RAPAT REDAKSI NUsa

Akhmad Zaini (Pimred Tabloid NUsa) memimpin rapat redaksi di halaman kampus STITMA Tuban.

DIKLAT JURNALISTIK

Peserta diklat jurnalistik dan crew Tabloid NUsa berpose bersama usai kegiatan diklat.

SILLATURRAHMI

Ketua LP. Ma'arif NU Kab. Tuban dan Pimred Tabloid NUsa berkunjung ke Rumah Gus Rozin (Putra KH. Sahal Mahfudz).

NUsa PEDULI SPESIAL

Mustain Syukur (Ketua PCNU Kab.Tuban) dan Fathul Huda (Penasehat LP. Ma'arif NU Tuban) berpose bersama siswa yang mendapatkan santunan NUsa Peduli.

STUDY BANDING LP. MA'ARIF NU KAB. TUBAN

Akhmad Zaini, ketua LP. Ma'arif NU Kabupatn Tuban saat menerima cinderamata dari LP. Ma'arif Kab. Pasuruan.

RAPAT BERSAMA

Pengurus PCNU, Pengurus LP. Ma'arif NU, PC.Muslimat Tuban, PC.Fatayat NU Tuban saat rapat bersama membahas pendidikan di Kabupaten Tuban.

GROUP SHOLAWAT SMK YPM 12 TUBAN

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

TURBA MAARIF NU TUBAN KE RENGEL

Group Sholawat Al-Banjari SMK YPM 12 Tuban melantunkan tembang sholawat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

NUsa PEDULI EDISI 23

Tiga siswa berada di naungan LP. Ma’arif menerima santunan yang diberikan langsung oleh Dirjen Pendis (kanan) dan Kapala Kemenag Tuban.

PENGURUS PC. LP MA’ARIF NU

Beberapa Pengurus PC. LP Ma’arif NU Tuban siap bekerjasama demi kemajuan pendidikan di Kabupaten Tuban.

AVANZA UNTUK OPERASIONAL MA’ARIF NU TUBAN

Zaini (Ketua PC. LP. Ma'arif) menerima hadiah mobil dari Bupati Tuban secara simbolis pada acara Rakor kepala sekolah dan pengurus yayaasan se-kabupaten Tuban.

PRESTASI FATAYAT

Fatayat NU Tuban Masuk 10 Besar Lomba Rias Provinsi.

JUARA MTK

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

TIM TABLOID NUsa

Beberapa Crew Tabloid NUsa, mereka semua generasi dari NU berasal dari Tuban, Lamongan dan Bojonegoro.

Senin, 29 Desember 2014

Muhlisin: Punishmentnya BOS Tidak Cair

KEJAR DEADLINE: Khoirul Fatta, staf Pendma Kemenag Tuban memberikan arahan kepada dewan guru.

TUBAN KOTA- Seksi Pendidikan Madrasah  (Pendma) Kemenag Kabupaten Tuban dikejar deadline untuk meng-up load pendataan madrasah yang ada di Kabupaten Tuban melalui program EMIS (Education Manajement Information System). Hal itu disebabkan belum seluruh madrasah (RA, MI, MTs dan MA) yang ada di bawah komandonya menyelesaikan up load data via internet itu pada semester I tahun pelajaran 2014-2015 ini.
Staf Pendma Kemenag Tuban Khoirul Fatta mengatakan Kanwil memberi batas waktu sampai 30 Desember 2014. Karena itu, instansinya mengadakan kegiatan upload data tahap II pada Senin, 29 Desember 2014 lalu di MTs Negeri Tuban. Sejumlah 60 lembaga mengikuti acara itu. Menurut Fatta, kebanyakan lembaga yang belum menyelesaikan tugasnya itu disebabkan akses internet yang tidak ada. “Di desa-desa internet masih agak sulit,” kata dia. Dia mengharapkan lembaga bisa mematuhi aturan untuk rutin melakukan pembaharuan pendataan EMIS setiap semester.

Sementara itu, Kepala Seksi Pendidikan Madrasah (Kasi Pendma) Kemenag Tuban M. Muhlisin Mufa, saat ditanya terkait imbas tidak menyelesaikan pendataan online itu, menegaskan bahwa berbagai bantuan tidak bisa cair. “Punishment-nya BOS tidak cair. Di Jabar sudah berlaku. Bantuan sarana apapun (informasinya) dari EMIS. Dana BOS, BSM, tunjangan fungsional non-PNS, tunjangan profesi. Semua dari EMIS,” jelasnya. Hal itu disebabkan EMIS berisi informasi tentang lembaga, sarana pra sarana, personal tenaga pendidik dan kependidikan, siswa serta lulusan lembaga yang bersangkutan. (wakhid)

Kamis, 25 Desember 2014

Gelar Raker Sekaligus Ziarah

LUAR KOTA: PAC IPNU-IPPNU Jenu berpose sebelum berangkat raker

JENU- Pimpinan Anak Cabang (PAC) IPNU-IPPNU Jenu berhasil menggelar rapat kerja (raker) tahun kedua di tempat wisata Waduk Gondang, Kecamatan Sugio, Kabupaten Lamongan, sekaligus berziarah ke makam Sunan Bonang Tuban dan Sunan Ampel Surabaya.
Kegiatan yang digelar pada 25 Desember 2014 lalu itu diikuti sebanyak 36 pengurus. Ketika berada ditempat wisata waduk gondang, mereka disambut hangat oleh pengurus PAC IPNU-IPPNU kecamatan setempat. “Sebelum raker, kami mampir dulu di makam Sunan Bonang Tuban lalu menuju ke waduk gondang untuk raker. Di sana kami disambut hangat oleh pengurus PAC IPNU dan IPPNU Sugio, Lamongan. Setelah acara raker selesai, kami melanjutkan perjalanan untuk berziarah ke makam sunan Ampel Surabaya,” ungkap Ahmad Nur Huda, Ketua PAC IPNU Jenu.
Menurutnya, kegiatan raker yang diselingi dengan ziarah ini diharapkan bisa menjadikan pengurus lebiih aktif dan kompak. Selain itu, memotivasi kader NU agar selalu melaksanakan tradisi dan amalan NU. (suwandi)

Selasa, 16 Desember 2014

Siapkan Bibit Tangguh Hadapi Aksioma Propinsi


TUBAN KOTA- MTs Negeri Tuban menjadi tuan rumah Ajang Kompetisi Seni dan Olahraga Madrasah  (AKSIOMA) tingkat Kabupaten Tuban yang diadakan Kemenag Kabupaten Tuban. Acara tersebut digelar pada 16-17 Desember 2014 lalu. Sejumlah 822 peserta dari siswa-siswi MTs se-Kabupaten Tuban berkompetisi bersama secara terbuka.
Ketua Panitia H. Qomaruddin, MA mengatakan ada 13 cabang olahraga dan seni dilombakan untuk memunculkan jawara baru yang akan dikirim mengikuti AKSIOMA tingkat Provinsi Jawa Timur di Batu pada Februari 2015 mendatang. Ketiga belas cabang itu meliputi: kaligrafi, MTQ, pidato (Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, Bahasa Inggris), atletik (lari 100 m, 500 m dan 5.000 m), lompat jauh, footsall, bulu tangkis, bola voli dan tenis meja.
Dalam acara pembukaan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Tuban Drs. Abdul Wahib, M.Pd.I mengharapkan adanya peningkatan potensi diri pada para peserta, sehingga muncul bibit-bibit generasi baru yang tangguh.

Sementara itu, Qomaruddin, saat dihubungi NUsa seusai pelaksanaan lomba menjelaskan  bahwa sebelum dikirim ke tingkat Provinsi, para juara dalam berbagai cabang lomba itu dibina terlebih dahulu di tingkat kabupaten. Bahkan untuk mendapatkan hasil maksimal, para juara lomba kategori olahraga harus diseleksi ulang. “Untuk yang juara I lomba seni, langsung kami kirim ke tingkat provinsi. Tapi, untuk yang juara olahraga, masih ada seleksi lagi, agar hasilnya maksimal,” kata Kepala MTs N Tuban, sekaligus Wakil Ketua PC LP Ma’arif NU Tuban ini. (wakhid)

Senin, 01 Desember 2014

NUsa Peduli 32// NUsa Gandeng LDNU Santuni Siswa MI Nurul Huda Becok

Santuni Siswa MI Nurul Huda Becok

HAL BARU: Enam peserta didik berpose bersama dewan Guru, Ketua LDNU dan agen Pemas­aran.

MERAKURAK-
NUsa peduli kali ini telah disalurkan di MI Nurul Huda Dusun Becok, Desa Tegalrejo, Kecamatan Merakurak. Kegiatan penyaluran itu dilaksanakan pada pertengahan Demeber 2014 lalu.
Ada yang istimewa pada santunan ini. Pasalnya tim NUsa peduli telah menggandeng Lembaga Dakwah Nadlatul Ulama (LDNU) Tuban, menggelar santunan pada siswa-siswi baik yatim maupun kurang mampu. Bahkan di sela-sela santunan tersebut LDNU telah membagikan buletin terbitannya yang berisikan tentang dakwah.
“Alhamdulillah kami bersama tim NUsa peduli bisa berbagi dengan siswa-siswi yatim maupun kurang mampu di MI Nurul Huda Becok ini. Mudah-mudahan kegiatan ini mendapatkan berkah dari Allah SWT,” ungkap Ketua LDNU Tuban, H. Ashabul Yamin, M.Pdi
Menurutnya, kegiatan ini merupakan langkah untuk memotivasi siswa agar bersemangat dalam belajar. Meski nominal bantuannya tidak besar, namun jika digunakan dengan semestinya maka akan berguna bagi penerima.
“Mudah-mudahan kedatangan kami kesini menambah semangat mereka untuk lebih giat belajar. Selain itu, menjadikan mereka agar termotivasi untuk semangat hidup dalam serba keterbatsan,” harapnya.
Sementara itu, Tim NUsa Peduli yang diwakili bagian pemasaran, Untung mengungkapkan, dengan adanya santunan ini semoga MI Nurul Huda dengan tim Tabloid NUsa bisa menjalin silturrahim. Bahkan, meminta pihak madrasah agar berlangganan tabloid NUsa guna menjalin komunikasi antara NUsa, Maarif dan MI Nurul Huda Becok.
“Selain santunan, kami berharap dewan guru juga berlangganan tabloid NUsa, guna menjalin komunikasi dengan kami serta update informasi seputar Maarif mapun NU di Tuban,” cetusnya.
Terpisah, Kepala MI Nurul Huda Becok, Tegalrejo, Kecamatan Merakurak mengatakan, turut senang dengan kedatangan tim NUsa peduli dan LDNU Tuban di madrasahnya. Sebab selain memberi motivasi kepada siswa-siswi, juga sebagai ajang silturrahim dengan guru.

“Terimaksih atas kedatangannya tim NUsa peduli dan LDNU, semoga kegiatan ini mendapatkan berkah dari Allah SWT,” ungkap pria beralamatkankan di perumahan Tasikmadu, Tuban ini. (wandi)

Wisata Budaya Sunan Bonang Raih Terbaik I Tingkat Jawa Timur

Mundzir, Pengurus Mabarrot Makam Sunan Bonang menunjukkan piala dan piagam penghargaan.
TUBAN KOTA- Makam Sunan Bonang meraih penghargaan terbaik 1 dari Gubernur Provinsi Jawa Timur, dalam rangka anugerah wisata Jawa Timur 2014 untuk kategori kelompok daya tarik wisata budaya.
Penghargaan yang diserahkan Pemprov Jatim tersebut langsung diterima Ketua Yayasan Mabarrot Sunan Bonang KH. Ahmad Mundzir dengan didampingi Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban.
Saat ditemui pada pertengahan Desember 2014 lalu di kantor Yayasan Mabarrot Sunan Bonang, KH. Ahmad Mundzir mengatakan, makam Sunan Bonang mendapatkan pemenang terbaik 1 di tingkat Provinsi Jawa Timur. Dia mengatakan yang dinilai bukan hanya budayanya, tapi kenyamanaan, penataan, pengelolaan, keindahan dan adiministrasinya juga ikut dinilai.
“Alhamdulillah makam Sunan Bonang telah memenangkan terbaik 1 tingkat jawa timur 2014 dengan kategori kelompok daya tarik wisata budaya,” cetus pria yang juga menjabat ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kabupaten Tuban ini.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Kebudayaan Dinas Perekonomian dan Pariwisata Kabupaten Tuban, Sunaryo mengungkapkan, bangga karena salah satu wisata budaya yang ada di Tuban meraih juara 1 dengan kategori kelompok daya tarik wisata budaya. (suwandi)

TABLOID NUsa EDISI 31

Contoh Halaman Tabloid NUsa EDISI 31


Anda bisa membaca Tabloid NUsa EDISI 31 di Layar Komputer, Laptop, HP/I-Pad dengan mudah. Untuk download Tabloid NUsa Format PDF,  silahkan Anda klik ikon download di bawah ini ...

Meneropong Usaha Anyaman Pandan

Pasarkan Sampai Malang dan Mojokerto

DAUN PANDAN: Pengrajin anyaman membuat tas dari daun pandan.
Bermodal keterampilan, semua pun jadi lading usaha yang mampu menghasilkan uang. Motto ini yang selalu tertanam dalam hati Suryani, seorang ibu rumah tangga yang kreatif dalam mengayam daun pandan. Bagaimanakah peluang bisnisnya?

Usaha menganyam daun pandan telah menjadi warisan leluhur bagi Suryani, warga Desa Sumberjo Kecamatan Widang.“YaMas, ini semua bermula dari keluargaku dulu. Entah kapan mulainya. Aku tidak  tahu,” katanya saat ditemui NUsa. Suryani mengaku sejak dulu sudah terbiasa dengan tangan yang terampil, sehingga ide-idenya untuk menciptakan karya dari hasil olah tangannya dalam menganyampan dan kian mudah dikeluarkan.Tak pelak, anyaman yang terbuat dari daun sejenis pandan yang biasanya hanya bisa dirupakan tikar, kini mampu beralih wajah menjadi tas cantik yang bernilai ekonomis. Apalagi, tuturnya, daun panda khas desa asalnya, yakni Sumberjo, memiliki kualitas lebih baik daripada daun pandan pada umumnya. Akhirnya, kini usahanya itu telah semakin diminati oleh ibu-ibu Fatayat maupun Muslimat NU.
Usaha yang bermodal awal hanya 1 juta rupiah itu dikenal dengan julukan Surya PW. Julukan itu bermula dari Ibu Suryani (38) dan  adiknya, Rina Niswatin (27). Untuk memperbaiki kualitas warisan leluhur, Suryani dan Rina pernah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh PNPM di desanya. Karena bahan yang dipakai dalam pelatihan itu relative lebih mahal, maka Suryani mencoba mencari bahan yang terjangkau harganya, sesuaikan tong orang yang tinggal di sekitar rumahnya. Akhirnya Suryani memutuskan memproduksi tas cantik yang terbuat dari bahan sederhana, pandan. Meski demikian, kolaborasi antara hasil pelatihan dari PNPM, kemampuan pribadinya yang telah terbentuk daripara pendahulunya dan bahan pandan yang sederhana tapi berkualitas baik mampu menghasilkan karya kerajinan yang menarik.
Al hasil, usaha yang hanya dianggap sampingan itu ternyata berbuah manis. Ditangan terampil Suryani dan Rina, barang yang pada umumnya terkesan biasa, kini telah mendapat perhatian khusus dari para konsumen. Berbagai hasil karya mereka telah dibandrol dengan harga beragam. Seperti, tas dompet harganya sekitar 35.000 rupiah, tas ABG model harganya 50.000 rupiah, tas Hello Kitty harganya 60.000 rupiah dan tas belanja besar dihargai 70.000 rupiah. Bahkan ada bentuk lain, jika konsumen menghendaki bentuk yang berbeda.“Harga yang berbeda itu disebabkan oleh tingkat sesulitan dan bahan yang diperlukan waktu pembuatannya,” kata Rinadi sela-sela kesibukannya.
  
Beberapa tas dari duan pandan.

Konsumen Sampai Malang dan Mojokerto
Usaha anayaman daun pandan yang digeluti Suryani dan Rina ini kini telah terpasarkan sampai Malang dan Mojokerto. Ceritanya, pada awalnya system pemasaran produk kreasinya itu hanya melalui getok tular. Karena getok tular itu akhirnya usahanya mampu dipasarkan sampai di Babad, Plumpang dan Lamongan. Karena banyak yang minat, iseng-iseng, Juki seorang warga dari Desa Tunah Kecamatan Widang meminta keluarganya yang ada di Malang dan Mojokerto untuk ikut memasarkan hasil kreasi Suryani. Tak disangka, sambutan pasar di dua kota itu ternyata baik. Sehingga produk hasil olahan Suryani ini telah menemukan pasarnya di sana. “Karena banyaknya pesanan tapi tenaga kami minim, kami sampai menolak pesanan,” kata Rina.
Namun, kini produk anyaman Suryani dan Rina ini telah dipasarkan via online. Bahkan pengusaha wanita ini kini telah berani memamerkan hasil karyanya di Rest Area Tuban sampai sekarang. Dikatakan, usaha kerajinan ini harus ditopang oleh 3 hal, yaitu kemauan, modal dan yang terpenting pemasaran.

Rahasia dan Tantangan
Membuat kerajinan itu merupakan sebuah tantangan tersendiri di benak para pengrajinnnya. Usaha ini murni membutuhkan tenaga ekstra dari mulai pencari anbahan, membuat sampai cara agar produk diminati para konsumen. Inilah letak diminati atau tidaknya usaha ini oleh para pemula usaha, sehingga banyak sekali orang yang kurang minat dengan usaha ini.Namun, rina berbeda. Dia mengungkapkan bahwa berkarya itu tidak sulit dan bahkan baginya mudah sekali. Hanya butuh keuletan dan kesabaran saja.
Sebenarnya, kerajinan yang satu ini sama seperti kerajinan pada umumnya, tapi yang menjadikan berbeda adalah bahannya yang pilihan dan metode pembuatannya yang unik. Langkah pertama pembuatannya, yaitu mempersiapkan bahannya yang meliputi lemkayu, gunting, palu, benang dan alat jahit. Kedua, kayu yang sudah disiapkan dilem untuk menghilangkan jamur. Kemudian membuat pola atau gambar, setelah itu barang setengah jadi itu dijahit sesuai pola yang disiapkan. Setalah terbentuk, tas diberi milamin/diflitur agar terlihat halus. Kemudian terakhir dijemur agar terlihat bagus dan mengkilat.
“Rahasianya agar produktas ini awet dan tetap bagus warnanya, jangan sampai disimpan pada tempat yang kedap udara seperti lem aria tertutup,” jelas Rina. (edy)


TOKOH INSPIRATIF NUsa EDISI 31//KH. Kafrawi, Penghulu Tuban Masa Penjajahan Belanda

KH. R. Kafrawi.
KH. R. Kafrawi merupakan seorang ulama dari lingkungan Nahdlatul Ulama yang menjadi Ketua Pengadilan Agama atau Penghulu Tuban pada masa penjajahan Belanda. Beliau adalah ayah KH Fathurrahman (Menteri Agama Kedua RI). Penghulu pada masa itu merupakan jabatan administrasi di bidang keagamaan yang diangkat sebagai pegawai Belanda. Dengan demikian Kiai Kafrawi adalah seorang ulama sekaligus priyayi. Sebelum Kiai Kafrawi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama (Penghulu), beliau adalah seorang yang alim yang diberi kepercayaan dalam segala bidang ilmu agama. KH. Kafrawi sendiri berasal dari Klopo Telu Merakurak dan masih keturunan dari Kiai Arifin bin Abdul Kodir (Mbah Diro).
 Kiai Kafrawi menikah dengan Siti Aisyah, dan dikaruniai empat orang anak. Mereka adalah: Munjiyat/Kaspiyatoen, Roesdiyah, Moesyarofah, dan KH. Fathurrahman. Menurut penuturan H. Masduqi, cucu keponakan dari KH Fathurrahman Kafrawi, sebenarnya Kiai Fathurrahman masih mempunyai kakak laki-laki tetapi meninggal ketika masih kecil. Konon, saudaranya itu pernah mengolok-olok ayahnya yang menjadi penghulu di Tuban dengan mengatakan jabatan penghulu dengan kata-kata “pang-pang diulu”. Anehnya, tak lama kemudian kakaknya itu meninggal dunia.
Kiai Kafrawi menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama pada masa kepemimpinan Raden Adipati Ario Koesoemodigdo (Bupati Tuban ke-35) yang memerintah mulai tahun 1892-1911. Raden Adipati Ario Koesoemodigdo telah berjasa membangun kembali Mesjid Agung Tuban pada tahun 1894. Mesjid Agung Tuban telah dibangun kembali oleh sang Bupati dengan gaya Eropa campur tradisional. Arsitek mesjid tersebut berkebangsaan Belanda bernama H.M.Toxopeus. Sang Bupati wafat pada tahun 1911, setelah memerintah Kabupaten Tuban selama 16 tahun dan dimakamkan di Astana Makam Pati Kebonsari, Tuban.
KH Kafrawi wafat tahun 1910 dan dimakamkan di pemakaman Desa Bejagung Lor Kecamatan Semanding, Tuban. Makam KH Kafrawi terletak di sebelah utara makam Syekh Abdullah Asy’ari (Sunan Bejagung). Lokasi makamnya sekarang sudah dipindahkan dan dijadikan satu dengan makam keluarga di pemakaman Desa Bejagung Lor. Sedangkan istrinya, Hj. Siti Aisyah, meninggal pada 1949 dan dimakamkan di kompleks Makam Sunan Bonang di Kelurahan Kutorejo, Tuban.

Guru Kiai Umar bin Harun Sarang
Menurut cerita yang lebih mashyur lagi, sumber ilmu yang menjadi cikal bakal berdirinya Pondok Pesantren Sarang (Rembang) konon berasal dari Kiai Klopo Telu. Karena banyak sekali para santri yang menimba ilmu di Kiai Klopo Telu pada saat itu berasal dari daerah Sarang, Jawa Tengah. Tampaknya hal itu bisa dibenarkan, terbukti KH. Umar bin Harun pernah berguru pada KH Kafrawi. KH. Imam Kholil, pendiri Pondok Pesantren MIS Sarang, dulu juga pernah berguru pada Kiai Badlowi di Santren, Merakurak. Sehingga ada anekdot kalau ada santri dari Merakurak yang ingin mondok di Sarang, maka oleh kiainya dikatakan bahwa ia bukan mau mondok melainkan mau mengambil ilmu leluhurnya yang telah ‘diambil’ oleh para Kiai Sarang.
Salah satu murid kinasih Kiai Kafrawi adalah Kiai Umar bin Harun dari Sarang (Rembang). Kiai Umar bin Harun (1855-1910) merupakan ulama yang terkenal sebagai salah seorang ulama Nahwu pada saat itu. Kiai Umar bin Harun lahir di Sarang pada tahun 1855 M /1270 H. Tumbuh dan belajar dalam bimbingan Kiai Ghozali (Sarang), lalu juga belajar kepada kiai-kiai lain seperti Kiai Syarbini (Sedan, Rembang), Kiai Kafrawi (Merakurak, Tuban) dan Kiai Sholeh (Langitan, Tuban). Beliau juga belajar agama di Mekkah, seperti Syekh Nawawi bin Umar al-Banteni (w. 1813 H/1897 M), dan Syeikh Abu Bakar asy-Syatho al-Makki, salah satu ulama Mekkah yang amat terkenal pada zamannya.
Setelah pulang ke tanah air pada tahun 1319 H dan mengabdikan hidupnya kepada pengajaran keagamaan, maka beliau berjuang dengan sangat gigih dan bekerja keras untuk mengangkat citra pondok pesantren menuju puncak kejayaannya sehingga bisa terkenal ke segala penjuru. Pesantren Sarang pun semakin bersinar, maju dan berkembang pesat dan menjadi tujuan para santri dari berbagai penjuru. Kiai Umar bin Harun merupakan pengasuh Ponpes Sarang pada periode kedua setelah penyerahan mandat dari guru beliau, Syekh Ghozali, yang tak lain adalah mertua Kiai Umar sendiri. Kiai Umar bin Harun wafat pada tahun 1328 H/1910 M, pada usia 55 tahun dan dimakamkan di kompleks pemakaman ulama Sarang. Beliau pernah menikah dua kali, namun dari keduanya tidak dikaruniai keturunan.(cholis)


DARI KAMI TABLOID NUsa EDISI 31//Saatnya yang Muda Ambil Tanggung Jawab



Situasi itu terulang lagi; hampir sama dengan ketika NUsa edisi 10 (Edisi Maret 2013) akan terbit. Di mana, ketika proses pembuatan tabloid dilakukan, pemimpin Redaksi NUsa Akhmad Zaini mendadak memiliki kegiatan yang luar bisa padat, sehingga tidak memungkinkan lagi baginya untuk menangani penerbitan tabloid secara penuh. Saat itu, agar tabloid NUsa tetap terbit, tidak ada jalan lain kecuali yang muda-muda harus mengambil alih tanggung jawab.
Layaknya dalam sebuah keluarga, keberadaan Pemimpin Redaksi Akhmad Zaini bagaikan orang tua. Berbagai persoalan penting, dialah yang harus menyelesaikan. Namun, bagaikan dalam sebuah keluarga juga, jika orang tua sibuk atau ada urusan yang sangat penting, maka mau tidak mau berbagai persoalan penting itu harus diambil alih oleh anak-anak yang sudah besar. Mereka harus mengambil alih tanggung jawab. Dan alhamdulillah, mereka ternyata bisa.
Dalam konteks NUsa, mereka yang bisa dianggap sebagai anak-anak yang sudah besar itu adalah Wakhid Qomari, Suwandi dan Suaidi. Sudah dua setengah tahun mereka digodok dalam pembuatan tabloid. Wakhid mengambil tanggung jawab  dalam  hal keredaksian yang meliputi pengeditan naskah dan pengkoordinasian naskah. Suwandi, selain menyiapkan naskah-naskah laporan, juga mencari terobosan-terobosan iklan. Sedang Suaidi mengambil bagian pada penataan halaman (lay out) dan percetakan.
Jadi, jika njenengan saat ini menikmati (membaca NUsa), maka sama saja dengan menyantap hasil masakan mereka. Tentu ada sedikit aroma perbedaan. Namun itu hanya soal cita rasa. Yang penting, masakan tetap tersaji. Yang muda bisa mulai mengambil tanggung jawab. Lama-lama mereka akan semakin lihai membuat masakan. Ini adalah kondisi yang patut disyukuri. Secara alamiah, berarti regenerasi di NUsa berjalan dengan baik. NUsa tidak lagi bergantung satu figur. Namun, telah berdiri di atas sebuah sistem yang ditopang oleh sebuah tim.
Dengan posisinya saat ini yang juga menjabat sebagai ketua LP Ma’arif NU Tuban, Pimred NUsa Akhmad Zaini memang semakin sibuk. Banyak urusan yang harus ditangani. Karena itu, sudah sekian lama, dia menghendaki regenerasi di NUsa dilakukan. Namun, karena satu dan lain hal, proses regenerasi itu berjalan relatif lamban. Akan tetapi, kini rasanya regenerasi itu sulit dihindari. Harus diterima sebagai hukum alam (sunatullah). Dan insya Allah, kondisinya sudah lebih kondusif. Semoga! 

Kamis, 27 November 2014

NUsa Peduli 31//Untuk Anak Yatim Berprestasi

SENANG: Peserta didik dari MI Badriyah Minorejo terlihat senang usai mendapatkan santunan NUsa peduli.

WIDANG – Kamis 27 Nopember NUsa Peduli kembali menyalurkan santunan ke Kecamatan Widang. Kali ini bertempat di MI Badriyah, Desa Minohorejo. Di madrasah yang bernaung di bawah LP Ma’arif Tuban, NUsa Peduli memberikan santukan kepada dua anak yang berhak mendapat santunan, yakni Muhammad Tri Prasetyo Baki dan Ika Dwi Rahmawati.
   Siti Rohmah, S.Pd.I salah satu guru di MI Badriyah menuturkan, kedua anak tersebut adalah anak yatim piatu yang hidup dalam kekurangan. ‘’Walau begitu mereka anak yang cerdas, semangat belajar mereka selalu mereka tunjukan dengan selalu breprestasi. Bahkan menjadi wakil dari lembaga ini setiap berkompetisi antar-sekolah se-Kecamatan Widang,’’ ungkapnya.   
   Muhammad Tri Prasetyo Bakti (kelas 6), dia sudah menjadi yatim sejak kecil. Tiyo panggilan akrabnya kini tinggal bersama ibu dan kakaknya. Tiyo selalu menjadi kebanggaan keluarga dan sekolahnya, karena dia selalu meraih rangking pertama dan mewakili sekolahnya berkompetisi di luar.
   Selanjutnya, Ika Dwi Rahmawati (kelas 6), dia adalah yatim piatu yang ditinggal orang tuanya sejak duduk di bangku kelas tiga. Dia sekarang tinggal bersama kakak perempuanya yang keseharinya sebagai karyawan PT Gudang Garam.

   Ketika ditanya tentang belajarnya di rumah, mereka menjawab,sekarang sudah sampai Al-Qur’an juz empat,ungkap mereka berdua. (amin)

Senin, 03 November 2014

MOZAIK 30 - Gaya Arsitektur Masjid Jawa

     

 Sejak masuknya Islam di bumi nusantara, masyarakat  Indonesia terutama Jawa, mulai membangun tempat ibadahnya. Sayangnya, tidak ada yang tahu persis mana tepatnya masjid pertama di Jawa dengan arsitektur asli jawa, karena banyak pihak yang mengklaim masjid dari daerahnya sendiri dan arsitekturnya banyak mengadopsi Timur Tengah, Tionghoa, dan Eropa. Kini, dapat ditemukan masjid dengan beragam gaya arsitektur, seperti model yang umum dengan kubah besar, masjid dengan pengaruh arsitektur Timur Tengah, sampai masjid-masjid bertema Tionghoa. Semuanya meramaikan nuansa ibadah para umat muslim di tanah air. Meskipun demikian, keberagaman dan keindahan itu tidak serta merta terjadi. Dahulu, masjid kuno di Jawa memiliki bentuk yang sangat sederhana, bahkan tidak memiliki dinding kayu. Ia hanyalah sebuah bangunan beratap dengan tiang-tiang penyangga atap dari kayu.
            Masjid adalah tempat ibadah umat Islam. Masjid berukuran kecil juga disebut musholla, langgar, atau surau. Selain tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al Quran sering dilaksanakan di masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.
            Banyak pemimpin muslim setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, berlomba-lomba untuk membangun masjid. Seperti Mekah dan Madinah yang berdiri di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Kota Karbala juga dibangun di dekat makam Imam Husein. Wilayah Nusantara khususnya Jawa pada abad ke-15-16 merupakan wilayah yang sedang mengalami peralihan kekuasaan dari zaman Hindu-Buddha ke zaman kerajaan Islam. Pada masa itu kerajaan kerajaan banyak meninggalkan bangunan yang berupa masjid, seperti halnya pada zaman kerajaan Hindu-Bunda banyak meninggalkan bangunan suci berupa candi, petirtaan, dll. Bangunan keagamaan merupakan simbol keberadaan sebuah keyakinan dalam kerajaan.
            Selain tempat beribadah (menunaikan salat lima waktu) fungsi lainnya adalah sebagai tempat pendidikan. Masjid sering kali digunakan untuk berdakwah atau belajar dan mengajarkan agama Islam, maupun pendidikan umum. Pada masa kerajaan Islam masjid dipergunakan sebagai tempat untuk mengengajarkan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan keIslaman; dari sinilah pengaruh dan ajaran Islam berkembang.

Gaya Arsitektur Jawa
            Tidak ada yang tahu persis dari mana datangnya inspirasi masjid kuno di Jawa yang berbentuk sederhana. Beberapa peneliti dalam dan luar negeri sampai saat ini masih mengkaji hubungan arsitektur kuno masjid di Jawa dengan berbagai bangunan pada masa itu. Ada yang menyebutkan inspirasi bangunan berasal dari tempat sabung ayam seperti yang ada di Bali. Tapi pernyataan ini buru-buru dibantah oleh peneliti lainnya, lantaran tidak mungkin umat beragama Islam memilih tempat judi sebagai rumah ibadah. Namun, sebagian besar peneliti berpendapat bahwa bentuk masjid kuno Jawa terinspirasi dari rumah adat Jawa itu sendiri. Bangunan berbentuk persegi dengan atap limas susun 3 yang konon katanya melambangkan tingkatan ilmu dan dasar keyakinan Islam. Beberapa masjid kuno yang masih ada sampai sekarang adalah Masjid Demak, Masjid Si Pitung, Masjid Cirebon, dan masjid bersejarah lainnya yang di antaranya sudah dijadikan museum. Masjid-masjid kuno didirikan sejak awal tahun 1500-an.
            Pada tahun 1947, peneliti Belanda G.F. Pijper telah menyebutkan bahwa tipe bentuk masjid di Indonesia berasal dari Masjid Jawa. Menurutnya ada enam karakter umum tipe Masjid Jawa itu yakni: 1) berdenah bujur sangkar, 2) lantainya langsung berada pada fundamen yang masif atau tidak memiliki kolong lantai sebagaimana rumah-rumah vernakular Indonesia atau tempat ibadah berukuran kecil seperti langgar (Jawa), tajug (Sunda), dan bale (Banten), 3) memiliki atap tumpang dari dua hingga lima tumpukan yang mengerucut ke satu titik di puncaknya, 4) mempunyai ruang tambahan pada sebelah barat atau baratlaut untuk mihrab, 5) mempunyai beranda baik pada sebelah depan (timur) atau samping yang biasa disebut surambi atau siambi (Jawa) atau tepas masjid (Sunda), dan 6) memiliki ruang terbuka yang mengitari masjid yang dikelilingi pagar pembatas dengan satu pintu masuknya di bagian muka sebelah timur.
            Sementara peneliti lainnya bernama J.P. Rouffer mencoba mengargumentasikan pandangan religius bahwa Masjid Jawa muncul dari sebuah bangunan Budha yang disebut dalam Negara Kertagama karangan Mpu Prapanca (H. Kern, 1919; Graff, 1947-1948). Spekulasi Rouffer ini mungkin memang dilengkapi berbagai argumen religi, namun tampak sama sekali tidak mempertimbangkan segi fisik bangunan sehingga dasar hipotesisnya lemah.
            Arkeolog Indonesia, Sutjipto Wirjosuparto (1962-1963) mengemukakan pandangannya bahwa asal-usul Masjid Jawa itu dari bangunan pendopo di Jawa. Argumennya bahwa denahnya bujur sangkar, jika ditambah dinding luar keliling sudah mirip ruangan masjid. Bahkan jika ditambah ruang mihrab di sisi arah kiblat sudah persis sama dengan masjid. Sementara untuk alasan atap tumpang, ia merujuk pada atap bangunan joglo.
Pandangan Wirjosuparto ini masih perlu penjelasan lebih lanjut, sebab nama pendopo sendiri berasal dari bahasa Sanskrit Mandhapa yang erat kaitannya dengan satu bagian pada candi Hindu India. Bahkan sulit juga menjelaskan bahwa filosofi bangunan pendopo bagaimanapun adalah bangunan tambahan. Sementara kalau menjadi masjid, ia bangunan terpenting. Selain itu, hipotesa joglo, juga meragukan. Memang benar atapnya tumpang, tetapi bukan berbentuk piramidal yang menuju pada satu titik di puncaknya.
            Hipotesis dari ilmuwan Perancis Claude Guillot pada tahun1985 dalam artikelnya berjudul La Symbolique de la Mosquee Javanaise (archipel 30, Paris) menyimpulkan bahwa arsitektur Masjid Jawa dipengaruhi secara kuat arsitektur batu di India dan arsitektur kayu di China. Sementara untuk atap tumpuknya diturunkan dari atap cungkup kuburan Islam di Jawa. Pertanyaannya adalah lebih dulu yang mana apakah masjid atau cungkup? Apalagi dalam tradisi bahwa atap cungkup jarang yang tumpuk kecuali cungkup Sunan Giri.

Perkembangan Arsitektur
            Sebenarnya tidak ada perkembangan yang berarti dalam arsitektur masjid di Nusantara sebelum Indonesia meraih kemerdekaannya. Hal ini dikarenakan gairah mencipta karya masyarakat belum muncul. Penderitaan akibat penjajahan lebih banyak menyita perhatian rakyat. Namun demikian, tetap ada dinamika arsitektur islami di sini. Salah satu contohnya adalah Masjid Angke yang terletak di Jakarta (sekarang nama resminya adalah Masjid Al Anwar) memiliki perpaduan langgam yang unik. Gaya arsitekturnya memadukan antara budaya pribumi, Tionghoa, dan Eropa. Masjid yang didirikan sejak tahun 1761 ini juga sudah mulai dihiasi dengan ukiran bunga dan kaligrafi. Sementara itu, Masjid Si Pitung juga cukup unik dengan atap rendah dan pilar penyangga yang cukup besar.
Hal lain, yang dianggap cukup menarik dan bagian dari ciri khas dari masjid-masjid kuno di Jawa adalah keberadaan sebuah makam, yang diletakkan di bagian belakang atau samping masjid. Hampir tidak jauh dari komplek masjid kuno Jawa selalu terdapat makam-makam yang disakralkan dan dimitoskan oleh penduduk setempat.
            Orang-orang yang dimakamkan di sekitar masjid biasanya mereka yang berjasa dalam penyebaran Islam (tokoh agama). Penyakralan tersebut merupakan bagian dari penghargaan atau penghormatan dari masyarakat atau umat kepada orang yang dihargainya. Namun penyakralan ini akan berbahaya apabila sudah ke luar dari kaidah-kaidah keislaman, karena akan mengakibatkan perbuatan syirik. Pengeramatan tersebut terjadi di masjid-masjid yang terletak di desa seperti misalnya Masjid Sendang Duwur di Paciran Lamongan atau Masjid Mantingan di Jepara, juga masjid-masjid kuno di Kudus (Masjid Menara Kudus), Surabaya (Masjid Sunan Ampel), Masjid Agung Demak, Masjid Agung Banten. Bentuk seperti ini merupakan ciri khas dari masjid kuno di Jawa.
         Meski kurang berkembang, setidaknya ada beberapa ciri khas masjid kuno di Indonesia, khususnya Jawa, bila dibandingkan dengan masjid kuno dari negara lain, yaitu (1) fondasi bangunan yang berbentuk persegi dan pejal (massive) yang agak tinggi; (2) masjid tidak berdiri di atas tiang, seperti rumah di Indonesia model kuno dan langgar, tetapi di atas dasar yang padat; (3) masjid itu mempunyai atap yang meruncing ke atas, terdiri dari dua sampai lima tingkat, ke atas makin kecil; (4) masjid mempunyai tambahan ruangan di sebelah barat atau barat laut, yang dipakai untuk mihrab; (5) masjid mempunyai serambi di depan maupun di kedua sisinya; (6) halaman di sekeliling masjid dibatasi oleh tembok dengan satu pintu masuk di depan, disebut gapura; (7) denahnya berbentuk segi empat; (8) dibangun di sebelah barat alun-alun; (9) arah mihrab tidak tepat ke kiblat; (dibangun dari bahan yang mudah rusak; (10) dahulu dibangun tanpa serambi (intinya saja). Ciri-ciri tersebut menunjukkan kemandirian arsitektur pada masanya, yang berarti bahwa masyarakat tidak mengadopsi langsung gaya masjid dari Timur Tengah.

Masjid di Jawa Memiliki Kubah dan Menara
         Bentuk kubah pada masjid pertama kali ada pada Masjid Sultan Riau dari provinsi Riau yang dibangun sekitar pertengahan abad XIX. Di Jawa, masjid berkubah baru ada pada pertengahan abad XX atau sekitar tahun 1900an.
        Menara masjid yang pertama kali ada yaitu menara Masjid Kudus yang dibangun pada awal abad ke-16. Menara ini cukup unik karena tidak ditirukan di bangunan masjid lainnya. Selain itu, menara ini juga memiliki bedug yang umumnya diletakkan di serambi masjid. Sumber lain mengatakan bahwa menara tertua adalah yang terletak di Masjid Sultan Banten.

      Pengaruh Islam baru muncul dalam arsitektur masjid di Jawa setelah memasuki periode 1900-an. Pengaruh budaya Hindu masih sangat kuat sampai periode 1800-an. Sulit memang untuk mengetahui seperti apa tepatnya perkembangan arsitektur masjid di Indonesia, akibat keterbatasan sumber autentik dan informasi yang simpang-siur. (Disarikan dari Bambang Setia Budi, peneliti arsitektur masjid Nusantara, staf pengajar Departemen Arsitektur ITB. Web: oleh Antok)

JEDA NUsa EDISI 30//Membangun Sistem (2-habis)


Dunia usaha tentu beda dengan dunia pendidikan. Ini artinya, dalam mengurusnya pun tentu harus berbeda. Terutama dalam hal tujuan. Dalam dunia usaha atau bisnis tujuan yang hendak dicapai adalah keuntungan finansial. Sedang dalam dunia pendidikan, keuntungan finansial tidak patut dijadikan tujuan. Dalam bahasa menterengnya, tidak boleh kita melakukan kapitalisasi pendidikan!
Meski pada kanyataannya saat ini banyak yang melakukan kapitalisasi pendidikan, dan karena saking banyaknya sehingga banyak yang menganggap lumrah, namun saya termasuk orang yang bersikukuh agar kapitalisasi pendidikan dihindari. Bagi saya, itu hukumnya HARAM! Namun demikian, dalam hal pengembangan, saya rasa tidak ada salahnya dunia pendidikan mengadopsi atau meniru langkah-langkah para pelaku usaha.
Menurut saya, banyak hal-hal positif yang bisa diadopsi dari dunia usaha. Semisal, profesionalisme, adanya target yang jelas, trik marketing yang kreatif, pelayanan yang prima atau optimal, jaminan mutu yang dijaga serius, aturan main yang jelas dan lain sebagainya. Hanya, dalam dunia pendidikan, semua itu tidak dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan finansial yang sebesar-besarnya. Melainkan, untuk mendapatkan kemajuan sekolah yang maksimal. Dari situ, diharapkan akan tercipta lembaga-lembaga yang berkualitas dan mampu menghasilkan anak-anak didik yang hebat.
Berangkat dari pemikiran seperti itu, maka menurut saya, membangun sistem layaknya dunia usaha adalah sebuah keharusan yang perlu dilakukan para pelaku pendidikan. Saya sebagai ketua PC LP Ma’arif merasa berkewajiban membantu untuk mewujudkannya. Di internal kepengurusan PC Ma’arif sendiri, meski pada kenyataannya tidak semudah ketika saya membangun sistem di dunia usaha, namun terus-menerus saya berusaha membangunnya. Menggelar Rapat Kerja (Raker) di awal kepengurusan adalah langkah awal membangun sistem tersebut.
Kini, tahap yang harus saya lalui adalah menerapkan atau menjalankan sistem. Nah, di titik ini saya benar-benar merasakan perbedaan. Di dunia usaha, begitu sistem dirumuskan, maka penerapannya relatif gampang (untuk tidak mengatakan mudah, mengingat hambatan sekecil apapun tetap ada). Namun, di dunia pendidikan, berbagai persoalan besar ternyata siap menghambat. Pihak-pihak yang semula ikut terlibat dalam pembentukan sistem, banyak yang tidak konsekuen. Relatif cari enaknya dan untungnya sendiri. Bila sistem itu dirasa menguntungkan, maka dia mau menjalankan. Sebaliknya, bila dirasa mengancam atau merugikan dirinya, maka akan berusaha menghindarinya, bahkan melakukan perlawanan.
Ini kenyataan pahit yang saya hadapi. Persoalan kedua adalah belum adanya pemahaman yang sama soal perlunya membangun sistem. Pihak-pihak yang seharusnya membantu membangun sistem dan sama sekali tidak terancam adanya sistem itu, kurang maksimal dalam memberikan dukungan. Karena itu, upaya untuk menyadarkan dan memberi pemahaman harus terus-menerus dilakukan.
Sejauh ini, saya tetap menyakini, untuk membangun dan mengembangkan Ma’arif sebagai organisasi serta sekolah atau madrasah di bawah naungan LP Ma’arif, maka membangun sistem adalah sebuah keharusan. Dengan adanya sistem yang baik, selain Ma’arif serta sekolah yang di bawahnya bisa dikembangkan, keberlangsungannya pun juga bisa diselamatkan. Sebab, reorganisasi atau istafet kepemimpinan adalah keniscayaan atau sunatullah yang tidak bisa dihindari. Sehebat apapun pengurus Cabang Ma’arif serta para kepala sekolah yang memimpin lembaga-lembaga pendidikan di bawah Ma’arif, maka pada titik tertentu mereka harus diganti. Dan itu, harus ada sistem yang mengaturnya.
Bak mengurai benang kusut. Sangat sulit mencari ujung dan pangkalnya. Namun, rasanya tidak pas kalau menyerah. Karena itu, sekecil apapun, langkah harus diambil. Di internal kepengurusan Cabang pelan-pelan saya membangun sistem administrasi yang baik. Terkait dengan ini, sistem kerja staf pun harus dibangun. Namun, hingga detik ini, sistem yang berhasil saya bangun masih sangat minim. Masih sangat jauh dari yang seharusnya.
Tiap hari, hati saya selalu berhias dengan doa dan harapan semoga empat tahun ke depan, ketika periode kepengurusan saya berakhir serta puncuk kepemimpinan di PC Ma’arif Tuban harus diserahkan kepada orang lain, sistem yang berhasil dibangun sudah relatif lebih banyak. Terutama sistem keuangan dan pendanaan organisasi Ma’arif. Jujur saja, saya sangat khawatir bila hal itu gagal diwujudkan, maka ancaman kevakuman kepengurusan seperti yang terjadi sebelumnya, bisa terjadi lagi.
LP Ma’arif bukanlah organisasi yang berdiri sendiri. Di bawah organisasi ini menginduk 300 lebih sekolah/madrasah. Diilihat dari kesejarahannya sekolah/madrasah tersebut ada yang memang milik NU (asetnya milik jam’iyah NU dan pendiriannya juga ditangani secara organisasi), milik sejumlah warga NU (asset dan pendiriannya dilakukan oleh sejumlah warga NU), serta miliki warga NU (asset dan pendiriannya dilakukan secara invidual atau sekeluarga warga NU). Nah, dalam membangun sistem di Ma’arif, mau tidak mau harus melibatkan sekolah/madrasah ini.    
Idealnya, apa pun latar belakang sejarahnya, semua sekolah/madrasah tersebut harus bersama-sama membangun sistem. Namun saya realistis. Untuk membangunnya tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu, saya menggunakan falsafat makan bubur panas. Memulai dari yang mungkin dulu. Dari Pinggir!
Sekolah/madrasah yang asset dan pendiriannya dilakukan NU secara organisasi, menurut saya bagaikan bubur yang berposisi di pinggir. Lembaga-lembaga ini harus menjadi pilot proyek. Jumlahnya memang tidak banyak. Namun, tidak apa-apa. Bukanlah lebih baik berbuat meski kecil, daripada tidak berbuat sama sekali. Bahkan, menurut saya, ada berkah atau sisi positifnya di balik sedikitnya jumlah tersebut. Yakni lebih mudah mengurus dan mengaturnya.
         Jadi, bila belakangan saya berusaha keras melakukan reorganisasi di sejumlah sekolah/madrasah milik NU yang memang waktunya reorganisasi, maka tidak lain saya maksudkan untuk membangun sistem. Dan ini, adalah langkah awal. Untuk menghasilkan kemajuan yang diharapkan, masih dibutuhkan langkah B, C, D, E dan seterusnya. Karena itu, mari kita bahu-membahu mewujudkannya. Mari kita wariskan hal yang terbaik untuk generasi yang akan datang! Wassalam…   

DARI KAMI TABLOID NUsa EDISI 30//Muharram Yang Mengesankan

TAHUN BARU: Warga NU mrnyambut Tahun Baru dengan berbagai kegiatan.
Bagi keluarga besar L.P. Ma’arif Tuban, Maharram tahun ini terasa begitu penuh berkah dan mengesankan. Beberapa pekan sebelum Muharram tiba, LP Ma’arif berturut-turut menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk kepala sekolah dan guru. Yang pertama dilaksanakan secara mandiri oleh pengurus P.C. Ma’arif Tuban dan yang kedua adalah bekerja sama dengan Pemda, dalam hal ini Bagian Kesra Pemda Tuban.
Nah, melengkapi dua kegiatan yang bisa dilaksanakan dalam kurun yang sangat berhimpitan tersebut, pada 2 Muharram (26 Oktober 2014) PC Ma’arif mengirim seribu tim (guru dan siswa) untuk mengikuti karnaval menyambut datangnya 1 Muharram atau Tahun Baru Hijriyah. Kegiatan karnaval ini sendiri dilaksanakan oleh Bagian Kesra Pemda Tuban.
Semula, sebelum Pemda Tuban menggagendakan dan mengundang Ma’arif Tuban untuk terlibat dalam karnaval tersebut, dua bulan sebelumnya pengurus Ma’arif telah merancang untuk menggadakan karnaval menyambut 1 Muharram. Namun karena Pemda mengadakan, agenda PC Ma’arif ditiadakan dan dileburkan dengan kegiatan tersebut.
Bagi kami, langkah Pemda tersebut patut didukung. Karena sudah selayaknya, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau sekolah yang berada di bawah Ma’arif menyambut dan memeriahkan datangnya 1 Muharram dengan berbagai kegiatan. Itu adalah syiar Islam. Moment itu adalah waktu yang tepat bagi lembaga di bawah L.P. Ma’arif untuk menunjukkan eksistensinya.
Dan alhamdulilah, dalam karnaval yang dilaksanakan Pemada itu, Ma’arif bisa tampil maksimal. Tim dari Ma’arif bisa mendominasi peserta karnaval. Dari itu, kami yakin pihak-pihak yang selama ini memandang remeh Ma’arif mulai memperhitungkan kalau Ma’arif itu organisasi besar. Lembaga-lemabaga pendidikan yang di bawah Ma’arif bisa tampil menawan, tidak kalah dengan lembaga-lembaga pendidikan yang lain.
Semoga tahu depan event tersebut bisa dilaksanakan lagi. Pemda Tuban yang telah memutuskan untuk menjadikan slogan ‘’Tuban Bumi Wali’’ sebagai ikon, sudah seharusnya mengagendakan acara seperti itu lebih serius dan lebih meriah lagi. Karena dari situlah, penegasan Tuban sebagai Bumi Wali akan mendapatkan penekanan dan penguatan. (*)    

Berharap Orbitkan Da’iyah Potensial

MUNCULKAN DA’I NASIONAL: Bupati Tuban membuka acara (kiri) peserta pelatihan da’i berpose bersama usai kegiatan di hotel Mahkota Sugihwaras Jenu.

JENU- Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Bagian Perekonomian, Administrasi Pembangunan dan Kesra mengadakan Pelatihan Da’iyah pada Jum’at-Sabtu (17-18/10) lalu di hotel Mahkota, Sugihwaras, Jenu. Sekitar 50 peserta yang datang dari seluruh Kabupaten Tuban mengikuti acara itu.
Bupati Tuban H. Fathul Huda dalam sambutannya saat membuka acara mengatakan bahwa Tuban saat ini sedang krisis da’i-da’iyah yang mumpuni. Dia membandingkan dengan Kabupaten tetangga, Tuban kini kalah, karena belum memunculkan nama da’i-da’iyah berskala nasional.
Karena itu, dia berharap pelatihan itu mampu mengorbitkan nama-nama baru da’iyah potensial. Dalam acara pembukaan yang bersanding dengan pembukaan acara memandikan jenazah itu, Bupati meminta kepada Kabag Kesra agar para da’iyah itu diperhatikan, karena jasa mereka luar biasa bagi masyarakat.
Sementara itu, Ir. M. Amenan, kabag Kesra, berharap bahwa setiap peserta itu mampu mengimplementasikan materi yang diperolehnya selama mengikuti pelatihan. Di samping itu, dia juga berharap mereka mampu menjadi inisiator da’iyah di kecamatan mereka masing-masing.
Selama mengikuti pelatihan 2 hari itu, para peserta dibekali dengan materi: Kebijakan Pemerintah Daerah di Bidang Kesra, Strategi Dakwah di Tengah Masyarakat dan Tantangannya, Aliran-Aliran Baru yang Dipandang Menyesatkan, Manajemen Dakwah dan beberapa materi lain. (wakhid)

Pemkab Gelar Pengajian Rutin

PERDANA: Suasana pembukaan pengajian rutin di Masjid Agung Tuban.

TUBAN KOTA-Dalam rangka mencetak pelajar berkharakter dan tangguh, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban menggelar pengajian rutin setiap minggunya di Masjid Agung Tuban. Kegiatan pengajian tersebut dibuka perdana pada 25 Oktober 2014 lalu dengan pembicara KH. Dr. Abdul Ghofur Maimun dari Rembang, Jawa Tengah.
Bupati Tuban, H.Fathul Huda yang sekaligus membuka kegiatan perdana itu mengatakan sebenarnya pengajian tersebut diharapkan bisa membentuk pemuda yang kharakter dan tangguh. Sehingga generasi penerus bangsa bisa menjadi pemimpin yang berkualitas kedepannya. Maka dari itu, pelaksanaan pengajian ini dirasa menjadi program yang tepat untuk memberikan stimulan positif kepada para pemuda khususnya pelajar tingkat SMA/MA/SMK di Kabupaten Tuban.

“Semoga bisa memberikan stimulan positif bagi pemuda, khususny pada pelajar,” kata Bupati dihadapan siswa-siswi SMA, SMK dan MA. (wandi)

Minggu, 02 November 2014

Gelar Pawai Taaruf Kelilingi Kecamatan

KELILING KECAMATAN: Guru dan Santri TK Al-Qur’an mengikuti pawai taaruf di Tambakboyo.
TAMBAKBOYO-Dalam rangka memperingati 1 Muharram 1436 Hijriyah, Lembaga Pembinaan dan Pengembangan TK Al Qur'an (LPPTKA) Kecamatan Tambakboyo menggelar pawai ta’aruf dengan mengelilingi desa yang ada di wilayah kecamatan setempat.
Kegiatan yang diikuti sekitar 3 ribu peserta itu digelar pada 25 oktober 2014 lalu. Tak heran jika kegiatan pawai itu mengundang banyak perhatian dari masyarakat sekitar. Pasalnya, para peserta melakukan pawai dengan cara menunggangi puluhan kendaraan yang digunakan untuk mengelilingi beberapa desa yang ada di Kecamatan Tambakboyo.
Ketua panitia kegiatan pawai taaruf, Ahmad Habibul Milla, S.Pd.I saat ditemui mengatakan kegiatan pawai taarif ini dalam rangka memperingati tahun baru 1 Muharrom 1436 Hijriyah. Pawai itu membuktikan bahwa keluarga besar LPPTKA Kecamatan Tambakboyo sangat bersemangat mengahadapi tahun baru hijriyah guna menciptakan generasi islami yang berwawasan Qur'ani.
"Ya paling tidak dengan pawai ini, anak didik kami bisa menjadi generasi Islami dan berwawasan Qur'ani," kata pria yang pernah belajar di ponpes MUS Sarang, Kabupaten Rembang ini.
Pria yang biasa disapa Habib itu berharap ke depan generasi TPA Se-Kecamatan Tambakboyo mampu mengaplikasikan ajaran Islami yang berprinsip Qur'an. Selain itu, bisa menjalin ukhuwah Islamiyah antar lembaga TPA. Sehingga nantinya menjadikan LPPTKA di Tambakboyo semakin kuat dan besar serta bisa mendidik para santri untuk memiliki wawasan yang Qur'ani.

"Semoga dengan kegiatan ini, kita keluarga besar LPPTKA semakin solid dan mampu mensyiarkan Islam di masyarakat, khususnya pada generasi muda," tandasnya. (wandi)

Ma’arif Tuban Delegasikan 1.000 Peserta Pawai Pemkab

Kontingen dari sekolah yang berada di bawah naungan ma’arif mengikuti pawai peringati Tahun Baru Hijriyah
TUBAN KOTA- Dalam rangka menyambut tahun baru 1 Muharrom 1436 H, Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Bidang Perekonomian, Administrasi Pembangunan dan Kesra Kabupaten Tuban mengadakan pawai ta’aruf pada Minggu, 26 Oktober 2014, lalu. Acara tersebut diikuti sekitar 3.000 peserta dari berbagai lembaga pendidikan.
Tidak terkecuali Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Tuban. Dari total jumlah peserta, Ma’arif mendelegasikan 1.000 peserta dari Pengurus MWC LP Ma’arif dan sekolah-madrasah Ma’arif.
Menurut Ir. Amenan, MT, Kabag Perekonomian, Adm. Pembangunan dan Kesra Kabupaten Tuban (sebagai ketua pelaksana acara) mengatakan bahwa jumlah itu sudah cukup besar dan mampu menunjukkan kesolidan Ma’arif. “Tujuan kami mengajak Ma’arif adalah kami ingin melihat seberapa kompak Ma’arif saat ini. Dengan jumlah peserta yang ditunjukkan tadi, hal itu telah menunjukkan bahwa Ma’arif solid,” ungkapnya.
Selain Ma’arif, Amenan juga menggandeng BKPRMI Tuban dan beberapa LPI yang ada di Tuban. “Semua kami undang untuk merayakan 1 Muharom 1436 H ini. Tujuannya, kami ingin memfasilitasi berbagai lembaga pendidikan bisa merayakan tahun baru hijriyah bersama-sama, sehingga nampak kesolidan ukhuwah Islamiyahnya. Jadi, tidak merayakan sendiri-sendiri, seperti yang terjadi selama ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Akhmad Zaini, ketua PC LP Ma’arif NU Tuban, mengaku senang dengan dilibatkannya dalam merayakan tahun baru Islam itu. Dia mengharapkan acara yang baru pertamakali dilaksanakan Bagian Perekonomian, Adm. Pembangunan dan Kesra itu bisa dilaksanakan rutin setiap tahun. Di samping itu, dia juga mengharapkan adanya peningkatan persiapan. “Ini kan baru pertama. Semoga ke depan persiapan bisa lebih dimatangkan,” ungkapnya.

Dalam acara pembukaan, Ketua DPRD Kabupaten Tuban Miyadi bertugas sebagai pembuka acara dan sekaligus yang memberangkatkan peserta. (wakhid)

PD IGRA Adakan Manasik Haji Kid

Anak-anak RA belajar manasik haji.
TUBAN KOTA- Pengurus Daerah Ikatan Guru Roudlotul Athfal (PD IGRA) Kabupaten Tuban mengadakan acara Manasik Haji Kid (anak-anak) di Kompi C 521 Bataliyon Tuban pada Senin (13/10) lalu. Sejumlah 5.460 peserta dari berbagai RA di Kabupaten Tuban turut serta meramaikan acara tahunan ini.
Dalam acara pembukaan, Kepala Kemenag Kabupaten Tuban Drs. Abdul Wahib, Kasi Pendma Muchlisin Mufa, M.Pd.I dan seluruh PPAI (Pengawas Pendidikan Agama Islam) tampak hadir di hadapan para peserta. Dalam sambutannya, Wahib berharap para peserta manasik itu dibekali dengan pelajaran tentang bagaimana melaksanakan ibadah haji, sehingga jika mereka nanti berkesempatan berangkat haji, maka mereka sudah punya angan-angan tentang melaksanakannya.

Di samping itu, Wahib juga berharap acara itu tetap dilestarikan. “Agar acara ini menjadi acara rutin,” ungkapnya. (wakhid)