SEKALI NU, TETAP NU: Hj. Hanifah saat wawancara di rumahnya. |
Didorong K. Murtadji jadi DPR GR
Ketika kami
datang, kesan yang pertama yang terekam adalah persiapan yang begitu rapi telah
disiapkan oleh tuan rumah. Kami yang datang agak telat, harus memutar otak
untuk menyampaikan asalan yang masuk akal mengapa kami telat. Sebab, kami tahu
kalau perempuan yang ada di hadapan kami adalah sosok yang disiplin dan tepat
waktu.
Wanita itu
adalah Nyai Hj. Hanifah Muzadi. Dia terlahir pada 19 April 1941, tahun-tahun
menuju proklamasi kemerdekaan RI. Bapaknya bernama Muzadi, seorang pedagang
tembakau yang diambil menantu seorang kiai dari Jawa Tengah dan ibunya bernama
Rumyati. Terlahir sebagai anak ke-7 dari 8 bersaudara, dia muncul sebagai sosok
yang sangat disegani di PC Muslimat Tuban.
Setelah kami
duduk di kursi-kursi yang ada, 3 orang laki-laki masuk, menyapa dan ikut duduk
bersama kami. Ternyata mereka adalah para anggota Ansor yang telah diundangnya
untuk menemani kami ketika nantinya telah masuk waktu berbuka. Maklum, waktu
itu masih bulan Ramadlan. Selain itu, di rumah itu juga terlihat sepi
laki-laki.
Sembari
menunggu waktu buka tiba, Nyai Hanifah menuturkan kiprahnya di organisasi
Muslimat. Diceritakan, sebelum aktif di Muslimat, dia pernah menjadi pengurus IPPNU.
Bahkan dia termasuk tokoh pendiri PC IPPNU Tuban, sekitar 1957. Dia aktif di
IPPNU sampai 1959. Posisinya saat itu adalah sekretaris II. Kegiatan yang masih
bisa dia ingat saat itu adalah menerbitkan buletin kecil bernama Dompet Suka.
Sayang program itu tidak berjalan lama.
Pada 1959-April
1962, dia dikirim untuk mondok di pondok Nahdlotul Muslimat Solo. Sambil
mondok, dia tetap aktif di IPPNU. Di sana pun dia dipercaya menjadi Sekretaris
PC IPPNU Solo.
Pada 1962-1964
dia melanjutkan petualangan belajarnya di IAIN Malang (sekarang UIN Malang).
Awal masuk di sana, dia mengambil jurusan Pendidikan Agama. Namun, karena ingin
eksplorasi kemampuan, dia melakukan pindah jurusan ke jurusan Bahasa Inggris.
Tidak nyaman dengan Bahasa Inggris, dia kembali lagi masuk dalam jurusan
Pendidikan Agama.
Kemudian, pada
1964-1965 dia dipercaya mengajar di SMP Pancasila Jatibarang-Brebes-Jawa
Tengah. Meskipun masih aktif mengajar di SMP Pancasila, dia terpilih menjadi
salah satu anggota DPR Gotong Royong Kabupaten Tuban pada 1965. Tepat pada 05
Mei 1965 dia dilantik. Hal ini mengakibatkan dia harus pergi bolak-balik dari
Tuban ke Jateng. Masa jabatannya menjadi anggota dewan adalah sampai 1971. Orang
yang mendorong Hj. Hanifah Muzadi saat itu untuk menjadi anggota dewan adalah Mbah
K. Murtaji dan K. Nur Salim. ‘’Saat itu, saya menjadi anggota dewan termuda dan
hanya satu-satunya DPR GR perempuan,” ungkapnya.
Pada 1965 dia
telah dewasa. Saat itu dia masuk menjadi anggota Muslimat. Saat awal dia
berkecimpung di sana, dia melihat terjadi dua kepemimpinan cabang NU di Tuban,
termasuk Muslimat. Satu cabang terletak di Tuban Kota dan yang lainnya terletak
di Tuban Selatan, meliputi Kenduruan, Jatirogo, Bangilan, Senori, Singgahan dan
Parengan. Namun, anehnya saat itu kegiatan organisasi malah lebih aktif di
Tuban Selatan. Dua kepemimpinan ini berlangsung sampai terjadi konsolidasi pada
1977 di kantor NU.
“Di kantor NU
yang kini jadi TK Aisiyah di Jl. Pemuda,” kata Nyai Hj. Hanifah. Ketua PC
Muslimat NU saat itu adalah Siti Muzaiyanah. Konsolidasi itu menghasilkan
keputusan bersatunya dua kepemimpinan itu, tapi persatuan itu masih terasa semu
karena Muslimat Selatan sulit untuk bersatu dengan Muslimat Tuban Kota. “Lama banget
untuk bisa bersatu,” ungkap Nyai Hj. Hanifah. Bahkan setelah terjadi konsolidasi
itu, yaitu pada 1987 atau setelah dia memimpin PC Muslimat Tuban, dia bersama
Ikatan Haji Muslimat (IHM) koordinat Selatan mendirikan gedung IHM sebagai
pusat kegiatan Muslimat Selatan yang lokasinya di Bakalan Laju. Tanah yang
dibanguni adalah tanah waqaf Kiai Zawawi (Lajukidul). Sampai sekarang pun
gedung itu masih dipakai untuk kegiatan Muslimat Selatan.
Pada 1984 dia dipercaya memimpin PC Muslimat
Tuban. Dia memimpin dari 1984-2010. Selama itu dia mengabdi untuk Muslimat. Meskipun
yang tertulis dia memimpin 3 periode kepemimpinan, tapi realitanya dia memimpin
lebih dari 3 periode. “Berkali-kali saya memimpin. Dulu awalnya 2 sampai tiga
tahunan. Itu hanya untuk biar rapi saja, dikatakan 3 periode,” jelasnya. Selama
itu dia berjuang tanpa pamrih, tapi malah memberikan sebagian harta yang
dimilikinya untuk Muslimat.
Setidaknya ada
3 bidang yang menjadi konsentrasi kepemimpinannya selama 3 periode itu. Awal
memimpin, dia mencoba membenahi bidang da’wah. “Ya mungkin karena saya dulu
terkenalnya di sebagai mubalighoh, jadi program saya yang utama ya da’wah,”
ungkapnya. Setelah itu merambah ke bidang pendidikan. Setelah RA pada 1986
beralih dari Ma’arif ke Muslimat, maka pendidikan menjadi konsentrasinya.
Bidang politik
juga menjadi perhatiannya. Dia mengatakan bahwa dia selalu mengarahkan agar
Muslimat memilih pemimpin yang NU. “Pokoknya harus NU, NU, dan NU,” katanya. Di
bidang sosial, Muslimat secara rutin memberikan santunan anak yatim. Pengadaan
sarana yang sangat monumental pada masa kepemimpinannya adalah berdirinya
gedung PC Muslimat NU Tuban yang menghabiskan dana sebesar 1,2 miliar. Namun,
dari berbagai bidang yang menjadi garapannya saat memimpin, hanya bidang
ekonomi yang tidak terlalu mendapat perhatian lebih. Koperasi yang dimiliki
Muslimat tidak bisa berkembang pesat karena dia tidak berkeinginan mengembangkan
uang yang diperanakkan. (wakhid)
0 komentar:
Posting Komentar