Penulis: Thoni-Tulisan 2012
TATA
ORGAN-ISASI: Ketua PC NU Tuban, KH. Ahmad Mundzir (tiga dari kiri) pada acara
Konfer-ensi MWC NU Bancar.
|
Paham radikal
dan liberal telah mengapit keberadaan bangsa Indonesia. Dua paham itulah yang
menggerogoti integritas nasional, sehingga menghawatirkan kesatuan nasional.
Bagaimana langkah NU untuk menghadapi hal itu?
Konferensi MWC NU kecamatan
Bancar masa bhakti 2012-2017 berlangsung pada Kamis (19/07/2012) di jalan
jurusan Bulu-Jatirogo. Agenda terbesar organisasi NU di tingkat kecamatan itu
dihadiri oleh seluruh perwakilan dari pimpinan ranting yang ada di Bancar dan
berbagai pejabat. Dari PC NU Tuban hadir Ketua Tanfidziyah PC NU Tuban KH.
Ahmad Mundzir, M.Si dan Katib Syuriah PC NU Tuban Ahmad Sariful Wafa.
Dalam sambutannya, Mundzir, menekankan agar NU ke depan
memperkuat jam’iyah maupun jamaah. Hal ini dikarenakan di tengah kondisi nasional
sekarang banyak muncul paham radikal dan liberal. “Kalau faham radikal itu
semua selain fahamnya dianggap tidak boleh. Sedangkan faham liberal itu
semuanya serba bisa. Ini dua kutub yang sedang menggerogoti intergritas nasional,” kata
Mundzir.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar warga
NU, utamanya yang ada di Bancar, semakin waspada dengan gerakan-gerakan itu.
Dalam kesempatan memberi
sambutan itu, Mudzir
mengingatkan bahwa dulu Islam hadir di nusantara bermula dari kawasan pesisir. “Ini terbukti karena semua
makam Walisongo
ada di kawasan pesisir,” ungkapnya.
Karena
itu dia menginginkan agar tradisi
ulama
harus dibangkitkan kembali dari kawasan pesisir seperti Tuban. Dalam hal ini, dia
berharap umat Islam, khususnya warga NU mendukung program Bupati Tuban yang ingin
mewujudkan Tuban sebagai Bumi Wali. “Kebetulan
di Tuban, dari organisasi Walisongo
dulu selama enam periode, 12 wali di antaranya makamnya ada di Tuban. Karena
potensi ini, kalau Tuban menginginkan julukan sebagai Bumi Wali, itu tidak
mustahil,” ungkapnya
disambut tepuk tangan hadirin.
Dia
mengungkapkan bahwa Indonesia damai karena ada NU. NU selalu berada di depan
untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang melindungi
dan mewadai keberbedaan. Sementara, mayoritas kelompok di luar NU selalu ingin
menciptakan negara Islam. Oleh karena itu, demi keutuhan NKRI, NU harus
diperjuangkan.
Menurutnya,
Tuban merupakan
kawasan potensial untuk membagkitkan pola keislaman menurut dakwah Walisongo. Atas dasar itu Mundzir
berharap, NU dalam umurnya yang sudah mencapai 89 tahun ini—NU bisa mewujudkannya. NU
adalah organisasi yang konsisten. NU telah menyatakan bahwa NKRI berdasarkan pancasila
dan UUD 45 adalah harga mati. Ini yang harus diphamai semua pejabat.
Untuk
mempertahankan NKRI itu, NU harus dibangun sebagai jam’iyah (organisasi) dan
tidak sekedar jama’ah, karena jama’ah hanya merupakan kumpulan masyarakat
berbudaya sama yang telah ada di nusantara dari dahulu. “Makanya (alm) KH Hasyim Asyari,
mendirikan NU sebagai organisasi. Kalau yang bersifat jamaah sudah ada sejak
jaman wali. Kalau ada orang NU bilang; ‘wes
ora melu NU-NU-an seng penting nglakoni ajarane NU.’ Orang seperti itu baru
melaksanakan ajaran NU sebagai jamaah (perkumpulan dalam beribadah) belum jam’iyah (perkumpulan dalam
organisasi).
Karena tujuan beliau mendirikan NU adalah ingin mewadahi ulama supaya jadi satu
dalam bentuk organisasi,”
lanjutnya.
Mundzir
juga mengatakan, “NU
ingin mewujudkan masyarakat dalam paham negara. Karena ini juga berdasarkan
ajaran Nabi Muhammad SAW di mana pendirian kota Madinah berdasarkan negara
peradaban. Madinah berarti peradaban dan Al-munawaroh yang diterangi cahaya Islam. NU ingin menciptakan,
mendakwahkan masyrakat dengan moral Islam.
Menciptakan masyarakat Islam
bukan negara Islam,” jelasnya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada semua
calon ketua MWC Bancar dan bagi yang terpilih, memahami bahwa NU itu
berorganisasi. Dia menjelaskan organ artinya bagian yang hidup. Kalau tidak hidup unorganis. Agar NU bisa
bergerak, kemudian diatur secara organisasi, warganya harus aktif dalam kegiatan. ‘’Itu baru namanya NU sejati,’’
tandas Mundzir.
“Darah juang kita harus dikerahkan
untuk membangun NU. Itulah yang diajarkan (alm) KH Hasyim Asyari,” tambahnya.
Dalam sambutan itu pula dia
menjelaskan bahwa NU dibangun atas tiga
pilar: semangat keagamaan, kenegaraan dan perdagangan.
Pertama semangat keagamaan, yaitu ingin tetap
mempertahankan ajaran ahlusunnah wal
jamaah yang rahmatan lil alamin.
Ini bisa terwujud kalau warga NU punya jiwa penyayang. Biasanya jiwa penyayang
dimiliki orang yang ahli ibadah. Semangat ingin bermusuhan, itu harus hilang bagi
orang mukmin khususnya warga NU.
Kedua semangat kenegaraan, yaitu ingin membebaskan bangsa
Indonesia dari penjajahan. Semangat ini yang mendasari bahwa negara Indonesia
adalah negara final. Ini sudah dikaji secara syar’iah, bukan hanya lewat logika
saja. Karena setelah diteliti sistem ini mirip dengan berdirinya negara
Madinah.
Ketiga semangat perdagangan, yaitu ingin membangun
ekonomi masyrakat. Sehingga sebagai kader harus mengupayakan masyarakat sejahtera.
Ini bisa dilakukan dalam bidang pertanian dan perikanan. (thoni)
0 komentar:
Posting Komentar