RAPAT REDAKSI NUsa

Akhmad Zaini (Pimred Tabloid NUsa) memimpin rapat redaksi di halaman kampus STITMA Tuban.

DIKLAT JURNALISTIK

Peserta diklat jurnalistik dan crew Tabloid NUsa berpose bersama usai kegiatan diklat.

SILLATURRAHMI

Ketua LP. Ma'arif NU Kab. Tuban dan Pimred Tabloid NUsa berkunjung ke Rumah Gus Rozin (Putra KH. Sahal Mahfudz).

NUsa PEDULI SPESIAL

Mustain Syukur (Ketua PCNU Kab.Tuban) dan Fathul Huda (Penasehat LP. Ma'arif NU Tuban) berpose bersama siswa yang mendapatkan santunan NUsa Peduli.

STUDY BANDING LP. MA'ARIF NU KAB. TUBAN

Akhmad Zaini, ketua LP. Ma'arif NU Kabupatn Tuban saat menerima cinderamata dari LP. Ma'arif Kab. Pasuruan.

RAPAT BERSAMA

Pengurus PCNU, Pengurus LP. Ma'arif NU, PC.Muslimat Tuban, PC.Fatayat NU Tuban saat rapat bersama membahas pendidikan di Kabupaten Tuban.

GROUP SHOLAWAT SMK YPM 12 TUBAN

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

TURBA MAARIF NU TUBAN KE RENGEL

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

NUsa PEDULI EDISI 23

Tiga siswa berada di naungan LP. Ma’arif menerima santunan yang diberikan langsung oleh Dirjen Pendis (kanan) dan Kapala Kemenag Tuban.

PENGURUS PC. LP MA’ARIF NU

Beberapa Pengurus PC. LP Ma’arif NU Tuban siap bekerjasama demi kemajuan pendidikan di Kabupaten Tuban.

AVANZA UNTUK OPERASIONAL MA’ARIF NU TUBAN

Zaini (Ketua PC. LP. Ma'arif) menerima hadiah mobil dari Bupati Tuban secara simbolis pada acara Rakor kepala sekolah dan pengurus yayaasan se-kabupaten Tuban.

PRESTASI FATAYAT

Fatayat NU Tuban Masuk 10 Besar Lomba Rias Provinsi.

JUARA MTK

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

TIM TABLOID NUsa

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

Selasa, 04 September 2012

TABLOID NUsa EDISI 04

TABLOID NUsa EDISI 04



Anda bisa membaca Tabloid NUsa EDISI 04 di Layar Komputer, Laptop, HP/I-Pad File PDF silahkan Anda klik ikon download di bawah ...
Setelah itu buatlah akun 4shared jika anda belum punya, tetapi jika sudah punya. Anda cukup masuk ke akun dan bisa download



Tempat Bersila Walisongo di Pantai Gadon Tambakboyo Tuban

SEPI: Cungkup yang menaungi batu merah petilasan Walisongo (atas) dan suasana dalam cungkup.

Penulis: Thoni Mukharrom (Tulisan Oktober 2012)

Petilasan ini sudah diketahui keberadaannya sejak jaman pendudukan Jepang. Mbah Hambali, sesepuh desa Gadon Kecamatan Tambakboyo yang pertama membukanya—sekitar tahun 50-an. Setelah itu diteruskan oleh Mbah Modin Mahfud, warga Mander bersama Mbah Gampang. Setelah keduanya wafat, petilasan ini diurus oleh Mbah Tardji dan Mbah Wawan, keduanya warga desa Pulogede, Tambakboyo. Sejak ditinggal wafat Mbah Tardji dan Mbah Wawan, sekitar tahun 1990-1995 petilasan ini tidak ada yang mengurus sehingga kembali singit, akibatnya tak ada orang yang berani menyambanginya.
Baru akhir 1995 ada seorang yang begitu peduli dengan peninggalan bersejarah umat Islam itu. Dia adalah Marzuki warga desa Gadon, Tambakboyo. Dia memperjuangkan agar petilasan Walisongo ini kembali dikunjungi dan tidak menyeramkan.
Petilasan ini dulu berbentuk batu merah dengan bekas orang sedang bersila. Sekarang di atasnya sudah dibangun rumah kecil. Dulu ada keluarga dari Jombang yang mengusulkan untuk dibangun rumah kecil. Rumah kecil ini baru berdiri 2010 lalu. Sebab, kalau ada pezirah yang datang, ada saja ulahnya, ada yang mengambil batu merah petilasan dengan sendok.
Menurut juru kunci pertama, petilasan ini adalah bekas Sunan Bonang. Tapi kalau ada orang yang datang, tempat ini berbeda-beda ceritanya. Dulu pernah ada peziarah bernama Kyai Muksin dari Malang.  “Mbah Yai kok sumerap, lah Malang mriki kan tebih?” tanya Marzuki.
“O, nggeh, kulo winginane dalu diimpeni Sunan Kalijogo, terose teng mriki enten petilasan,” jawab Pak Kyai Muksin.
Kebenaran tentang apakah itu petilasan Sunan Bonang atau Sunan Kalijaga belum dapat dipastikan. Sebab dari penuturan juru kunci dan pezirah yang datang berbeda versi. Dulu saat pertama kali ditemukan oleh kakeknya Marzuki, diyakini sebagai petilasan Sunan Bonang. Setelah banyaknya pengakuan pezirah yang mengatakan petilasan Sunan Kalijaga, petilasan ini dinamakan petilasan Walisongo.
Pada 1987 ada seorang warga bernama Hambali menyuruh membangun mushola di petilasan ini. Saat itu Marzuki belum berani mengiyakan karena memang belum mempunyai kewenangan. Setelah para sesepuh meninggal dunia, baru beberapa tahun lalu, tepatnya 2010 mushola ini selesai dibangun. Dia berani melaksanakan niat tersebut. Kebetulan ada ustad dari Pemalang yang menikah dapat orang Gadon, ustad tersebut setuju dengan pembangunan mushola di komplek petilasan ini. Sedangkan biaya pembangunan mushola didapat dari swadaya masyarakat
“Kalau ada yang mengasih sumbangan ya saya belikan material. Saya sendiri  malu meminta,” ungkapnya.
 Niat Marzuki membangun mushola ini agar bisa dibuat beribadah. Bukan malah dibuat membakar menyan dan perbuatan menyimpang dari ajaran Islam.
 “Saya juga selalu mengingatkan agar para peziarah tidak meminta kepada selain Allah. Di sini cuma menghormati saja,” tandas Marzuki.
Soal peristiwa aneh aneh yang pernah terjadi, Marzuki menuturkan, dulu pernah ada kejadian pencurian selambu petilasan oleh empat anak kecil dan dibuat celana pendek. Setelah dipakai, ada yang lehernya menoleh dan tidak bisa kembali, yang satu pinggangnya melintir. Dan yang satunya dengkulnya bengkak. ‘’Pokoknya empat orang itu dapat penyakit semua. Dan sembuh setelah meminta maaf kepada Allah di tempat ini,” cerita Marzuki.
“Ada juga yang pernah mau menggusur tempat ini. Oleh masyarakat yang tidak suka. Karena dianggap menyekutukan Allah. Orang itu akan menggusurnya, malam harinya ia melihat ada ular besar dan akan menggigitnya. Akhirnya niat itu tidak jadi dilaksanakan,” imbuh Marzuki.
Terlepas dari peristiwa tersebut, Marzuki berharap hendaknya kita turut serta menhormati dan menjaga  sejarah berkembangnya Islam di tanah Jawa.
Ditambahkan, setiap malam Kamis Legi ada kegiatan ngaji manaqib yang dipimpin oleh kiai setempat. Ada sekitar 20 orang yang datang setiap bulannya. Setiap malam jumat ada kegiatan tahlilan. Pengunjung petilasan ini per hari rata-rata hanya empat orang.

Selain itu setiap malam Kamis Kliwon ada banyak peziarah dari desa Tanjang. Tapi datangnya hanya sebelum panen dan sesudah panen. Mereka juga melakukan manaqib. Kegiatan tersebut masih berlangsung hingga sekarang.(thoni)

Petilasan Walisongo yang berada di pinggir pantai Gadon Tambakboyo Tuban.

Bermodal Kemauan dan Kepercayaan

KERJA KERAS: H. Anwar (kanan) bersa-ma dua orang dekatnya men-gawasi lahan pertanian yang dipenuhi dengan padi yang siap dipanen.
Penulis: Wakhid Qomari-Tulisan 2012

Siapa bilang berwirausaha membutuhkan modal yang besar? Siapa bilang kalau uang adalah modal pokok untuk memulai sebuah usaha? Dan siapa bilang kalau tanpa uang seseorang tidak mungkin bisa mengembangkan usaha?

Memang kebanyakan orang mengatakan bahwa untuk memulai sebuah usaha uang menjadi modal utama yang pertama kali harus dimiliki. Namun itu tidak berlaku bagi H. Anwar, pengusaha kelahiran Gresik yang berhasil mengembangkan usahanya di Tuban. “Uang hanyalah faktor pendukung dalam berwirausaha, bukan satu-satunya modal yang wajib dimiliki untuk memulai sebuah usaha,” katanya.
Dikatakan, hal yang paling utama untuk memulai sebuah usaha adalah kemauan dan kepercayaan, dalam arti mampu mengemban amanat. Jika seseorang sudah memiliki  dua hal tersebut maka segala hal yang berhubungan dengan usaha akan berjalan dengan sendirinya, termasuk uang. “Uang akan mengikuti alur pemikiran orang-orang yang memiliki kemauan tinggi dan kepercayaan besar dalam mengembangkan usaha,” kata bapak beranak tiga ini.
Lebih lanjut dikatan, seorang yang tidak memiliki uang sekalipun bisa memulai usahanya hanya dengan bermodalkan kemauan dan kepercayaan. Dengan memiliki kemauan, setiap orang akan senang dengan pekerjaannya dan itu mempermudah untuk mengembangkannya. Sedangkan dengan modal kepercayaan setiap orang akan mendapatkan kepercayaan timbal balik dari orang lain, sehingga mempermudah segala hal yang dibutuhkan untuk membuka usaha. Termasuk uang.
Bagi Anwar sosok seorang pengusaha harus memiliki tiga hal penting jika menginginkan uasahanya berkembang. Pertama seorang pengusaha harus mampu menjadikan tugasnya sebagai berkah, bukan beban. Berkah karena Tuhan masih memberikan keluasan waktu dan tenaga untuk menjalani pekerjaan tersebut. “Dengan mendapatkan tugas atau pekerjaan seseorang masih mendapatkan belas kasih Allah, dan itu merupakan berkah yang sangat berharga,” tegasnya.
Kedua, seorang pengusaha tidak pernah memiliki musuh, pesaing, atau lawan bisnis. Setiap orang yang dihadapi oleh pengusaha adalah teman, kendati secara strategis merupakan pesaing. Orang yang mengembangkan usaha yang sama dengan usahanya dan berpeluang untuk menghancurkan masa depan usahanya pada hakekatnya bukan merupakan musuh, tapi teman yang akan membantu membuka peluang lebih banyak belajar tentang bisnisnya.
 “Dengan demikian seorang pengusaha jangan pernah takut dengan persaingan, karena mereka adalah teman-teman yang membantu membesarkan usaha, kendati cara-cara yang ditempuh  sama,” katanya. Dalam mengembangkan masakan misalnya, orang boleh sama resepnya tapi rasa pasti beda. Demikian Anwar memberikan perumpamaan tentang banyaknya persaingan bisnis dengan kategori yang sama.
Ketiga, seorang pengusaha harus membuka diri, dalam arti menerima masukan, kritik, saran, dan mau berintropeksi diri dari semua kesalahan yang telah dilakukan. Dengan memberanikan diri untuk berintropeksi diri seseorang akan mengetahui kelemahannya dan bisa memperbaiki sehingga menjadi lebih baik. Dikatakannya, bahwa membuka diri akan memberikan peluang lebih banyak kepada seseorang untuk mendapatkan rahasia-rahasia yang telah membuatnya gagal.
“Gagal adalah pohon untuk belajar lebih banyak lagi peluang-peluang keberhasilan, sedangkan membuka diri untuk menerima kritikan dan masukan adalah buahnya,” demikian Anwar berfilsafat.
Ketiga hal itulah yang diterapkan oleh Anwar untuk mengembangkan bisninya, kontraktor dan pertanian.

Berangkat dari Nol
Anwar pertama kali memulai usaha kontraktor tanpa ada modal sepeser pun. Ia mendirikan CV. Noviana pada 1993. Pada tahun pertama kerja perusahaannya sudah memiliki banyak keuntungan dan aset yang bernilai jutaan rupiah. Dan modalnya cukup sederhana, keyakinan dan kepercayaan. “Kunci keberhasilan dalam berwirausaha bukan pada berapa modal uang yang kita miliki, namun seberapa kuat kita ingin menjalani usaha itu dan mengemban amanat sebagai tugas yang mulia,” katanya.
Perkembangan itu dilanjutkan pada 1997 dengan merubah nama usahanya menjadi CV. Fimaco. Hasilnya sama, menghasilkan keuntungan yang melimpah dan aset yang lebih banyak.
Kemudian pada 2001, ketika di kawasan Tuban masih langkah pupuk orea petrokimia Gresik CV. Fimaco memanfaatkan kesempatan itu. Ia menjadi satu-satunya penyedia pupuk orea di kabupaten tuban. Tentu saja kondisi tersebut menjadikan usaha Anwar semakin berkembang pesat dan tidak memiliki halangan yang potensial.
Sukses sebagai penyedia pupuk orea memberikan ide bagi Anwar untuk mengembangkan pertanian lebih jauh. Dia membaca peluang yang tak terbaca oleh para petani tradisional. Sebuah metode yang sebetulnya sudah banyak diajarkan di dalam agama. “Saya hanya melaksanakan apa yang ada di dalam al-qur’an, bahwa usaha pertanian merupakan usaha yang paling barokah,” jelasnya.

Kunci mengembangkan Pertanian
Menurut ketua Pimpinan Cabang Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama Kabupaten Tuban ini para petani tradisional, khususnya petani desa banyak melakukan kesalahan dalam menjalani prosedur dalam bertani. Baginya masyarakat desa yang mayoritas muslim tidak menjalani kewajibanya sebagai seorang petani. “Mereka sering lupa dengan kewajiban membayar zakat dari hasil panennya. Padahal membayar zakat merupakan intruksi Tuhan dan cara mudah untuk sukses sebagai petani,” jelasnya.
Mengenahi zakat pertanian Anwar memberikan perbandingan, orang Bali yang notabenenya Hindu memiliki kebiasaan yang unik setiap selesai panen. Pada saat masa panen tiba mereka akan mengambil hasil tanamannya di sawah, lalu membiarkan 20 persen dari tanaman itu untuk tidak dipanen. Orang-orang Bali menyebutnya itu sebagai persembahan terhadap alam yang telah memberikan kesuburan pada tanahnya. Sebagian ada yang mengatakan sebagai persembahan kepada para dewa kesuburan. 20 persen tanaman tersebut dibiarkan saja, seolah mempersilahkan burung-burung dan serangga untuk menikmatinya. Jika sampai pada masa panen berikutnya masih ada yang tersisa, atau masih utuh semua maka akan menjadi haknya kembali dan boleh dipanen. Yang penting pada masa pasca panen bagian 20 persen sudah disisakan untuk alam.
Dalam Islam persembahan itu tidak lain adalah zakat yang hanya 10 persen dari hasil panen. Dan hal itu kurang dihayati oleh kebanyakan petani muslim. “Orang muslim jauh lebih sedikit dalam membayar hasil panennya kepada (pencipta) alam, namun jarang sekali hal itu menjadi renungan yang menyadarkan,” tegasnya. Karena itu, jangan salahkan jika kemudian terkadang musim panen tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Satu kesalahan lagi para petani tradisional, khususnya di Tuban adalah ketika memperlakukan tanaman. Bagi Anwar petani Tuban lupa kalau tanaman juga mahluk hidup, sama halnya dengan hewan dan manusia. Hanya saja tanaman gerakannya tidak terlihat secara nyata layaknya hewan dan manusia.  
Dikatakannya,  tanaman memerlukan perlakuan yang lembut, ramah, manja, dan kasih sayang seperti dalam merawat hewan. Mereka butuh diberi perawatan yang layak dan proporsional. Misalnya dalam memberi pupuk harus tepat, tidak kurang tidak lebih. Begitu juga memberi air, harus pas dan tidak berlebihan. Metode itu diterapkan olehnya dalam pengembangan pertaniannya, dari jagung, padi, hingga melon.
“Hasilnya cukup luar biasa, dalam satu tahun kami bisa mencapai penghasilan kurang lebih 8 miliar untuk setiap 1 hektarnya,” ungkapnya bangga.
  Dari situlah, dia berprinsip, di dunia ini tidak ada pekerjaan yang lebih menguntungkan dan memberikan keberkahan hidup selain pertanian. Hal itu dibuktikan dengan beban zakat maal yang dibebankan pada para pengelola pekerjaan pertanian lebih banyak dibandingkan dengan pekerjaan yang lain, perdagangan dan peternakan, misalnya.
Lebih lanjut, Anwar mengatakan kesalahan para petani desa, meraka kurang bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya. Para petani melakukan kesalahan fatal dan sangat beresiko, baik dalam segi syariah maupun ekonomis. Mereka menjual hasil panennya dalam kondisi masih mentah. Atau dengan kata lain “ditebaskan” kepada orang lain. Menebaskan sawah yang masih belum jelas hasilnya dalam kacamata syariah sangat dilarang, tapi selalu dilakukan oleh para petani.  Apalagi dalam sisi ekonomis, jika dikalkulasi dengan benar ternyata lebih banyak ruginya dari pada untungnya.
“Padahal jika para petani mau serius menekuni pekerjaannya dan mengelola dengan baik sawahnya mereka pasti mampu menghasilkan hasil yang cukup memuaskan,” kata Anwar.

Jiwa Kewirausahaan
Sebagai seorang pengusaha Anwar memang memiliki insting bisnis yang luar biasa. Ia tidak ragu dalam melangkah, tidak segan dalam mencoba, dan tidak takut ketika bersalah. Bagi Anwar kesalahan merupakan langkah awal yang tepat untuk belajar menjadi seorang pengusaha.
Dia pun membedakan antara pengusaha dengan akademisi. Perbedaan seorang akademisi dan pengusaha sangat besar. Akademisi selalu melangkah dengan penuh perhitungan dan ragu-ragu, sedangkan pengusaha selalu melangkah dengan berani dan tidak takut salah.
Kepada para karyawannya Anwar mendorong untuk belajar menjadi wirausaha yang baik dan berharap sukses dengan kemampuannya sendiri. “Saya sangat senang dan bahagia ketika melihat anak buah saya menjadi seperti saya, bahkan lebih baik. Dan saya berharap itu selalu terjadi,” tegas lulusan D3 Teknik sipil Universitas Brawijaya Malang ini.

Karena itulah sosok pekerja keras ini lebih simpati terhadap para wirausahawan daripada PNS. Baginya sekarang bekerja sebagai PNS banyak dilakukan dengan cara yang kurang baik, terutama ketika melamar. “Tidak kurang dari 150 juta uang yang harus dikeluarkan untuk menjadi PNS, dan itu cukup untuk digunakan berwirausaha,” tegasnya. Karena itulah Anwar lebih menyarankan untuk berwirausaha daripada berebut kursi jabatan di PNS. (syihab)

Anggota Sekar Melati Tuban Peduli Anak Yatim dan Kaum Dhuafa

GERAKAN SOSIAL: Ibu-ibu anggota Sekar Melati pada acara penyerahan santunan Ramadhan lalu.
Penulis: Wakhid Qomari-Tulisan Sep 2012

TUBAN KOTA-Sekitar 289 anak yatim piatu dan para dhuafa, pertengahan Ramadhan lalu berkumpul di Gedung Juang, Jl. Pramuka, 18 Tuban. Mereka berada di tempat tersebut untuk menerima santunan ya
ng hendak dibagikan oleh ibu-ibu yang tergabung dalam Sanggar Sekar Melati.
Selain pembagian santunan, acara yang dimulai pukul 16.00 WIB, juga diisi dengan taushiyah agama oleh Gus Mat dari Bojonegoro. Dalam tausiyahnya, Gus Mat menceritakan kisah seorang hamba yang sangat ikhlas dalam bersodaqoh.
Ketua Sanggar Sekar Melati Nur Istikhawari (47), menuturkan, sanggar ini didirikan pada 15 Maret 2002 oleh dr. Suci Hardiono, bersama 20 anggota lainnya yang berasal dari sekumpulan ibu-ibu pengantar anaknya ke TK. Mereka adalah ibu-ibu yang peduli masalah sosial, mengumpulkan dan menyalurkan dana swadaya kepada kaum yang membutuhkan, terutama anak yatim dan kaum dhuafa. Karena banyak kegiatan sosial yang dilakukan, banyak ibu-ibu yang tertarik bergabung, sehingga sekarang anggotanya sudah lebih dari 60 orang.
“Sebagai orang yang berkecukupan kita jangan menutup mata melihat orang miskin yang kurang makan,” tutur dokter yang juga aktif di Muslimat NU ini. Dokter Nur –panggilan akrab Nur Istikhawari—menambahkan, perencanaan berbagai acara sosial dibahas dalam kegiatan rutin bulanan, yaitu dalam arisan ibu-ibu anggota Sanggar Sekar Melati.
 Ditambahkanm, Sanggar Sekar Melati adalah organisasi swadaya. Siapapun bisa bergabung dengannya, yang penting  mereka peduli dengan masalah sosial.

 “Organisasi ini bukan organisasi politik. Pokoknya kami hanya pengen membuat bapak ibu bahagia.” ujar Ibu yang bersuara lembut itu. (thoni)

Aktifkan PAC Melalui Ranting


Penulis: Wakhid Qomari-Tulisan 2012

TAMBAKBOYO- Lama vakum, membuat Mun’im, ketua PAC Anshor Tambakboyo, tak sabar. Dia ingin kembali menghidupkan eksistensi Anshor di tingkat kecamatan itu. Namun untuk menuju ke sana, dia memulainya dengan memunculkan kegiatan di ranting. Ranting Anshor pertama yang dijadikannya sebagai pioner adalah Ranting Dasin, desa di mana dia tinggal. Dia mendorong Ranting Anshor Dasin mengikuti Turnamen Sepak Bola “Sumpah Pemuda” yang diadakan oleh Karang Taruna Desa Dasin.
Bahkan saat tim Banser (Anshor) melawan tim Waru Bolong (Sabtu,06/10/2012), dia ikut menjadi salah satu pemain Banser. Dengan persiapan apa adanya dan komposisi pemain rata-rata usia 30-an ke atas, permainan berlangsung lucu. Sering terjadi pergantian pemain di kubu Banser. “Ya.., inilah permainan sepak bola klasik dan menarik. Kedua kubu terdiri dari golongan tua. Telah terjadi 50 kali pergantian pemain dari kubu Banser,” ungkap panitia dengan bercanda.
Mun’im mengatakan bahwa keikut-sertaan Banser itu tidak berorientasi pada kemenangan, tapi hanya ikut andil meramaikan kegiatan sambil mengaktifkan Anshor saja.
Mbah Kiai Mukhalik, Penasihat PC Banser Tuban yang juga warga Desa Dasin turut hadir menyaksikan permainan punggawa Banser Dasin. Dia mengatakan bahwa dia meristui keikut-sertaan Banser Dasin, di samping ikut meramaikan acara juga untuk mendamaikan apabila terjadi kerusuhan. “Setiap acara seperti ini kan biasanya terjadi tawuran. Lha Banser saya setujui ikut agar bisa mendamaikan. Agar yang mau tawur itu sungkan karena ada Banser,” ungkapnya.

Hasil akhir permainan itu adalah 1-0 dengan kemenangan di tangan Banser. Darmuji adalah satu-satunya pencetak gol dalam permainan itu. (wakhid)

Desa Tobo Juara Festival Tongklek

JAGA TRADISI: Wakil Bupati Tuban, Noor Nahar memberangkatkan peserta Festival Tongklek


Penulis: Suwandi-Tulisan 2012

TUBAN KOTA - Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) yang tersebar di 20 kecamatan di Kabupaten Tuban menggelar agenda di bulan Ramadhan secara serentak. Yakni festival tongklek, festival rebana dan sebagian ada yang mengadakan pelantikan. Kegiatan tersebut dihelat pada 13-14 agustus 2012. Festival tongklek merupakan agenda rutin yang tiap bulan Ramadlan diadakan oleh PC IPNU dan IPPNU.
Festival tongklek dimaksudkan sebagai upaya menyelamatkan budaya dan tradisi yang sudah turun temurun. ‘’Kegiatan ini bukan hanya ajang perlombaan saja, namun juga sebagai sarana mengembangkan potensi diri,” kata Istianah, sekretaris kegiatan Festival Tongklek PC IPNU dan IPPNU Tuban.
Festival Tongklek IPNU-IPPNU  Tuban 2012 ini diikuti oleh 91 peserta dari berbagai kecamatan. Peserta tongklek disyaratkan untuk melantunkan shalawat, irama musik yang serasi dan penampilan kostum yang menarik serta diperbolehkan melakukan aksi-aksi sesuai degan tema. Peserta di tingkat kabupaten adalah para pemenang atau juara yang ada di tingkat kecamatan.
Wakil Bupati Tuban, Ir. H. Noor Nahar Husein, M. Si yang membuka acara tersebut berpesan agar peserta festival tongklek bersikap disiplin dan teratur agar pelaksanaan bisa terkendali dengan tertib dan aman. Setelah dibuka, peserta memamerkan kebolehannya sepanjang rute yang dilalui, yakni start dari alun-alun Tuban, lalu Jl. Veteran, Jl. Basuki Rahmat Jl. K.H Agus Salim, Jl. Ronggolawe, Jl. Pemuda, ke Jl. Basuki Rahmat dan kembali ke alun-alun Tuban lagi. Puluhan Banser dan kepolisian berjaga- jaga untuk mengamankan acara tersebut.

Festival tongklek  IPNU-IPPNU Tuban 2012  dimenangkan oleh grup tongklek dari Tobo, Merakurak. ‘’Kami tidak menyangka kalau mendapatkan juara umum. Kami sangat senang bisa membawa  pulang tropi ini. Semoga kami bisa mempertahanka juara ini sampai beberapa tahun,” kata tim dari Tobo. (suwandi)

Pawai Obor Meriahkan Malam Lebaran

SEMARAK: Anak-anak terlihat riang menjelang pemberangkatan pawai obor di Desa Penambangan Kecamatan Semanding, Tuban.
Penulis: Suantoko-Tulisan 2012

SEMANDING- Pawai ratusan obor meriahkan malam Lebaran di Desa Penambangan, Semanding, Tuban pada 18 Agustus 2012 lalu. Kegiatan berlangsung usai sidang itsbat (penetapan 1 Syawal 1433 H), oleh pemerintah. Pawai obor tersebut diikuti oleh seluruh santri (Taman Pendidikan Al-Quran) TPA, jamaah tahlil, dan jamaah diba, serta masyarakat Penambangan pada umumnya. Para peserta berkumpul dan bergerak dari masjid An-Nur Desa Penambangan, menyusuri jalan desa sepanjang 3 kilometer dengan berjalan kaki. Pawai obor penerang tersebut berakhir di halaman Masjid Baabussalam di desa setempat.
             “Masyarakat antusias sekali. Bukan cuma santri TPA saja, melainkan masyarakat Penambangan pada umumnya. Kami tidak membatasi peserta pada santri TPA saja, melainkan jamaah mushola, jamaah diba, dan jamaah tahlil, yang ada di Desa Penambangan. Kami mengajak mereka untuk mengikuti kegiatan ini,” tutur Purnomo selaku ketua panitia pawai obor, ditemui dalam sela-sela acara tersebut.
            Kegiatan pawai obor ini merupakan agenda tahunan yang diadakan oleh pemerintah Desa Penambangan. Tujuan diadakan acara ini adalah menyemarakkan bulan suci Ramadhan, menyambut datangnya hari raya Idul Fitri, dan sebagai siar agama Islam. Selain itu juga melestarikan tradisi masyarakat Penambangan pada malam takbiran.
            “Tradisi pawai menggunakan obor merupakan simbol penerang agama Islam. Menyalakan obor merupakan tradisi secara turun-temurun yang dilakukan masyarakat Penambangan. Kami selaku generasi penerusnya, berusaha mempertahankannya. Selain itu, obor sebagai simbol siar agama Islam, sebagai penerang umat manusia,” kata Purnomo.  

            Wahyu, salah satu santri TPA Baabussalam Penambangan yang ikut pawai mengaku  senang mengikuti kegiatan ini, karena dapat berkumpul dengan teman-teman, sambil bermain pada malam hari. Apalagi pada malam takbiran. (antok)

Cerdas Cermat, SMK YPM 12 Tuban Nomor 13


Penulis: Wakhid Qomari-Tulisan 2012


TUBAN KOTA- SMK YPM meraih peringkat ke-13 pada Lomba Cedas Cermat 4 Pilar Bangsa Indonesia dilaksanakan di Aula SMAN 1 Tuban pada 07 Agustus 2012. Lomba tingkat SLTA (SMA/SMK/MA) negeri maupun swasta tingkat kabupaten Tuban itu diikuti oleh 32 sekolah. Setiap sekolah mengirim 1 tim yang terdiri dari 5 siswa.
Hadir dalam acara pembukaan, Hidariyah, wakil anggota MPR RI. Dia mengatakan bahwa usaha untuk mensosialisasikan 4 pilar bangsa (Pancasila, UUD ’45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika) adalah tugasnya sebagai anggota MPR RI. Selain itu, dia juga mengatakan bahwa ideologi Pancasila seharusnya tidak sekedar menjadi norma saja tapi harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Pancasila tidak menjadi sesuatu yang normatif, tapi harusnya mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari kita. Banyak hal yang bisa menggoncang ideologi kita. Oleh Karena itu, kita bertanggung jawab memperjuangkan ideologi itu,” ungkapnya.
SMK YPM Tuban hadir sebagai salah satu peserta dari SMK swasta. Nama-nama siswa SMK YPM yang dikirim adalah Wiwik Nur Khozanah, Anggono Kristianto, Ayu Triaprilia, Wantika dan Acong Wahyudi.
Ditanya mengenai persiapan, mereka mengaku kurang persiapan karena hanya mempunyai waktu 3 hari untuk belajar.
Lomba itu dibagi menjadi 3 babak: babak penyisihan, semi final dan final. Pada babak penyisihan, setiap tim diberi  satu lembar jawaban. Soal yang berjumlah 25 poin tersebut dibacakan panitia satu per satu. Setiap soal yang dibaca, semua tim diberi waktu 30 detik untuk menjawab dengan menulis jawaban di lembar jawaban yang diberikan. Sembilan tim yang akan diambil untuk masuk pada babak semi final dan selanjutnya tiga tim yang akan masuk dalam babak final.
Setelah seluruh soal selesai dibaca, semua lembar jawaban dikumpulkan kepada panitia. Dari hasil penilaian panitia, SMK YPM meraih peringkat ke-13. Supeni, guru pembimbing tim SMK YPM, mengaku lemas (baca: deg-degan) melihat hasil babak penyisihan. Namun, dia merasa puas dengan pencapaian itu. Menurutnya pencapaian itu sudah luar biasa mengingat persiapan yang dilakukan sangat minim. “Ini kan sebenarnya masih ada acara Pondok Ramadhan, jadi kemarin itu anak-anak fokus di acara tersebut,” ungkap guru PKn itu.
Senada dengan Supeni, Mahfud, ketua PC LP Ma’arif NU Tuban, yang berada di tempat saat acara berlangsung mengaku puas dengan apa yang dicapai tim dari SMK YPM. “Saya puas, katanya kurang persiapan tapi mampu mengungguli sekolah-sekolah negeri maupun swasta yang lain,” ungkapnya. (wakhid)

MI Baru Gratiskan Semua Biaya Pendidikan

SEDERHANA: Gedung MI Matholibul Huda.


Penulis: Wakhid Qomari-Tulisan 2012

JENU-Memasuki tahun pelajaran 2012/2013, PC LP Ma’arif NU mempunyai warga baru, yaitu MI Matholibul Huda Jenggolo-Jenu. Ketua Yayasan Ponpes Matholibul Huda Abdullah Fathul Munif mengatakan kalau MI yang dia kelola akan bernaung di bawah Ma’arif Tuban. “Kemarin sudah ketemu sama Pak Mahfud dan beliau mengijinkan,” ungkapnya.
Untuk proses perijinan madrasah kepada Kemenag Kabupaten Tuban, Gus Munif (panggilan akrab Fathul Munif) mengatakan bahwa hal itu masih dalam tahap pengajuan proposal pemberitahuan proses belajar mengajar kepada Mapenda-Kemenag kabupaten Tuban. Proses perijinan tersebut diyakini akan lancar sebab Bupati Tuban KH. Fathul Huda datang sendiri untuk menandatangani prasasti peresmian MI Matholibul Huda. Hadir pula saat penandatanganan prasasti itu, Mapenda Kakandepag Muhlisin.
Proses kegiatan belajar mengajar sementara menggunakan gedung serba-guna. Gedung itu dipakai untuk kegiatan MI Matholibul Huda di pagi hari, TPA Matholibul Huda di sore hari dan Majelis Ta’lim di malam hari. Namun, gedung MI Matholibul Huda sudah ada dan masih dalam proses pembangunan. Selain itu, Yayasan Ponpes Matholibul Huda juga masih mempunyai sebidang tanah seluas setengah hektar lebih yang akan dibangun gedung untuk kegiatan belajar mengajar.
Sementara murid pertama yang diperoleh sebanyak 18 anak. Semua biaya sekolah digratiskan. “Seragam, buku LKS, pendaftaran, dan SPP, semua gratis,” kata Gus Munif. Untuk mengelola madrasah, Gus Munif mengatakan dana berasal dari pengurus yayasan dan para donatur.
Dengan kondisi hanya satu-satunya madrasah yang berdiri di desa Jenggolo, karena yang lainnya adalah sekolah dasar negeri yang minim pelajaran agama, Gus Munif mengaku optimis ke depan murid MI Matholibul Huda akan bertambah dengan pesat. “Banyak masyarakat yang menginginkan putranya bersekolah di madrasah, tapi karena madrasah yang sudah ada sangat jauh-jauh, maka putra mereka banyak yang disekolahkan di SD negeri yang sedikit mata pelajaran agamanya,” ungkap ketua DPK LPPTKA Jenu ini.

Imam Halimi, guru PKn, Bahasa Indonesia dan IPS MI Matholibul Huda, mengatakan sebagian besar siaswa-siswinya mempunyai semangat yang tinggi. “Sebagian besar semangat mereka tinggi dan sangat interaktif,” ungkapnya. (Wakhid)

NUsa Bersilaturrohim ke Tokoh NU

SILATURRAHMI: Pada hari raya kemarin Tim Redaksi NUsa melakukan silaturrahmi ke sejumlah tokoh NU, di antaranya: Wakil Bupati Tuban Ir. Noer Nahar Husein.


Penulis: Wakhid-Tulisan 2012 

Momen hari raya Idul Fitri 1433 H tidak dilewati dengan sia-sia oleh NUsa. Pada hari ke-7 lebaran, tim redaksi NUsa (Suwarno, Sihabudin, M. Wakhid Q., Samsul, A. Suaidi M., dan Suantoko) dengan dipimpin langsung oleh Pimpinan Redaksi NUsa Akhmad Zaini bersilaturrohim ke beberapa tokoh NU. Di antaranya adalah KH. Kholilurrohman (rois syuriah), Noor Nahar Hussain (wakil bupati Tuban), Mahfud (ketua LP Ma’arif Tuban), dan Eko (sekretaris NU).
NUsa juga berkunjung ke kediaman KH Ahmad Mundzir (ketua tanfidziyah NU). Namun, ketika tim datang ke kediamannya, yang bersangkutan sedang pergi. Semula, NUsa juga merencanakan sowan ke Bupati Tuban KH Fathul Huda. Namun, pada saat itu Pak Huda sedang tidak ada di tempat.
Saat menerima NUsa, Wakil Bupati Tuban Noor Nahar Hussain mengapresiasi setinggi-tingginya kehadiran tabloid yang secara penuh dikelola para penulis muda nahdliyin ini. “Saya mengapresiasi setinggi-tingginya atas kehadiran tabloid ini. Semoga ini bisa menjadi media komunikasi antarwarga nahdliyin,” ungkap Noor Nahar.
Selain apresiasi, Wakil Bupati Tuban ini juga menekankan agar NUsa semakin menguatkan basis kekuatannya yakni warga nahdliyin Tuban dan menguatkan komitmen bersama untuk mempertahankan dan membesarkan NUsa.

Kiai Kholil, saat dikunjungi di kediamannya, menasihati tim NUsa agar tidak langsung berorientasi pada materi. “Jangan langsung memikirkan materi ketika mengurusi NUsa ini. Tapi berpikirlah seperti menanam pohon kelapa, di mana sekarang susah payah menanam, menyiram, memupuk dan baru 10 tahun kemudian kamu memanen buah kelapanya,” unngkapnya. (Wakhid)

Tim Tabloid NUsa saat sillaturrahmi ke rumah Nur Faeko (Sekretaris PCNU)
Pimred Tabloid NUsa Akhmad Zaini, Syihabuddin dan Suwarno sillaturrahmi ke rumah Mbah Kholilurrahman.

Sabtu, 01 September 2012

DARI KAMI TABLOID NUsa EDISI 04//Makin Eksis, NUsa Peduli Yatim

KEBERSAMAAN: Ketua LP. MA’arif NU Tuban Drs. Mahfud, M.Pd.I (dua dari kiri), memimpin doa pada acara buka bersama dengan anak yatim di rumah Pem-impin Redaksi NUsa Akhmad Zaini, Karang Pucang Tuban.
Tentu tiada kata yang paling indah yang layak kami sampaikan pada edisi ke-4 ini kecuali kami menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri, minal aidin wal faizin, taqabalallahu minna wa minkum taqabbal yaa karim. Kami seluruh jajaran redaksi NUsa mohon maaf bila ada salah dan khilaf.
Beikutnya, kami perlu menyampaikan puji syukur yang tiada kira, karena tabloid ini terus bergeliat. NUsa berkembang secara konsisten dan semakin mendapat kepercayaan masyarakat. Saat diadakan acara buka bersama dan evaluasi di rumah Pemimpin Redaksi NUsa, Akhmad Zaini, Jl. Karang Pucang, Tuban pertengahan Agustus lalu, staf Pemasaran NUsa, M. Zainal Arifin melaporkan NUsa telah beredar di hampir seluruh wilayah Tuban. “Hanya Widang dan Soko yang masih belum terjangkau,” ungkapnya.
Selain masalah pemasaran, iklan juga menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Beberapa pihak, baik perorangan, pengusaha, perusahaan, partai politik, dinas, sampai DPRD kabupaten Tuban mulai mempercayai tabloid ini untuk beriklan.
‘’Melihat kenyataan itu, saya yakin insya Allah NUsa akan eksis dan terus berkembang,’’ kata Pemimpin Redaksi NUsa Akhmad Zaini sembari mengungkapkan kegembiraannya atas kinerja anak-anak muda NU yang bergabung menggawangi penerbitan NUsa. ‘’Mengembangkan usaha keluarga secara sendirian hanya ditemani istri, saya bisa. Tapi kalau menerbitkan sebuah tabloid, tanpa adanya tim yang kompak dan solid, jelas tidak bisa. Sebab dibutuhkan kemampuan menulis, disiplin, kerja keras dan kekompakan anggota tim. Jadi, terbitnya NUsa ini adalah hasil kerja kolektif anak-anak muda NU yang patut dibanggakan,’’ tambah mantan redaktur Jawa Pos ini.    
Kini, NUsa juga membuat terobosan baru, yaitu NUsa Peduli. Program ini bertujuan untuk menggalang dan menyalurkan dana sosial dari masyarakat. Selain dana dari masyarakat, dana yang masuk ke dalam program ini berasal dari potongan prosentase hasil perolehan iklan. Sekian persen dari dana perolehan iklan akan dialokasikan untuk dana NUsa Peduli ini. ‘’Dengan kebijakan itu, saya berharap Allah memberikan keberkahan dan kesuksesan pada Tabloid NUsa,” tandas Zaini.
Dana tersebut, akan diproyeksikan untuk membantu anak-anak yatim dan tidak mampu, namun memiliki prestasi akademik yang bagus di lingkungan LP. Ma’arif Tuban. Soal mekanisme pemberian santunan, nanti akan bekerjasama dengan kepala sekolah dan guru. (*)

TOKOH INSPIRATIF NUsa 04//Lebih Dekat dengan Nyai Hj. Hanifah Muzadi

SEKALI NU, TETAP NU: Hj. Hanifah saat wawancara di rumahnya.


Didorong K. Murtadji jadi DPR GR


Ketika kami datang, kesan yang pertama yang terekam adalah persiapan yang begitu rapi telah disiapkan oleh tuan rumah. Kami yang datang agak telat, harus memutar otak untuk menyampaikan asalan yang masuk akal mengapa kami telat. Sebab, kami tahu kalau perempuan yang ada di hadapan kami adalah sosok yang disiplin dan tepat waktu.
Wanita itu adalah Nyai Hj. Hanifah Muzadi. Dia terlahir pada 19 April 1941, tahun-tahun menuju proklamasi kemerdekaan RI. Bapaknya bernama Muzadi, seorang pedagang tembakau yang diambil menantu seorang kiai dari Jawa Tengah dan ibunya bernama Rumyati. Terlahir sebagai anak ke-7 dari 8 bersaudara, dia muncul sebagai sosok yang sangat disegani di PC Muslimat Tuban.
Setelah kami duduk di kursi-kursi yang ada, 3 orang laki-laki masuk, menyapa dan ikut duduk bersama kami. Ternyata mereka adalah para anggota Ansor yang telah diundangnya untuk menemani kami ketika nantinya telah masuk waktu berbuka. Maklum, waktu itu masih bulan Ramadlan. Selain itu, di rumah itu juga terlihat sepi laki-laki.
Sembari menunggu waktu buka tiba, Nyai Hanifah menuturkan kiprahnya di organisasi Muslimat. Diceritakan, sebelum aktif di Muslimat, dia pernah menjadi pengurus IPPNU. Bahkan dia termasuk tokoh pendiri PC IPPNU Tuban, sekitar 1957. Dia aktif di IPPNU sampai 1959. Posisinya saat itu adalah sekretaris II. Kegiatan yang masih bisa dia ingat saat itu adalah menerbitkan buletin kecil bernama Dompet Suka. Sayang program itu tidak berjalan lama.
Pada 1959-April 1962, dia dikirim untuk mondok di pondok Nahdlotul Muslimat Solo. Sambil mondok, dia tetap aktif di IPPNU. Di sana pun dia dipercaya menjadi Sekretaris PC IPPNU Solo.
Pada 1962-1964 dia melanjutkan petualangan belajarnya di IAIN Malang (sekarang UIN Malang). Awal masuk di sana, dia mengambil jurusan Pendidikan Agama. Namun, karena ingin eksplorasi kemampuan, dia melakukan pindah jurusan ke jurusan Bahasa Inggris. Tidak nyaman dengan Bahasa Inggris, dia kembali lagi masuk dalam jurusan Pendidikan Agama.
Kemudian, pada 1964-1965 dia dipercaya mengajar di SMP Pancasila Jatibarang-Brebes-Jawa Tengah. Meskipun masih aktif mengajar di SMP Pancasila, dia terpilih menjadi salah satu anggota DPR Gotong Royong Kabupaten Tuban pada 1965. Tepat pada 05 Mei 1965 dia dilantik. Hal ini mengakibatkan dia harus pergi bolak-balik dari Tuban ke Jateng. Masa jabatannya menjadi anggota dewan adalah sampai 1971. Orang yang mendorong Hj. Hanifah Muzadi saat itu untuk menjadi anggota dewan adalah Mbah K. Murtaji dan K. Nur Salim. ‘’Saat itu, saya menjadi anggota dewan termuda dan hanya satu-satunya DPR GR perempuan,” ungkapnya.
Pada 1965 dia telah dewasa. Saat itu dia masuk menjadi anggota Muslimat. Saat awal dia berkecimpung di sana, dia melihat terjadi dua kepemimpinan cabang NU di Tuban, termasuk Muslimat. Satu cabang terletak di Tuban Kota dan yang lainnya terletak di Tuban Selatan, meliputi Kenduruan, Jatirogo, Bangilan, Senori, Singgahan dan Parengan. Namun, anehnya saat itu kegiatan organisasi malah lebih aktif di Tuban Selatan. Dua kepemimpinan ini berlangsung sampai terjadi konsolidasi pada 1977 di kantor NU.
“Di kantor NU yang kini jadi TK Aisiyah di Jl. Pemuda,” kata Nyai Hj. Hanifah. Ketua PC Muslimat NU saat itu adalah Siti Muzaiyanah. Konsolidasi itu menghasilkan keputusan bersatunya dua kepemimpinan itu, tapi persatuan itu masih terasa semu karena Muslimat Selatan sulit untuk bersatu dengan Muslimat Tuban Kota. “Lama banget untuk bisa bersatu,” ungkap Nyai Hj. Hanifah. Bahkan setelah terjadi konsolidasi itu, yaitu pada 1987 atau setelah dia memimpin PC Muslimat Tuban, dia bersama Ikatan Haji Muslimat (IHM) koordinat Selatan mendirikan gedung IHM sebagai pusat kegiatan Muslimat Selatan yang lokasinya di Bakalan Laju. Tanah yang dibanguni adalah tanah waqaf Kiai Zawawi (Lajukidul). Sampai sekarang pun gedung itu masih dipakai untuk kegiatan Muslimat Selatan.
 Pada 1984 dia dipercaya memimpin PC Muslimat Tuban. Dia memimpin dari 1984-2010. Selama itu dia mengabdi untuk Muslimat. Meskipun yang tertulis dia memimpin 3 periode kepemimpinan, tapi realitanya dia memimpin lebih dari 3 periode. “Berkali-kali saya memimpin. Dulu awalnya 2 sampai tiga tahunan. Itu hanya untuk biar rapi saja, dikatakan 3 periode,” jelasnya. Selama itu dia berjuang tanpa pamrih, tapi malah memberikan sebagian harta yang dimilikinya untuk Muslimat.
Setidaknya ada 3 bidang yang menjadi konsentrasi kepemimpinannya selama 3 periode itu. Awal memimpin, dia mencoba membenahi bidang da’wah. “Ya mungkin karena saya dulu terkenalnya di sebagai mubalighoh, jadi program saya yang utama ya da’wah,” ungkapnya. Setelah itu merambah ke bidang pendidikan. Setelah RA pada 1986 beralih dari Ma’arif ke Muslimat, maka pendidikan menjadi konsentrasinya.

Bidang politik juga menjadi perhatiannya. Dia mengatakan bahwa dia selalu mengarahkan agar Muslimat memilih pemimpin yang NU. “Pokoknya harus NU, NU, dan NU,” katanya. Di bidang sosial, Muslimat secara rutin memberikan santunan anak yatim. Pengadaan sarana yang sangat monumental pada masa kepemimpinannya adalah berdirinya gedung PC Muslimat NU Tuban yang menghabiskan dana sebesar 1,2 miliar. Namun, dari berbagai bidang yang menjadi garapannya saat memimpin, hanya bidang ekonomi yang tidak terlalu mendapat perhatian lebih. Koperasi yang dimiliki Muslimat tidak bisa berkembang pesat karena dia tidak berkeinginan mengembangkan uang yang diperanakkan. (wakhid)