Jumat, 03 Agustus 2012

Gembul yang Diyakini Tempat Berkumpulnya Walisongo

Capai Lokasi harus Naik Tangga 2,5 M

Penulis: Kangaidi

BELUM TERURUS: Lokasi Gembul di Desa Jadi, Semanding berada di atas pegunungan kapur. 
Petilasan yang menempel di dinding gunung kapur bertutupkan kain putih itu terdiri dari dua pintu, ada gambar sketsa Walisongo sebagaimana gambar-gambar yang dijual di pasar-pasar dengan bahu harum semerbak bunga kencana dan bunga bureh. Untuk menuju lokasi itu, terlebih dahulu harus melewati tikungan, tanjakan gunung-gunung kapur. Setelah itu, harus naik tangga setinggi 2.5 meter. Di sanalah tempat petilsan Walisongo yang dikenal dengan sebutan “Petilsan Gembul”. Letaknya ada di Desa Jadi, Semanding Tuban.
Bagi masyarakat Tuban, petilasan gembul memang tidak begitu banyak yang mengetahui. Yang datang ke sana juga tidak banyak. Justru yang banyak datang ke sana adalah masyarakat Lamongan, Semarang, Bojonegoro, Kalimantan, Sumatera, dan Malaysia.
“Dinamakan Gembul karena tempat itu merupakan tempat berkumpulnya Walisongo. Gembul berasal dari kata gembu yang artinya tempat berkumpul” kata Samidin, juru kunci patilasan Gembul. Dia menjadi juru kunci Gembul sudah 20 tahun setelah menggantikan bapaknya.
“Kalau pembukuan tentang asal mula Gembul itu memang tidak ada. Saya pernah ingat Mbah Syifa’ pernah mengatakan kalau Walisongo memang pernah berkumpul di sini. Sebelumnya sudah ada Syekh Muhyidin sedang Riyadhoh di sana. Baru  kemudian Walisongo berkumpul di situ,’’tutur Mashadi, kepala desa Jadi.
Mashadi menambahkan, berkumpulnya Walisongo di kawasan itu adalah guna membahas rencana pembangunan masjid Demak. Dari pertemuan itu disepakati kalau masjid Demak harus menjadikan. ‘’Karena itu, desa ini namanya Desa Jadi karena keputusan pokoknya masjid Demak harus jadi.”
 Bangunan petilasan Gembul, memang sejak dulu hingga sekarang masih seperti itu. Tidak ada yang merubahnya atau merenovasi. Hanya ada penambahan sedikit seperti keramik, sedang kain putih yang sudah lusuh dan sobek hanya ditambahi di atasnya dengan kain putih yang baru. Kain putih yang lama tetap dipasang.
“Dulu Bupati Hindarto punya rencana akan membangun untuk dijadikan obyek wisata. Beliau sudah datang bersama rombongan. Mereka bawa foto, ada yang bawa shooting, sudah ada gambar calon bangunannya. Namun ketika difoto dan disyuting, tidak tampak. Disyuting juga tidak muncul. Sehingga niatan itu tidak dilaksanakan,” ungkap Samidin, warga Rengel yang sedang berkunjung ke Gembul.
Sejauh ini memang belum ada keinginan untuk dijadikan sebagai tempat obyek wisata atau wisata religi. Selain karena akses menuju ke sana yang sulit, kebersihan juga belum terjaga. Di sekitar petilasan Gembul masih banyak kera yang berkeliaran.
“Kalau dijadikan obyek wisata, sebelum ada petunjuk, tidak akan dilaksanakan Mas,” kata Samidin.
“Anggota DPRD Tuban pernah ke Gembul sana Pak Warsito dan Pak Kasmani. Meski mereka datangnya tidak bersamaan tapi keduanya punya maksud yang sama yaitu mengusulkan ke bupati agar petilasan gembul dijadikan sebagai obyek wisata. Dan menurut saya juga bagus, saya sangat setuju karena tempatnya strategis tapi harus dijaga kebersihannya dulu,” kata Mashadi.
Selain di atas ada petilasan, di bagian bawah juga ada satu batu yang berbentuk lonjong berdiri. Ada yang mengatakan bahwa dulu itu pada saat Walisongo berkumpul di sana digunakan sebagai tempat ikatan gajahnya walisongo. Memang sepintas batu itu kecil dan bisa dipeluk, akan tetapi tidak semua orang yang mampu memeluk batu itu. Sebagian pengunjung meyakini jika memeluk batu itu dan bermunajat kepada Allah segala yang menjadi keinginannya akan tercapai asal pelukannya bisa menjangkau tangan satunya.
Meski di petilasan gembul ini tidak ada makam, namun setiap pengunjung harus tetap selalu menjaga hatinya dari segala niat yang buruk dan selalu menjaga kesucian.

“Dulu pernah ada anak-anak SMA dari Pondok Lamongan. Mendadak ada 10 santri yang tiba-tiba kesurupan dan baru sembuh setelah minum air di situ. Setelah ditelusuri ternyata 10 santri tadi sedang bulanan atau menstruasi tetapi tetap naik dan tidak mengaku. Padahaal sebelumnya sudah diingatkan,” ungkap Samidin. (kangaidi)
TAK MENJANGKAU: Wartawan NUsa (Wakhid) mencoba merangkul batu yang diyakini masyarakat sebagai pengikat gajah Walisongo di Gembul.

0 komentar:

Posting Komentar