RAPAT REDAKSI NUsa

Akhmad Zaini (Pimred Tabloid NUsa) memimpin rapat redaksi di halaman kampus STITMA Tuban.

DIKLAT JURNALISTIK

Peserta diklat jurnalistik dan crew Tabloid NUsa berpose bersama usai kegiatan diklat.

SILLATURRAHMI

Ketua LP. Ma'arif NU Kab. Tuban dan Pimred Tabloid NUsa berkunjung ke Rumah Gus Rozin (Putra KH. Sahal Mahfudz).

NUsa PEDULI SPESIAL

Mustain Syukur (Ketua PCNU Kab.Tuban) dan Fathul Huda (Penasehat LP. Ma'arif NU Tuban) berpose bersama siswa yang mendapatkan santunan NUsa Peduli.

STUDY BANDING LP. MA'ARIF NU KAB. TUBAN

Akhmad Zaini, ketua LP. Ma'arif NU Kabupatn Tuban saat menerima cinderamata dari LP. Ma'arif Kab. Pasuruan.

RAPAT BERSAMA

Pengurus PCNU, Pengurus LP. Ma'arif NU, PC.Muslimat Tuban, PC.Fatayat NU Tuban saat rapat bersama membahas pendidikan di Kabupaten Tuban.

GROUP SHOLAWAT SMK YPM 12 TUBAN

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

TURBA MAARIF NU TUBAN KE RENGEL

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

NUsa PEDULI EDISI 23

Tiga siswa berada di naungan LP. Ma’arif menerima santunan yang diberikan langsung oleh Dirjen Pendis (kanan) dan Kapala Kemenag Tuban.

PENGURUS PC. LP MA’ARIF NU

Beberapa Pengurus PC. LP Ma’arif NU Tuban siap bekerjasama demi kemajuan pendidikan di Kabupaten Tuban.

AVANZA UNTUK OPERASIONAL MA’ARIF NU TUBAN

Zaini (Ketua PC. LP. Ma'arif) menerima hadiah mobil dari Bupati Tuban secara simbolis pada acara Rakor kepala sekolah dan pengurus yayaasan se-kabupaten Tuban.

PRESTASI FATAYAT

Fatayat NU Tuban Masuk 10 Besar Lomba Rias Provinsi.

JUARA MTK

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

TIM TABLOID NUsa

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

Jumat, 03 Agustus 2012

Pupuk Cinta Tanah Air dengan Pekan Madaris

PEMBUKAAN: Ketua Ma’arif Tuban Drs.Mahfud memberikan sambutan pada upacara pembukaan pekan madaris ke-15 di Montong.

MONTONG-Ma’arif Kecamatan Montong, pada awal Juli lalu mengadakan Pekan Madaris ke-15. Acara tersebut diikuti oleh Madrasah Ibtida’iyah se-Kecamatan Montong. Acara yang dijadwalkan pukul 09.00 WIB itu molor hingga pukul 10.30 WIB. Meskipun molor, semangat peserta pekan madaris ke-15 itu tidak menurun. Mereka tetap berdiri tegap sampai acara upacara pembukaan berakhir, pukul 11.30 WIB.
 Ketua PC LP Ma’arif NU Tuban, Drs. Mahfud, M.Pd dan Drs. Bambang Hariyono (sekretaris II PC LP Ma’arif NU Tuban) hadir dan membuka acara tersebut.
Dalam, Ketua KKM MI Montong, Abdul Qohar, yang mewakili ketua panitia KH. Mohtadji (absen karena sakit), mengatakan bahwa acara yang dilaksanakan di MTs Miftahul Huda Pucangan-Montong-Tuban itu diikuti oleh 13 madrasah yang terbagi menjadi 46 regu.
Acara itu menghabiskan biaya Rp. 11.000.000,- yang bersumber dari iuran seluruh madarasah ibtidaiyah se-kecamatan Montong.
Tema dalam acara yang berlangsung 3 hari itu (05-08 Juli 2012) adalah “Dengan Pekan Madaris, Kita Bangkitkan Kembali Citra Madrasah yang Islami dan Memupuk Rasa Cinta Tanah Air”.
Mahfud, dalam sambutannya mengatakan bahwa para peserta pekan madaris adalah para generasi bangsa yang akan meneruskan perjuangan para leluhur bangsa Indonesia.
“Mengikuti pekan madaris seperti ini sangat baik, Karena dengan madaris kalian akan banyak belajar, mendapakan ilmu dan pengalaman,” ungkap Mahfud. Selain itu, pelajaran dalam Dasa Darma Pramuka menurutnya sudah sesuai dengan ajaran agama Islam.
“Dalam Dasa Darma Pramuka kalimat ketiga, kalau tidak salah, terdapat kalimat mencintai alam dan sesama manusia,” kata Mahfud.
Dia menambahkan, “ada hadis yang berbunyi ‘Tidak sempurna iman kalian semua sehingga kalian mencintai lingkungan seperti kalian mencintai diri kalian sendiri’.”
Dari sini dia meminta kepada para peserta pekan madaris untuk mencintai lingkungan mereka, baik lingkungan manusia maupun lingkungan alam.
“Pemuda adalah generasi penerus bangsa, jadi pemuda harus menunjukkan kepada bangsa bahwa ‘Ini lho aku’, bukan sebagai pemuda yang mengandalkan kemampuan bapaknya. Pemuda harus mampu menunjukkan kualitasnya dan memenuhi panggilan bangsa dan negara untuk meneruskan perjuangan para pendahulu bangsa Indonesia,” kata Mahfud.
Ditanya terkait alasan pemilihan tema, Abdul Qohar memaparkan itu adalah usaha untuk meningkatkan ulang semangat nasionalisme para generasi bangsa yang telah menurun. “Semangat anak-anak saat ini kan tertuju pada acara-acara televisi, tapi semangat nasionalisme sudah sangat minim,” ungkapnya.

Selain itu, tema tersebut juga dimaksudkan  untuk menunjukkan bahwa madarasah adalah motor penggerak syi’ar Islam di dalam sebuah lembaga pendidikan. (wakhid)

TABLOID NUsa EDISI 03

TABLOID NUsa EDISI 03




Anda bisa membaca Tabloid NUsa EDISI 03 di Layar Komputer, Laptop, HP/I-Pad File PDF silahkan Anda klik ikon download berikut ini ...



TOKOH INSPIRATIF NUsa EDISI 03//ALI MANSUR

Mengolah Ikan Laut yang Profesional dan Bermutu Tinggi

Penulis: Suwandi-Tulisan 2012
KERJA KERAS: Para Pekerja UD. HTN sedang mengeringkan ikan hasil tangkapan nelayan

“Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Itulah peribahasa yang tepat untuk ditematkan pada diri Hj. Salma, seorang ibu paruh baya, yang tegar dan selalu bersemangat untuk mengelola usaha ikan rebus dan kering miliknya. Usaha ikannya itu diberinama UD. HTN Pabean Tambakboyo Tuban.
Dengan perjuangan yang gigih semenjak ditinggal almarhum suaminya H. Cosim (dulu pernah menjabat pengurus MWC LP Ma’arif NU Tambakboyo dan bergabung juga di dalam kepengurusan PAC GP Anshor Tambakboyo), kini Hj. Salma bisa mengelola usahanya dengan mandiri dan bahkan mampu mengembangkannya. Selama 35 tahun dia memperjuangkan usahanya tersebut, kini hasilnya mampu mencukupi kebutuhan keluarga dan sekolah anak–anaknya.
            Usaha ikan rebus dan ikan kering yang dikelolanya ini terletak di desa Pabean, Tambakboyo. Karena banyak nelayan yang menjual hasil tangkapannya pada Hj. Salma, maka usaha itu menjadi usaha yang sangat besar dan bahkan kini telah mempunyai cabang usaha yang bernama UD. HTN Putra yang terletak di Kenanti, Tambakboyo.
Saat banyak nelayan yang menjual ikan padanya, maka secara otomatis banyak stok ikan yang dimiliki Hj. Salma. Dari stok yang berlimpah itu, dia bisa mengirim ikan ke tempat pemasaran dalam jumlah yang berlimpah pula. Hal ini mengakibatkan penghasilan dan omset usahanya terus bertambah.
Apalagi ketika harga ikan dari nelayan cukup murah dan harga jual ke tempat pemasaran sangat tinggi, maka hal ini semakin membuat usahanya berkembang dengan pesat. ”Setiap hari banyak para pelanggan yang menghubungi saya untuk segera mengirimkan ikan basah maupun kering ini. Biasanya sampai kuwalahan juga karena begitu banyaknya yang memesan dan segera untuk dikirim,”ujarnya penuh semangat.
Dan sejalur dengan kondisi itu, dia bisa mengembangkan usahanya sampai saat ini, sehingga mampu menghidupi keluarganya sekaligus menyekolahkan putra putrinya sampai di perguruan tinggi.
            Hj. Salma mengungkapkan kesuksesan yang didapatnya kini tidak diperolehnya dengan mudah. Dia memulai usahanya benar-benar dari nol. ”Saya merintis usaha ini mulai dari kecil bersama almarhum suami saya. Dari dulu saat kapal yang berlabuh di pantai masih sedikit sekali, sampai sekarang sudah banyak kapal yang berlabuh di sini dan banyak menjual ikan hasil tangkapannya kepada saya,” ungkap Hj. Salma.
Karena banyak nelayan yang menjual ikan hasil tangkapan padanya, kini usaha Hj. Salma telah memiliki cabang di desa Kinanti, Tambakboyo.
Salma merupakan sosok yang tekun dan qona’ah serta loman (suka memberi). Sebelum dia mengembangkan ikan rebus dan keringnya ini dengan besar, dia juga pernah mengalami masa paceklik. Hal itu menururtnya disebabkan harga ikan yang dikirim ke tempat pemasaran di bawah standar dan tidak sesuai dengan harga belinya dari nelayan.
Namun dengan ketekunan dan niatnya yang kuat, akhirnya dia bisa bertahan dan mampu menjadikan usahanya semakin berkembang dengan pesat.
”Ibu saya memang orangnya tekun dan selalu semangat sampai-sampai 1 bulan yang lalu ibu sakit. Tapi Alhamdulillah sekarang sudah sehat kembali,”kata Ilma, putri Hj. Salma.
            Proses pengolahan ikan basah dan kering itu berada di dua tempat, yakni di desa Pabean (dekat rumahnya sekarang) dan di desa Kenanti (dekat rumah putranya). Masing-masing dari kedua tempat pengolahan ikan itu setiap harinya mampu mengolah 10-20 ton ikan.
Hj. Salma menjelaskan proses pengolahan ikan kering itu diawali dengan merendam ikan dalam beberapa jam. Lalu ikan itu direbus dan selanjutnya dikeringkan dengan cara dijemur di bawah terik matahari hingga ikannya benar–benar kering. Sesudah ikan kering, kemudian ikan itu dipacking di dalam kardus dan siap untuk dipasarkan.
Berbeda dari proses pengolahan ikan kering, proses pengolahan ikan basah relatif lebih sederhana. Awalnya ikan direndam dalam air dicampuri bongkahan es dalam beberapa jam. Setelah itu ikan dipindah ke boks ikan yang sudah ada bongkahan es-nya hingga siap dikirim ke tempat pemasaran. Agar ikan basahnya dapat bertahan lama maka boks tersebut diberi bongkahan es yang banyak pula.
            Hj. Salma menuturkan dulu pelanggannya hanya sedikit, yakni sekitar daerah Jawa Timur saja, tapi sekarang pelanggannya sudah merambah ke kota–kota lain, seperti Jakarta, Bogor, Krawang, Cianjur, Bandung, Lampung dan Palembang. Ke depan dia mempunyai niat untuk memasarkan ikannya ke daerah pulau Sumatra karena menurutnya di daerah itu sangat berprospek dengan hadirnya ikan-ikan hasil produksinya.

Perbanyak Jaringan
”Agar proses berwirausaha bisa berkembang, apalagi kalau ada hubungannya dengan konsumen, maka harus memperbanyak jaringan atau semacam relasi. Selain itu juga masalah produk yang ditawarkan harus dipikirkan,” ungkap Hj. Salma.
Menurutnya, semakin banyak konsumen yang tertarik dengan produk yang ditawarkan, maka semakin banyak pula pemasukan dan penghasilannya. Dia menambahkan bahwa dalam proses memperbanyak jaringan, dia menekankan harus selalu bersikap jujur dan tidak merekayasa sedikit pun. Dengan itu, maka sedikit demi sedikit pelanggan akan semakin bertambah.
            Memang nama U.D HTN usaha Hj. Salma ini kurang begitu populer di daerah lokal, tapi kalau di kota–kota besar, tempat pemasarannya sudah banyak yang kenal dan mengerti. Makanya, Hj. Salma mengatakan banyak pelanggan atau konsumen yang bertempat jauh di luar kota Tuban.

            Dengan banyaknya pelanggan atau konsumen yang dimiliki, Hj. Salma saat ini, praktis usahanya juga membutuhkan banyak karyawan. ”Sampai saat ini kami mempunyai sekitar 60 karyawan, dan pada waktu musim banyak ikan, biasanya jumlah karyawannya pun bertambah,” katanya. (wandi)


Kunci Sukses, Jujur dan Loman
 
Hj. Salma, Pengusaha Ikan Laut
        Meskipun dalam menjalankan usahanya Hj. Salma pernah mengalami musim paceklik dan permasalahan yang lain, tetapi hal itu tidak menjadikan wanita asli kelahiran Tambakboyo ini berkecil hati dan patah arang. Malah dia semakin semangat, menerima dan belajar dalam menghadapi permasalahan. Sebenarnya ada beberapa rahasia kunci sukses yang membuatnya seperti itu.
Hj. Salma menuturkan, ”Hal yang terpenting agar kita sukses kita harus sabar, neriman (qona’ah) dan semangat jangan lupa loman (suka memberi). Bersikaplah jujur pada pelanggan maupun konsumen sehingga pelanggan tidak kecewa dengan kita. Dengan begitu, insya Allah apa yang kita kerjakan akan selalu diberi kemudahan dan kelancaran oleh Allah SWT.”
”Kami sangat senang sekali, kerja di U.D HTN miliknya Hj. Salma ini, selain bisa bekerja dan dapat uang, saya juga banyak teman dan bisa kumpul-kumpul bareng dengan tetangga yang lain,” kata salah seorang karyawan Hj. Salma.
Hj. Salma berharap, semoga ke depan usahanya semakin berkembang dengan pesat. Lebih-lebih dia bisa membuka cabang lagi dan nantinya akan memperdayakan SDM Tuban, khususnya pada masyarakat Tambakboyo dan sekaligus menambah lapangan pekerjaan yang ada di kota Tuban.
”Jika itu terealisasi, maka angka pengangguran yang ada di kota Tuban khususnya untuk ibu-ibu rumah tangga yang ada di lingkungan pesisir yang belum bekerja semakin berkurang, ”imbuhnya. (wandi)

Usaha Menghadang Paham Radikal dan Liberal di Indonesia

Penulis: Thoni-Tulisan 2012
TATA ORGAN-ISASI: Ketua PC NU Tuban, KH. Ahmad Mundzir (tiga dari kiri) pada acara Konfer-ensi MWC NU Bancar.

Paham radikal dan liberal telah mengapit keberadaan bangsa Indonesia. Dua paham itulah yang menggerogoti integritas nasional, sehingga menghawatirkan kesatuan nasional. Bagaimana langkah NU untuk menghadapi hal itu?

Konferensi MWC NU kecamatan Bancar masa bhakti 2012-2017 berlangsung pada Kamis (19/07/2012) di jalan jurusan Bulu-Jatirogo. Agenda terbesar organisasi NU di tingkat kecamatan itu dihadiri oleh seluruh perwakilan dari pimpinan ranting yang ada di Bancar dan berbagai pejabat. Dari PC NU Tuban hadir Ketua Tanfidziyah PC NU Tuban KH. Ahmad Mundzir, M.Si dan Katib Syuriah PC NU Tuban Ahmad Sariful Wafa.
Dalam sambutannya, Mundzir, menekankan agar NU ke depan memperkuat jam’iyah maupun jamaah. Hal ini dikarenakan di tengah kondisi nasional sekarang banyak muncul paham radikal dan liberal. “Kalau faham radikal itu semua selain fahamnya dianggap tidak boleh. Sedangkan faham liberal itu semuanya serba bisa. Ini dua kutub yang sedang menggerogoti intergritas nasional,kata Mundzir.
 Oleh karena itu, dia mengimbau agar warga NU, utamanya yang ada di Bancar, semakin waspada dengan gerakan-gerakan itu.
Dalam kesempatan memberi sambutan itu, Mudzir mengingatkan bahwa dulu Islam  hadir di nusantara bermula dari kawasan pesisir.Ini terbukti karena semua makam Walisongo ada di kawasan pesisir,” ungkapnya.
Karena itu dia menginginkan agar tradisi ulama harus dibangkitkan kembali dari kawasan pesisir seperti Tuban. Dalam hal ini, dia berharap umat Islam, khususnya warga NU mendukung program Bupati Tuban yang ingin mewujudkan Tuban sebagai Bumi Wali. “Kebetulan di Tuban, dari organisasi Walisongo dulu selama enam periode, 12 wali di antaranya makamnya ada di Tuban. Karena potensi ini, kalau Tuban menginginkan julukan sebagai Bumi Wali, itu tidak mustahil,ungkapnya disambut tepuk tangan hadirin.
Dia mengungkapkan bahwa Indonesia damai karena ada NU. NU selalu berada di depan untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang melindungi dan mewadai keberbedaan. Sementara, mayoritas kelompok di luar NU selalu ingin menciptakan negara Islam. Oleh karena itu, demi keutuhan NKRI, NU harus diperjuangkan.
Menurutnya, Tuban merupakan kawasan potensial untuk membagkitkan pola keislaman menurut dakwah Walisongo. Atas dasar itu Mundzir berharap, NU dalam umurnya yang sudah mencapai 89 tahun ini—NU bisa mewujudkannya. NU adalah organisasi yang konsisten. NU telah menyatakan bahwa NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 45 adalah harga mati. Ini yang harus diphamai semua pejabat.
Untuk mempertahankan NKRI itu, NU harus dibangun sebagai jam’iyah (organisasi) dan tidak sekedar jama’ah, karena jama’ah hanya merupakan kumpulan masyarakat berbudaya sama yang telah ada di nusantara dari dahulu. “Makanya (alm) KH Hasyim Asyari, mendirikan NU sebagai organisasi. Kalau yang bersifat jamaah sudah ada sejak jaman wali. Kalau ada orang NU bilang; ‘wes ora melu NU-NU-an seng penting nglakoni ajarane NU.’ Orang seperti itu baru melaksanakan ajaran NU sebagai jamaah (perkumpulan dalam beribadah) belum jamiyah (perkumpulan dalam organisasi). Karena tujuan beliau mendirikan NU adalah ingin mewadahi ulama supaya jadi satu dalam bentuk organisasi,lanjutnya.
Mundzir juga mengatakan, “NU ingin mewujudkan masyarakat dalam paham negara. Karena ini juga berdasarkan ajaran Nabi Muhammad SAW di mana pendirian kota Madinah berdasarkan negara peradaban. Madinah berarti peradaban dan Al-munawaroh yang diterangi cahaya Islam. NU ingin menciptakan, mendakwahkan masyrakat dengan moral Islam. Menciptakan masyarakat Islam bukan negara Islam,jelasnya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada semua calon ketua MWC Bancar dan bagi yang terpilih, memahami bahwa NU itu berorganisasi. Dia menjelaskan organ artinya bagian yang  hidup. Kalau tidak hidup unorganis. Agar NU bisa bergerak, kemudian diatur secara organisasi, warganya harus aktif dalam kegiatan. ‘’Itu baru namanya NU sejati,’’ tandas Mundzir.
“Darah juang kita harus dikerahkan untuk membangun NU. Itulah yang diajarkan (alm) KH Hasyim Asyari,tambahnya.
Dalam sambutan itu pula dia menjelaskan bahwa NU dibangun atas tiga pilar: semangat keagamaan, kenegaraan dan perdagangan.
Pertama semangat keagamaan, yaitu ingin tetap mempertahankan ajaran ahlusunnah wal jamaah yang rahmatan lil alamin. Ini bisa terwujud kalau warga NU punya jiwa penyayang. Biasanya jiwa penyayang dimiliki orang yang ahli ibadah. Semangat ingin bermusuhan, itu harus hilang bagi orang mukmin khususnya warga NU.
Kedua semangat kenegaraan, yaitu ingin membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Semangat ini yang mendasari bahwa negara Indonesia adalah negara final. Ini sudah dikaji secara syariah, bukan hanya lewat logika saja. Karena setelah diteliti sistem ini mirip dengan berdirinya negara Madinah.

Ketiga semangat perdagangan, yaitu ingin membangun ekonomi masyrakat. Sehingga sebagai kader harus mengupayakan masyarakat sejahtera. Ini bisa dilakukan dalam bidang pertanian dan perikanan. (thoni)

Perjalanan Panjang SD Islam Makamagung Tuban

Sempat Diisukan Ijazahnya tak Laku
Penulis: Wakhid Qomari
EKSIS DAN BERPRESTASI: Gedung SD Islam (kiri) dan Bili Firdaus Hanafi yang berhasil mendapat kejuaraan Ol-impiade Sains Tingkat Propinsi Jawa Timur dan mewakili Jawa Timur mengikuti Olimpiade Sains Tingkat Nasional.

SD Islam Makamagung, adalah SD Islam pertama di Tuban.Usianya lebih dari setengah abad. Dinamika politik di Indonesia, sempat membuat sekolah ini dikeluarkan dari Depag dan ijazah yang dikeluarkan hanya berasal dari Ma’arif. Kini, sekolah ini tetap eksis di bawah naungan Dikbud. 

Sekitar 1951, belum banyak lembaga pendidikan formal umum untuk warga NU. Karena warga NU adalah warga mayoritas di Tuban, maka pendirian lembaga pendidikan formal yang mengajarkan materi umum dianggap sangat perlu. Ibu Nyai Fatkhurrohman Kafrawi (istri dari salah satu menteri Agama Indonesia) muncul sebagai penggagas berdirinya sekolah umum yang islami untuk warga NU. Dia bersama para tokoh yang lain berusaha mendirikan SRI (Sekolah Rakyat Islam) di Kutorejo.
Saat awal berdiri itu, SRI harus bergantian gedung sekolah dengan Nasiatul Banat, sekolah dasar milik Muhammadiyah.  Pagi hari gedung sekolah dipakai SRI, sedangkan sore harinya Nasiatul Banat yang memakai gedung sekolah itu. “Dulu semua rukun, Mas,” ungkap H. Abdul Mu’in, tokoh NU yang saat ini menjabat kepala SDI Makamagung.
Pada 1960 Madrasah Islam NU (MINU) berdiri di masjid Agung (kini sebelah selatan masjid). Karena para tokoh pendiri SRI adalah juga para tokoh NU, maka sekitar 1964 SRI berfusi dengan MINU, yang kemudian berubah nama menjadi SD Islam. Waktu itu kepala SRI adalah Sadiran, sedang kepala MINU adalah Kiai Toyib. Dan akhirnya Sadiran terpilih untuk menjadi kepala SD Islam. Sejak saat itulah nama SD Islam muncul sebagai SD Islam pertama di Kabupaten Tuban.
Mu’in yang kini menjadi kepala sekolah merupakan alumni SD Islam. Dia menjadi pengajar di SD Islam sekitar 1975, setelah tamat dari perguruan tinggi. Tahun 1977 dia diangkat sebagai kepala SD Islam. Saat dia memimpin, dia merasakan dinamika perjalanan SD Islam. Saat itu, SD Islam masih bernaung di Depag Kabupaten Tuban. Kasi Pendaisnya adalah seorang yang berasal dari ormas lain yang tidak berhaluan ahlussunnah waljama’ah nahdliniyah. “Kondisi politik Indonesia saat itu beda dengan sekarang. Jadi depag Tuban juga dikuasai orang ormas lain.”
Dengan kondisi yang seperti itu, diduga karena adanya alasan politik, SD Islam dikeluarkan dari depag sekitar 1978. Hal ini mengakibatkan satu tahun pelajaran lulusan SD Islam tidak mendapatkan ijazah negeri. Mereka yang lulus hanya mendapat ijazah dari Ma’arif. Namun anehnya, ijazah Ma’arif saat itu sudah bisa dipakai mendaftar di sekolah setingkat SLTP.
Karena ada sebagian masyarakat yang kurang menyukai SD Islam, maka saat itu berhembus isu di masyarakat bahwa Ijazah SD Islam tidak laku. Isu itu mengakibatkan ketakutan bagi wali murid yang menyekolahkan anaknya di SD Islam, sehingga banyak sekali murid yang ke luar dari SD Islam. Dari murid yang asalanya150 anak berubah tinggal 100 anak.
Kondisi itu memaksa Mu’in untuk berpikir keras agar segera mendapatkan legalisasi pada pihak yang berwenang. Depag sudah tidak mungkin dimintai perijinan lagi, maka dia berusaha mengirim surat perijinan pada disdikbud kabupaten Tuban. Saat itu yang menerima surat darinya adalah Supatmo. Setelah melalui proses perijinan, akirnya 1979 SD Islam diterima di Disdikbud Kabupaten Tuban dan melaksanakan ujian pertamanya, di bawah Disdikbud, bersama dengan SDN Kebonsari I.
Setelah melaksanakan ujian bersama SDN Kebonsari I itulah, Mu’in mengumpulkan seluruh wali murid dan guru dalam sebuah acara musyawarah dengan menghadirkan Kepala Kandepdikbud Ahmad Kabul. Setelah pertemuan itu, masyarakat kembali percaya kepada SD Islam bahwa isu yang berkembang di masyarakat tidak benar.
Pada 1981SD Islam yang asalnya bertempat di Masjid Agung dipindah ke Makamagung (kini kompleks ponpes As-Shomdiyah) karena ada rehab Masjid Agung Tuban. Saat itulah SD Islam menetap di Makamagung sampai sekarang.
Tahun 1984 Mu’in diangkat sebagai pegawai negeri, sehingga dia tidak bisa maksimal mengurusi SD Islam lagi. Akhirnya dia diganti dengan Hanif untuk memimpin SD Islam.

Tahun 1988 Abu Amin menggantikan posisi Hanif sebagai kepala SD Islam. Abu Amin adalah seorang pegawai negeri. Dia menjadi DPK yang ditugaskan memimpin di SD Islam itu. Sekitar 1992 Mu’in kembali lagi menjadi kepala SD Islam. Saat itu dia juga menjadi DPK yang ditugasi memimpin SD Islam. Sampai sekarang dia memimpin di SD Islam. (wakhid)


Berbasis Kerakyatan, Pertahankan SPP Murah
Abdul Muin

“Sekolah swasta yang didirikan ulama’ berbasis kerakyatan. Begitulah wacana yang dikeluarkan Kepala SD Islam, H. Abdul Mu’in, guna tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat Tuban terhadap sekolah dasar yang dipimpinnya itu.
Wacana itu dimunculkan karena Mu’in ingin melawan wacana umum yang berkembang di masyarakat, yakni “sekolah swasta biayanya mahal”.
Menurut Mu’in tidak mesti sekolah swasta itu mahal dan tidak mesti pula sekolah murah itu tidak berkualitas. Dia menjelaskan bahwa meskipun biaya SD Islam yang dipimpinnya sangat terjangkau masyarakat di berbagai tingkatan, prestasi akademiknya tidak kalah dengan sekolah-sekolah lain yang biayanya sangat mahal.
Hal ini dibuktikan dengan seabrek tropi yang terjajar di ruang tamu kantor SD Islam. Namun, yang paling menonjol adalah pada 2008 SD Islam, saat sekolah ini mampu menjuarai lomba sempoa tingkat internasional yang diselenggarakan di Malaysia. Pada 2009 SD Islam menjuarai lomba sempoa tingkat nasional yang diselenggarakan di Bali.
Pada 2010 SD Islam mewakili kabupaten Tuban untuk mengikuti Olimpiade Mipa di Surabaya. Dalam olimpiade itu, SD Islam mampu menyabet juara III. Yang terakhir ini, pada 2012, SD Islam berhasil menjurai Olimpiade Saint Sekolah Dasar tingkat Propinsi Jawa Timur, yang kemudian membuatnya ditunjuk untuk mewakili Tuban mengikuti Olimpiade Saint Tingkat Nasional di Jakarta. Meskipun yang terakhir ini tidak mampu menyabet gelar juara, menjadi delegasi yang mewakili Jatim mengikuti olimpiade saint tingkat nasional sudah membuatnya bangga.
“Hal ini membuktikan kita tidak kalah dengan sekolah-sekolah yang mahal itu,” ungkap kepala sekolah sekaligus ketua tanfidliyah PC NU Tuban ini.
Selain mendorong prestasi, SD Islam juga telah menerapkan sistem sekolah berkarakter. “Jauh sebelum wacana sekolah berkarakter yang dimunculkan kemendikbud, kami telah menerapkan sekolah berkarakter itu,” ungkapnya.
Kegiatan rutin setiap hari siswa-siswi SD Islam untuk menunjukkan dia sebagai sekolah berkarakter adalah bersalaman antara siswa-siswi dengan guru sebelum masuk kelas, membaca asma’ul husnah, dan menghafal beberapa bacaan-bacaan khusus, termasuk do’a-do’a.
Ditambah, siswa-siswi SD Islam telah dibiasakan dengan multi bahasa (Indonesia, Mandarin dan Inggris) dan dunia IT. “Ketiga bahasa itu telah diajarkan pada anak mulai kelas 1 sampai kelas 6. Anak-anak juga sudah diajari tentang komputer,” ungkap Waka Kesiswaan SD Islam Mahmudi Ilcham.
Karena terbiasa dengan lingkungan seperti itulah, siswa-siswi SD Islam terbentuk menjadi anak-anak yang unggul dalam bidang agama dan umum. Oleh karena itulah kepercayaan masyarakat masih sangat tinggi pada SD Islam. “Kini jumlah murid keseluruhan 423. Siswa baru sebanyak 72 anak. Setiap kelas dibagi dalam 2 ruang,” ungkap Mahmudi Ilcham.
“Alumni-alumni SD Islam banyak yang masuk di SMP maupun MTs negeri unggulan dan ada juga yang masuk di pondok pesantren besar,” ungkap Mahmudi. Bahkan alumni SD Islam yang telah dewasa banyak yang menjadi orang unggulan. “Abdul Mu’in menjadi staf Mensesneg, Ansori menjadi marinir, dan Ahalla Sauro berhasil ikut pertukaran pelajar Indonesia-Australia dan masih banyak lagi yang lain,” tandas Mu’in.
Ditanya mengenai kiat-kiat yang dilakukan guna tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap SD Islam, H. Abdul Mu’in menjelaskan ada 5 hal, di antaranya: meningkatkan kualitas lulusan. Menurutnya, peningkatan kualitas lulusan sangat urgen dilakukan pada waktu-waktu sekarang karena persaingan antar lembaga sudah begitu ketat.
Untuk meningkatkan kualitas lulusan itulah dia selalu mendorong dewan guru untuk selalu meningkatkan kreatifitas dan kualitas belajar di kelas. Penambahan beberapa mata pelajaran khusus juga diberikan, seperti bahasa asing dan bacaan-bacaan do’a serta asmaul husna. Selain itu, karena wacana yang dikeluarkan adalah sekolah berbasis kerakyatan, maka biaya sekolah di SD Islam juga sangat terjangkau bagi masyarakat.
Dengan penerapan kiat-kiat semacam ini, Mu’in mengatakan bahwa sampai sekarang para alumni yang kini telah mempunyai anak usia sekolah dasar banyak yang menyekolahkan anaknya di SD Islam Makamagung. (wakhid)

Gembul yang Diyakini Tempat Berkumpulnya Walisongo

Capai Lokasi harus Naik Tangga 2,5 M

Penulis: Kangaidi

BELUM TERURUS: Lokasi Gembul di Desa Jadi, Semanding berada di atas pegunungan kapur. 
Petilasan yang menempel di dinding gunung kapur bertutupkan kain putih itu terdiri dari dua pintu, ada gambar sketsa Walisongo sebagaimana gambar-gambar yang dijual di pasar-pasar dengan bahu harum semerbak bunga kencana dan bunga bureh. Untuk menuju lokasi itu, terlebih dahulu harus melewati tikungan, tanjakan gunung-gunung kapur. Setelah itu, harus naik tangga setinggi 2.5 meter. Di sanalah tempat petilsan Walisongo yang dikenal dengan sebutan “Petilsan Gembul”. Letaknya ada di Desa Jadi, Semanding Tuban.
Bagi masyarakat Tuban, petilasan gembul memang tidak begitu banyak yang mengetahui. Yang datang ke sana juga tidak banyak. Justru yang banyak datang ke sana adalah masyarakat Lamongan, Semarang, Bojonegoro, Kalimantan, Sumatera, dan Malaysia.
“Dinamakan Gembul karena tempat itu merupakan tempat berkumpulnya Walisongo. Gembul berasal dari kata gembu yang artinya tempat berkumpul” kata Samidin, juru kunci patilasan Gembul. Dia menjadi juru kunci Gembul sudah 20 tahun setelah menggantikan bapaknya.
“Kalau pembukuan tentang asal mula Gembul itu memang tidak ada. Saya pernah ingat Mbah Syifa’ pernah mengatakan kalau Walisongo memang pernah berkumpul di sini. Sebelumnya sudah ada Syekh Muhyidin sedang Riyadhoh di sana. Baru  kemudian Walisongo berkumpul di situ,’’tutur Mashadi, kepala desa Jadi.
Mashadi menambahkan, berkumpulnya Walisongo di kawasan itu adalah guna membahas rencana pembangunan masjid Demak. Dari pertemuan itu disepakati kalau masjid Demak harus menjadikan. ‘’Karena itu, desa ini namanya Desa Jadi karena keputusan pokoknya masjid Demak harus jadi.”
 Bangunan petilasan Gembul, memang sejak dulu hingga sekarang masih seperti itu. Tidak ada yang merubahnya atau merenovasi. Hanya ada penambahan sedikit seperti keramik, sedang kain putih yang sudah lusuh dan sobek hanya ditambahi di atasnya dengan kain putih yang baru. Kain putih yang lama tetap dipasang.
“Dulu Bupati Hindarto punya rencana akan membangun untuk dijadikan obyek wisata. Beliau sudah datang bersama rombongan. Mereka bawa foto, ada yang bawa shooting, sudah ada gambar calon bangunannya. Namun ketika difoto dan disyuting, tidak tampak. Disyuting juga tidak muncul. Sehingga niatan itu tidak dilaksanakan,” ungkap Samidin, warga Rengel yang sedang berkunjung ke Gembul.
Sejauh ini memang belum ada keinginan untuk dijadikan sebagai tempat obyek wisata atau wisata religi. Selain karena akses menuju ke sana yang sulit, kebersihan juga belum terjaga. Di sekitar petilasan Gembul masih banyak kera yang berkeliaran.
“Kalau dijadikan obyek wisata, sebelum ada petunjuk, tidak akan dilaksanakan Mas,” kata Samidin.
“Anggota DPRD Tuban pernah ke Gembul sana Pak Warsito dan Pak Kasmani. Meski mereka datangnya tidak bersamaan tapi keduanya punya maksud yang sama yaitu mengusulkan ke bupati agar petilasan gembul dijadikan sebagai obyek wisata. Dan menurut saya juga bagus, saya sangat setuju karena tempatnya strategis tapi harus dijaga kebersihannya dulu,” kata Mashadi.
Selain di atas ada petilasan, di bagian bawah juga ada satu batu yang berbentuk lonjong berdiri. Ada yang mengatakan bahwa dulu itu pada saat Walisongo berkumpul di sana digunakan sebagai tempat ikatan gajahnya walisongo. Memang sepintas batu itu kecil dan bisa dipeluk, akan tetapi tidak semua orang yang mampu memeluk batu itu. Sebagian pengunjung meyakini jika memeluk batu itu dan bermunajat kepada Allah segala yang menjadi keinginannya akan tercapai asal pelukannya bisa menjangkau tangan satunya.
Meski di petilasan gembul ini tidak ada makam, namun setiap pengunjung harus tetap selalu menjaga hatinya dari segala niat yang buruk dan selalu menjaga kesucian.

“Dulu pernah ada anak-anak SMA dari Pondok Lamongan. Mendadak ada 10 santri yang tiba-tiba kesurupan dan baru sembuh setelah minum air di situ. Setelah ditelusuri ternyata 10 santri tadi sedang bulanan atau menstruasi tetapi tetap naik dan tidak mengaku. Padahaal sebelumnya sudah diingatkan,” ungkap Samidin. (kangaidi)
TAK MENJANGKAU: Wartawan NUsa (Wakhid) mencoba merangkul batu yang diyakini masyarakat sebagai pengikat gajah Walisongo di Gembul.

Rabu, 01 Agustus 2012

DARI KAMI TABLOID NUsa EDISI 03//Butuh Dukungan Semua Elemen NU

TROBOSAN: Tim NUsa Suwandi (kiri) saat menawarkan Tabloid Nusa Edisi 02 kepada penjual Toko Buku Pustaka Ilalang Manunggal Tuban.

Ikhtiar agar NUsa eksis terus kami lakukan. Menjelang penerbitan ketiga ini, kami terus melakukan terobosan agar tabloid yang sudah berhasil diterbitkan ini terus langgeng dan hadir setiap awal bulan.  
Langkah pertama yang kami lakukan adalah membentuk tim pemasaran yang fokus menangani distribusi tabloid. Alhamdulillan ada beberapa personel yang semula aktif di redaksi, menyatakan diri akan fokus di pemasaran (distribusi). Selain itu, ada beberapa personel baru yang memang bergabung ke NUsa untuk menangani pemasaran.
Berikutnya adalah tim iklan. Sejauh ini –karena keterbatasan dana dan personel--, kami belum berhasil membentuk tim khusus yang menangani iklan. Untuk pencarian iklan, sementara di-handle oleh tim redaksi. Alhamdulillah, meski belum ada tim khusus, namun iklan mulai bisa kita peroleh. Ke depan, kami berharap tim ini akan terbentuk dan bisa menjadi urat nadi kehidupan NUsa. Sebab, tanpa pemasukan dari iklan, NUsa tentu berat untuk terus hadir menyapa pembaca.
Sedang untuk tim redaksi, alhamdulillah kini jumlahnya semakin memadai. Bebarapa kader NU mulai bergabung di bagian ini. Dan yang patut disyukuri, anak-anak muda NU ini ternyata memiliki bakat yang baik dalam bidang tulis menulis. Mereka juga memiliki kinerja yang baik. Ini –untuk kesekian kalinya--membuktikan bahwa kader-kader NU adalah kader-kader yang hebat. Bila selama ini ada kesan kurang mampu, itu hanya faktor menejemen saja.
Langkah selanjutnya yang juga kami lakukan adalah menjalin komunikasi dengan beberapa elemen di NU. Menjelang Ramadlan kemarin, kami bersilaturrahmi dengan Ketua Lazisnu Nur Taufiq dan Direktur Aswaja Center NU Tuban Syariful Wafa. Dengan Lazisnu kami ingin bersinergi dalam hal pemasaran. Kami ingin mempublikasikan laporan keuangan Lazisnu secara rutin tiap bulan. Dengan harapan, mereka yang selama ini menjadi donatur Lazisnu sekaligus menjadi pelanggan NUsa. Sedang dengan Aswaja Center, kami ingin bersinergi dalam hal pengembangan wacana ke-NU-an (keaswajaan).
Ke depan, tentu kami tidak hanya akan menjalin komunikasi dengan Lazisnu dan Aswaja Center. Namun, akan membuka silaturrahmi dengan lebih banyak lagi elemen di NU Tuban. Kami sangat menyadari, tanpa dukungan semua elemen NU, NUsa yang dilahirkan memang untuk warga nahdliyin, tidak akan bisa langgeng dan berkembang secara baik. Harapan kami, semoga semua elemen NU Tuban sudi memberikan dukungan kepada kami.
Wassalam


Tim Redaksi