uang dan perjuangan untuk mempertahankan ke-NU-an. Untuk itu, sekitar tahun 1975 Asnawi mendirikan usaha penjualan bahan bangunan kecil-kecilan. Dan bertambah satu usaha lagi sekitar 1977, yakni usaha penyediaan asrama (tempat kost) untuk para pegawai, anak sekolah dan sales. Penghasilannya dari dua usaha itu, ditambah penghasilannya mengajar di PGA Negeri dan PGA Swasta, sudah mencukupi kehidupannya sehari-hari. Dari kehidupan yang bercukupan itulah, dia bisa fokus berjuang untuk NU.
Pada 1979 dia masuk dalam jajaran tokoh pendiri SMA Mu’alimin dan Unsuri (kini STITMA Tuban). Pada 1983 dia terpilih menjadi ketua PC LP Ma’arif NU Tuban. Selanjutnya dia juga termasuk tokoh pendiri SMK YPM 12 NU Tuban. Ketika awal SMA Mu’alimin berdiri, banyak warga NU yang sinis. “Orang pondok kok buka SMA. Banyak yang sinis,” ungkap Asnawi. Namun, pendapat masyarakat tidak dihiraukannya. Malah KH. Murtadji mengusulkan mendirikan SMP juga agar ada tali penyambung dari madrasah Ibtidaiyah dan SMA. Dalam perkembangannya kemudian, SMA Mu’alimin menjadi sekolah yang diakui kebesarannya saat itu.
“Bahkan anaknya Abdul Kholiq, tokoh Muhammadiyah yang sangat keras saja, disekolahkan di SMA Mu’alimin. Dan masih banyak lagi anak-anak dari orang di luar NU di sekolahkan di SMA Mu’alimin,” jelas Asnawi. Dalam hal pendirian SMK YPM 12 NU Tuban pun dia juga mengatakan bahwa banyak warga NU yang tidak mendukung, sehingga menyebabkan dirinya bekerja sama dengan KH. Hasyim Latif (ketua Yayasan Pendidikan Ma’arif Sepanjang).
“Awal SMK YPM 12 berdiri mendapat murid untuk 6 ruang, tapi SMK YPM-nya tidak punya ruang sama sekali. Jadi, kami berhutang banyak pada YPM Sepanjang. Tapi, info terakhir hutang itu sudah lunas,” jelasnya.
Ditambahkan, hambatan-hambatan yang muncul saat itu tidak datang dari kalangan NU saja. Kalangan luar NU banyak juga yang mengkritik. Bahkan pihak pemerintah daerah saat itu berusaha mendirikan lembaga-lembaga pendidikan baru untuk menandingi keberadaan SMA Mualimin, SMK YPM 12 NU dan lembaga pendidikan NU yang lain.
Strategi yang Asnawi terapkan dalam mengelola lembagan pendidikan NU, sehingga mampu melangkah sejauh itu adalah karena dukungan para kiai NU. “Di NU itu kan ada budaya. masyarakat itu akan lega ketika memasrahkan anak mereka kepada para kiai,” ungkapnya. Dengan melihat itu, Asnawi memprogramkan setiap Jum’at Pahing, seluruh siswa dan para kiai beristighotsah bersama.

Melihat kondisi berbagai Lembaga Pendidikan Ma’arif sekarang, lebih-lebih SMA Mu’alimin, dia berpesan, “berjuanglah sesuai dengan zamanmu. Dulu dengan sekarang tentu telah berbeda zaman, maka kenalilah zamanmu dan berjuanglah!” (wakhid)

TABLOID NUsa EDISI 05

Anda bisa membaca Tabloid NUsa EDISI 05 di Layar Komputer, Laptop, HP/I-Pad File PDF Anda.
Syaratnya antara lain:
1. Anda harus punya akun 4shared (www.4shared.com) 
2. Silahkan anda login atau masuk jika sudah punya akun 4shared, namun jika belum punya silahkan anda buat akun.
Catatan: Apabila ada kesulitan untuk download file kami, anda bisa menghubungi admin: kangaidi HP (0856-3301-799/0857-0628-2861) Fb: kangaidi

Contoh Halaman Tabloid NUsa EDISI 05

Untuk download Tabloid NUsa EDISI 05 Format PDF,  silahkan Anda klik ikon download di bawah ini ...



Wisata Religi Tuban

BUDAYA BARU: Jamaah Wisata Rohani Masjid Al-Falah usai mengikuti pengajian akhir September lalu.

Penulis: Suantoko dan Wakhid Qomari-Tulisan Oktober 2012


Setiap Minggu pagi, sekitar jam 6 sampai 7, tengoklah ke Masjid Al-Falah Tuban, maka kalian akan menemukan jama’ah yang sedang duduk mendengarkan ceramah dari seorang kiyai. Jumlah mereka tidak hanya ratusan, tapi telah mencapai ribuan. Setiap Minggu mereka seperti itu, ribuan warga dari berbagai daerah di Tuban Kota dan sekitarnya berduyun-duyun datang. Dari berbagai macam motor hingga mobil bertebaran di sisi jalan depan masjid Al-Falah itu. Otomatis dengan jumlah mereka yang sangat banyak itu mengakibatkan kemcetan panjang. Coba juga menengok ke Masjid Baitur Rohman Beji-Jenu pada hari Jum’at pagi, pada jam yang sama. Kalian akan menyaksikan hal yang serupa.
Kegiatan semacam itu kini dikenal dengan istilah “Wisata Religi”. Entah bagaimana istilah ini muncul, tapi di kalangan masyarakat Tuban istilah ini sudah tidak asing di telinga mereka. Untuk menggali sejarah munculnya budaya da’wah rutin terbaru dan muta’khir ini wartawan Nusa bertemu dengan seorang pelaku sejarah yang mengerti betul kemunculan budaya baru ini. Dia adalah M. Ismail Sholeh, Wakil Ketua MWC NU Jenu. Ditemui si rumahnya, desa Jenggolo, dia bercerita banyak tentang sejarah kemunculan Wisata Religi itu.
Awal kemunculannya ternyata berasal dari diskusi ringan antara dr. Pratikno, Pak Tomo, Pak Hudi, H. Lasmani, dirinya dan beberapa orang lainnya saat ada acara makan-makan di tambak Pak Hudi, sekitar awal 2008. Karena mereka berasal dari latar belakang organisasi berbeda, ada yang dari NU dan ada yang dari Muhammadiyah, maka pengusul pertama dr. Pratikno mengusulkan untuk membuat acara pengajian rutin yang akan membicarakan masalah-masalah keluarga dan menjauhi masalah politik dan masalah-masalah khilafiyah antara kedua organisasi besar tersebut. “Eh, bagaimana kalau kita membuat sebuah acara ngaji rutin yang tidak membicarakan masalah politik atau hal-hal hilafiyah,” usul dr. Pratikno pada forum informal itu. Karena usulannya dianggap baik untuk kehidupan bersama antara 2 organisasi itu, maka usulan itu disepakati. Maka, berjalanlah program ngaji keluarga rutin itu di Masjid Darussalam Tuban.
Setelah berjalan beberapa kali, munculah masalah-masalah. Ismail mengatakan para da’i yang dia usulkan jarang sekali dipakai, padahal dia sebagai seksi Penghubung Da’i. di samping itu, para pihak dari Muhammadiyah menurutnya telah “berhianat” karena dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan ngaji keluarga itu dimanfaatkan Muhammadiyah untuk kepentingan organisasinya. Bahasan-bahasan Khilafiyah dimunculkan ketika da’i dari Muhammadiyah berceramah.
“Karena sudah khianat dan tidak bisa disatukan lagi, maka kami yang dari NU mengusulkan diri untuk mundur dan membuat sendiri di Masjid Al-Falah Tuban,” ungkap Ismail.
Ternyata ketika telah berjalan di Masjid Al-Falah sekitar akhir 2008, perkembangan jama’ah yang hadir dalam acara ngaji di Masjid Al-Falah jauh mengungguli jama’ah yang hadir di Masjid Darrussalam. “Jama’ah yang hadir tidak hanya dari Tuban Kota, tapi juga dari berbagai daerah lain. Sehingga masjidnya kini bisa penuh,” terang Ismail.
Setelah melihat jumlah jama’ah dari Jenu semakin banyak, maka dia berinisiatif melakukan perluasan geraknya. Dia membuka ngaji rutin itu di Masjid Baitur Rohman Beji-Jenu. Dengan menggaet Ta’mir Masjid Baitur Rohman, pengurus MWC NU Jenu, dan para ketua ranting NU di Jenu, dia menjalankannya. Awal kemunculannya pada 2010, berbagai pihak tidak yakin akan perkembangannya, namun setelah dia menunjukkan hasil yang ia capai kini, banyak warga maupun para sponsor yang datang mendukung.
Setelah pengajian rutin di Masjid Baitur Rohim sukses menarik simpati masyarakat, kini (2011) dia telah melakukan ekspansi lagi ke Masjid Nurul Islam Tambakboyo. Dia juga mendengar bahwa telah muncul lagi di salah satu Masjid di Bulu.
Secara umum metode da’wah yang masing-masing masjid lakukan adalah sama. Para panitia wisata rohani bekerja sama dengan ta’mir masjid dan pengurus MWC serta Ranting NU setempat. Memang program mingguan ini tidak secara langsung menampakkan namanya sebagai program NU, tapi secara substansial seluruh isi kegiatan Wisata Rohani adalah untuk mempertahankan Ahlussunnah Wal Jama’ah Nahdliniyah. “Memang kami tidak langsung menamakan kegiatan NU, tapi isinya secara substansial adalah Aswaja,” ungkap M. Ismail Sholeh.
Ketika ditanya impak lebih jauh apa yang akan terjadi ketika program Wisata Rohani diadakan, Ismail menjelaskan bahwa untuk sementara target yang dipatok panitia adalah tersosialisasikannya isi ceramah yang disampaikan para kiyai kepada stiap keluarga atau warga Jenu dan sekitarnya. “Semua ceramah telah dishooting dan di-VCD-kan. Dan telah diedarkan pada para jama’ah. Semoga apa yang disampaikan para penceramah dapat diserap warga yang mendengarkan para kiyai tersebut,” ungkap Ismail.
Pada bidang keuangan, setiap Wisata Rohani mempunyai manajemen keuangan tersendiri dan dibedakan dari manajemen keuangan Ta’mir Masjid. “Sebagian uang yang terkumpul itu dipakai untuk uang transport penceramah. Sebagian yang lain dipakai untuk biaya pelaksanaan acara dan sebagian yang lain dimasukkan dalam kas Panitia Wisata Rohani,” ungkap Ismail. Ada beberapa fasilitas masjid yang telah terkover oleh keuangan kas Wisata Rohani.
Kini Wisata Rohani telah semakin berkembang. Telah muncul di mana-mana tempat Wisata Rohani yang ada di Tuban, dan mereka telah terkoordinasi dengan baik. Apakah akan terbentuk sebuah hubungan koordinasi yang baik antara Tempat Wisata Rohani yang satu dengan yang lain, sehingga terbentuk sebuah system da’wah yang kuat di kalangan NU? (wakhid)


Agar Umat Lebih Akrab dengan Masjid
Wisata Rohani, kini telah menjadi kebutuhan masyarakat Tuban. Wisata rohani di Masjid Al Falah diselenggarakan pada hari Ahad, guna menyesuaikan keadaan masyarakat yang libur pada hari itu. ‘’Strategi itu kami gunakan agar Wisata Rohani benar-benar memberikan manfaat pada hari libur, ‘’ kata H. Rasmani, S.H., ketua panitia Wisata Rohani Masjid Al Falah Tuban,
Wisata Rohani di Masjid Al Falah Tuban sudah berlangsung selama 4 tahun. Pertama kali diselenggarakan pada 19 April 2009. Wisata rohani tersebut sudah mencapai edisi 174, terhitung dari 16 September 2012. “Sedangkan strategi yang kami gunakan dalam wisata rohani ini adalah mengganti penceramah pada tiap edisi. Hal ini kami maksudkan agar jamaah tidak jenuh dan manfaat yang ingin kami berikan benar-benar tersalurkan di hati jamaah,’’ tandas Rasmani.
Selain itu, lanjutnya, pada setiap dua bulan sekali panitia menyelenggarakan pengajian Kitab Hikam. Hal itu dilakukan, mengingat jamaah yang hadir tidak semuanya pernah belajar di pondok pesantren. Tidak hanya itu, pada saat Diesnatalis Wisata Rohani, panitia bersama jamaah mengubah teknik mengajinya. Semula pada minggu-minggu biasa, kiai yang datang ke masjid Al Falah. Namun, kali ini jamaah yang mendatangi kiai untuk mengaji di pondok pesantrennya atau di rumahnya. Sekaligus juga mengadakan ziarah wali yang terdekat dengan pondok atau rumah kiai yang didatangi.
Sebagai media untuk siar agama, pihak takmir Masjid Al Falah membuat sendiri saluran radio Al Falah secara autodidak dan membuat dokumentasi berupa video yang bisa dimiliki oleh setiap jamaah, dengan cara mengganti ongkos cetak. Selain itu, juga menjalin kerja sama dengan radio Booms FM Tuban dan membuat jaringan radio streaming yang dapat diakses melalui internet.
Wisata rohani sebagai kebutuhan masyarakat Tuban, ada beberapa pengembangan yang dilakukan oleh panitia wisata rohani Masjid  Al Falah. Salah satunya adalah mendirikan wisata rohani di daerah dan kecamatan. Menurut Rasmani, wisata rohani yang sudah ada adalah di daerah Jenu, Tambak Boyo sudah berjalan 1,5 tahun, Bulu sudah berjalan selama 3 bulan, dan Plumpang. Pengembangan tersebut dilakukan dengan cara memberikan peluang kepada masjid-masjid di daerah untuk mengadakan wisata rohani. Sedangkan untuk manajemen, pendanaan, dan biaya operasional awal akan didanai oleh wisata rohani Masjid Al Falah.
“Tarjet kami dalam pengembangan wisata rohani di Tuban ini adalah seluruh daerah atau kecamatan di Tuban memiliki kegiatan mengaji seperti halnya wisata rohani yang ada di Masjid Al Falah. Dengan harapan, masyarakat bisa akrab dan mengenal masjid. Selain itu supaya kegiatan-kegiatan keagamaan di masjid-masjid di daerah itu tumbuh subur. Seperti halnya kegiatan keagamaan di Masjid Al Falah Tuban,” tandas Rasmani. (antok)


Ketika Berdoa, yang Berdoa Harus Yakin
Seperti biasa,  masyarakat mulai berdatangan. Laki-laki dan perempuan berduyun-duyun datang sekitar pukul 6 pagi pada Jum’at (14/09/2012). Di luar masjid, beberapa orang duduk di bangku panjang dengan sebuah meja berada di depannya. Di atas meja itu tertata rapi beberapa keping VCD dari berbagai edisi pengajian umum yang telah dilaksnakan oleh panitia wisata rohani Masjid Baitur Rohman Beji-Jenu. VCD itu dijual untuk jama’ah yang ingin mendengarkan ulang isi ceramah pada edisi-edisi yang terdahulu.
Di dalam masjid jama’ah putra telah duduk berbanjar menanti ceramah dimulai. Jama’ah putri, yang jumlahnya lebih banyak dari jama’ah putra, pun sama duduk berbanjar di atas garis shof masjid. Mereka nampak rapi sekali. Di bagian depan, yang berhadapan dengan jama’ah, sebuah kursi tertata dan di sebelah kanan kursi itu berbanjar dengan duduk bersila para tokoh dan masayeh yang ada di kecamatan Jenu. Tidak lama kemudian panitia membuka acara. Setelah itu, seorang wanita maju dan duduk di atas kursi yang disediakan. Dialah Nyai Hj. Li’izza Diana Ahmad. Seorang mubalighoh yang datang dari Mojokerto.
Awalnya dia meminta ijin terlebih dahulu kepada jama’ah laki-laki, utamanya pada para kiyai untuk menyampaikan materi. Setelah itu, dia mengatakan bahwa semua yang ada di dunia ini ada tandanya. “Kalau mau hujan, pasti ada mendung. Kalau mau tidur, pasti menguap. Semuanya itu ada ttandanya. Itu adalah sunnatullah,” terangnya.
Kemudian dia menjelaskan bahwa alasan dari kenapa pengajian rutin dalam wisata rohani itu diadakan jam 6 dan berakhir jam 7. Itu disebabkan orang-orang jenu adalah orang-orang yang sibuk. Hanya orang-orang yang mendapat ridho Allah-lah yang duduk mendengarkan ceramah pagi itu dalam kondisi yang sibuk seperti itu.

Selanjutnya dia menekankan agar jama’ah pengajian pagi itu berdoa dengan doa sapu jagat sebab dia memahami bahwa seluruh manusia ingin selamat dalam kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Di samping itu, dia menjelaskan bahwa hakikat orang berdoa adalah doa yang dipahami dan diyakini betul oleh orang yang berdoa. “Ketika berdoa, orang yang berdoa harus yakin,” ungkapnya. Diakhir ceramahnya dia mengatakan bahwa tidak mungkin Allah SWT tidak cinta pada para jama’ah yang sedang duduk mendengarkan ceramahnya di pagi itu. Hal itu karena Allah memiliki sunnatullah. (wakhid)

Rabu, 03 Oktober 2012

Anshor Socorejo Kian Semangat dan Aktif


Bahagia, Fatayat Kota Tuban Berkembang Pesat

HALAL BI HALAL : Ketua PAC Fatayat Kota Dewi Nur Amiroh (paling kanan) bermaaf-maafan dengan anggotanya pada acara halal bi halal beberapa waktu lalu.
PENULIS: Wakhid Qomari (Oktober 2012)

TUBAN KOTA- Setelah sebulan absen tanpa kegiatan, PAC Fatayat Tuban Kota pada 02 September 2012 memulai kembali program rutinnya dengan menggelar acara Halal bi Halal. Sekitar 125 anggota Fatayat hadir pada acara yang dilaksanakan di rumah Pimpinan Redaksi NUsa Akhmad Zaini, Jl. Karang Pucang, Tuban itu.
Ketua PAC Fatayat Tuban Kota Dewi Nur Amiroh mengungkapkan kebahagiaannya karena kepengurusan Pimpinan Ranting yang ada di Tuban semakin berkembang. “Dari 11 ranting, kini telah ada 17 ranting yang telah terbentuk kepengurusannya,” ungkap Amiroh.
Dia mengharapkan agar ketua atau perwakilan ketua ranting yang ada di Tuban Kota, bersedia hadir dengan rukun dan berwibawa. Dia juga mengharapkan dengan berkembangnya jumlah ranting Fatayat, maka akan berimbas pada meningkatnya semangat keorganisasian para pengurus itu.

Dalam acara Halal bi Halal tersebut, hadir sebagai pembicara KH. Imam Bukhori, pengurus LDNU MWC NU Tuban. Dalam ceramahnya, Imam menjelaskan bahwa Halal bi Halal adalah budaya khas Indonesia yang tidak pernah ada pada jaman Rasulullah SAW. Dalam Halal bi Halal itu, ummat Islam yang baru saja melaksanakan ibadah puasa, ingin menjalin keakraban atau silaturrahim dan saling memaafkan bila ada kesalahan. (wakhid)

PCNU Tuban Juara Harapan I LKTI ASWAJA

Siti Nursaudah, ketua PAC. IPPNU Kecamatan Palang, Berhasil menjadi Juara harapan pertama Lomba Karya tulis ilmiah ahlussunnah wal jama’ah pada Olimpiade aswaja tingkat Jawa timur 2012

PALANG-Senyum kebahagiaan mengembang dari bibir Siti Nursaudah. Kerja keras ketua PAC IPPNU Palang ini sedikit terobati setelah panita Olimpiade  Aswaja PW NU Jawa Timur menyebut namanya sebagai juara harapan I lomba Karya Tulis Ilmiah Aswaja.
‘’Sebenarnya hasil itu kurang memuaskan, namun banyak pelajaran yang saya dapatkan dari olimpiade itu sebagai modal untuk menambah wawasan tentang ahlussunnah wal jama’ah, ” kata kader IPPNU asli Desa Ketambul Kecamatan Palang ini.
Kegiatan tersebut digelar oleh Aswaja NU Center Jawa Timur pada Juli lalu dengan melombakan berbagai cabang perlombaan. Di antaranya, Cerdas Cermat Aswaja, Debat Aswaja, Karya Tulis Ilmiah Aswaja, Pidato Aswaja, Qasidah Rebana, dan Rebana al-Banjari. Perlombaan tersebut diadakan dengan sistem dua putaran, yakni putaran klasifikasi dan putaran final. Putaran klasifikasi dilaksanakan di lima zona untuk diambil tiga terbaik. Dan tiga terbaik itulah yang akan dilombakan dalam putaran final.
PCNU Tuban, sebagai salah satu kontingen yang mengikuti perlombaan tersebut berhasil mengantarkan dua wakilnya masuk ke putaran final, yakni Siti Nursaudah (PAC. IPPNU Palang) pada lomba Karya Tulis Ilmiah Aswaja dan Milla (MA Mamba’il Futuh, Jenu) pada lomba pidato aswaja. Karena persaingan yang begitu ketat dan berat akhirnya hanya Siti Nursaudah yang mampu bertahan dan berhasil merebut sebagai juara harapan satu.
Pada lomba Karya Tulis Ilmiah Aswaja diikuti oleh sekitar 60 peserta yang tersebar dari berbagai penjuru Jawa Timur. Tiap peserta mengumpulkan naskah ke panitia dan kemudian diseleksi menjadi 10 besar. 10 peserta inilah yang berhak untuk mengikuti putaran final di kantor PWNU Jawa Timur pada putaran final.

Kendati hanya mendapatkan juara harapan satu, bagi kami itu sudah cukup untuk membuktikan Tuban sebagai PCNU yang bisa bersaing secara intelektual di tingkat provinsi,” kata KH. Ahmad Mundzir, M.Si, ketua PCNU Tuban. (syihab)