Jumat, 03 Agustus 2012

Usaha Menghadang Paham Radikal dan Liberal di Indonesia

Penulis: Thoni-Tulisan 2012

TATA ORGAN-ISASI: Ketua PC NU Tuban, KH. Ahmad Mundzir (tiga dari kiri) pada acara Konfer-ensi MWC NU Bancar.

Paham radikal dan liberal telah mengapit keberadaan bangsa Indonesia. Dua paham itulah yang menggerogoti integritas nasional, sehingga menghawatirkan kesatuan nasional. Bagaimana langkah NU untuk menghadapi hal itu?

Konferensi MWC NU kecamatan Bancar masa bhakti 2012-2017 berlangsung pada Kamis (19/07/2012) di jalan jurusan Bulu-Jatirogo. Agenda terbesar organisasi NU di tingkat kecamatan itu dihadiri oleh seluruh perwakilan dari pimpinan ranting yang ada di Bancar dan berbagai pejabat. Dari PC NU Tuban hadir Ketua Tanfidziyah PC NU Tuban KH. Ahmad Mundzir, M.Si dan Katib Syuriah PC NU Tuban Ahmad Sariful Wafa.
Dalam sambutannya, Mundzir, menekankan agar NU ke depan memperkuat jam’iyah maupun jamaah. Hal ini dikarenakan di tengah kondisi nasional sekarang banyak muncul paham radikal dan liberal. “Kalau faham radikal itu semua selain fahamnya dianggap tidak boleh. Sedangkan faham liberal itu semuanya serba bisa. Ini dua kutub yang sedang menggerogoti intergritas nasional,kata Mundzir.
 Oleh karena itu, dia mengimbau agar warga NU, utamanya yang ada di Bancar, semakin waspada dengan gerakan-gerakan itu.
Dalam kesempatan memberi sambutan itu, Mudzir mengingatkan bahwa dulu Islam  hadir di nusantara bermula dari kawasan pesisir.Ini terbukti karena semua makam Walisongo ada di kawasan pesisir,” ungkapnya.
Karena itu dia menginginkan agar tradisi ulama harus dibangkitkan kembali dari kawasan pesisir seperti Tuban. Dalam hal ini, dia berharap umat Islam, khususnya warga NU mendukung program Bupati Tuban yang ingin mewujudkan Tuban sebagai Bumi Wali. “Kebetulan di Tuban, dari organisasi Walisongo dulu selama enam periode, 12 wali di antaranya makamnya ada di Tuban. Karena potensi ini, kalau Tuban menginginkan julukan sebagai Bumi Wali, itu tidak mustahil,ungkapnya disambut tepuk tangan hadirin.
Dia mengungkapkan bahwa Indonesia damai karena ada NU. NU selalu berada di depan untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang melindungi dan mewadai keberbedaan. Sementara, mayoritas kelompok di luar NU selalu ingin menciptakan negara Islam. Oleh karena itu, demi keutuhan NKRI, NU harus diperjuangkan.
Menurutnya, Tuban merupakan kawasan potensial untuk membagkitkan pola keislaman menurut dakwah Walisongo. Atas dasar itu Mundzir berharap, NU dalam umurnya yang sudah mencapai 89 tahun ini—NU bisa mewujudkannya. NU adalah organisasi yang konsisten. NU telah menyatakan bahwa NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 45 adalah harga mati. Ini yang harus diphamai semua pejabat.
Untuk mempertahankan NKRI itu, NU harus dibangun sebagai jam’iyah (organisasi) dan tidak sekedar jama’ah, karena jama’ah hanya merupakan kumpulan masyarakat berbudaya sama yang telah ada di nusantara dari dahulu. “Makanya (alm) KH Hasyim Asyari, mendirikan NU sebagai organisasi. Kalau yang bersifat jamaah sudah ada sejak jaman wali. Kalau ada orang NU bilang; ‘wes ora melu NU-NU-an seng penting nglakoni ajarane NU.’ Orang seperti itu baru melaksanakan ajaran NU sebagai jamaah (perkumpulan dalam beribadah) belum jamiyah (perkumpulan dalam organisasi). Karena tujuan beliau mendirikan NU adalah ingin mewadahi ulama supaya jadi satu dalam bentuk organisasi,lanjutnya.
Mundzir juga mengatakan, “NU ingin mewujudkan masyarakat dalam paham negara. Karena ini juga berdasarkan ajaran Nabi Muhammad SAW di mana pendirian kota Madinah berdasarkan negara peradaban. Madinah berarti peradaban dan Al-munawaroh yang diterangi cahaya Islam. NU ingin menciptakan, mendakwahkan masyrakat dengan moral Islam. Menciptakan masyarakat Islam bukan negara Islam,jelasnya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada semua calon ketua MWC Bancar dan bagi yang terpilih, memahami bahwa NU itu berorganisasi. Dia menjelaskan organ artinya bagian yang  hidup. Kalau tidak hidup unorganis. Agar NU bisa bergerak, kemudian diatur secara organisasi, warganya harus aktif dalam kegiatan. ‘’Itu baru namanya NU sejati,’’ tandas Mundzir.
“Darah juang kita harus dikerahkan untuk membangun NU. Itulah yang diajarkan (alm) KH Hasyim Asyari,tambahnya.
Dalam sambutan itu pula dia menjelaskan bahwa NU dibangun atas tiga pilar: semangat keagamaan, kenegaraan dan perdagangan.
Pertama semangat keagamaan, yaitu ingin tetap mempertahankan ajaran ahlusunnah wal jamaah yang rahmatan lil alamin. Ini bisa terwujud kalau warga NU punya jiwa penyayang. Biasanya jiwa penyayang dimiliki orang yang ahli ibadah. Semangat ingin bermusuhan, itu harus hilang bagi orang mukmin khususnya warga NU.
Kedua semangat kenegaraan, yaitu ingin membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Semangat ini yang mendasari bahwa negara Indonesia adalah negara final. Ini sudah dikaji secara syariah, bukan hanya lewat logika saja. Karena setelah diteliti sistem ini mirip dengan berdirinya negara Madinah.

Ketiga semangat perdagangan, yaitu ingin membangun ekonomi masyrakat. Sehingga sebagai kader harus mengupayakan masyarakat sejahtera. Ini bisa dilakukan dalam bidang pertanian dan perikanan. (thoni)

0 komentar:

Posting Komentar