Senin, 20 Januari 2014

TOKOH INSPIRATIF NUsa 20//Hj. Siti Sarofah

Merekam Kiprah Ketua PC Muslimat NU Tuban Hj. Siti Sarofah
Rajin Turba, Muslimat Kian Tertata

FIGUR PEMIMPIN: Hj. Siti Syarofah,sosok pemimpin bagi kaum muslimat NU Tuban.

Nama lengkapnya Hj. Siti Sarofah, S.Pdi. Meski tidak kelahiran Tuban, namun perjuangannya di Muslimat NU Tuban perlu diperhitungkan. Apa saja yang telah ditorehkan Sarofah di Muslimat Tuban?

Saat ini, Sarofah dan keluarga bertempat tinggal di Jalan Patimura no. 76 Tuban. Banyak penghargaan yang diperolehnya selama memimpin PC Muslimat NU Tuban. Kiprah perjuanggannya di Muslimat NU, patut dijadikan contoh oleh generasi penerus atau kader NU, khususnya bagi IPPNU dan Fatayat NU.
Sarofah merupakan tipe orang yang selalu semangat dan tegas serta berani dalam menjalankan organisasi. Selain itu, dia juga dikenal sebagai pemimpin yang luwes terhadap anggotanya. Dia berusaha menggerakkan dan menjalankan organisasi muslimat NU. Hampir setiap hari dia menyambangi kantor muslimat. Meski usiannya mendekati setengah abad, namun hal itu tidak mengurangi niat dan aktifitasnya untuk berjuang di Muslimat.
Tidak hanya itu, Sarofah juga sering bersilaturrahim dan turba ke anak cabang (PAC) dan ke tiap-tiap ranting. Selain itu, beliau juga selalu hadir di tiap acara di ranting hingga di anak cabang, apabila diundang. Kedatangannya tidak lain karena urusan perjuangan di Muslimat NU. Karena dedikasi dan komitmen itulah, akhirnya Muslimat sebagai salah satu Banom NU di Tuban menjadi besar dan tertata.
Selain mengurus dan menjadi ketua muslimat, Sarofah saat ini juga sebagai ketua yayasan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Anak Sholeh Tuban dan menjadi guru ngaji di Mushola dekat rumahnya tersebut.

Perjalanan Hidup
Sarofah lahir pada 26 april 1964 di Desa Kincang, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. Dia adalah anak dari pasangan KH. Djamaludin dan Hj. Siti Fatonah yang merupakan cucu bupati Magetan beberapa tahun silam.
Saat kecil antara 1971-1977, Sarofah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar negeri (SDN)di Madiun. Selain menempuh pendidikan dasar di sekolah formal, dia ikut mengaji selayaknya seorang santri. Saat itu Sarofah ikut mengaji pada ibunya. Kebetulan ibunya merupakan seorang guru ngaji di desanya. Tak hanya itu, untuk mempercepat agar bisa lancar mengaji dan mengenal kitab salaf, Sarofah kecil turut serta mengaji kitab salaf kepada seorang ustadzah yang bernama Romlah.
            Setelah melewati dan lulus di jenjang sekolah formal di tingkat sekolah dasar, Sarofah menempuh pendidikan di salah satu MTs yang berada di Kecamatan Gading. Selama dua tahun, ia belajar di MTs tersebut. Akan tetapi belum sampai lulus, dia dipindah oleh bapaknya ke Pondok Pesantren Dahrul Ahkam, Geger, Kabupaten Madiun. Di Pesantren, selain mengaji kitab salaf, Sarofah menimba ilmu di Muallimat (pendidikan formal yang berada di pondok pesantren) selama 6 tahun. Di pondok pesantren tersebut, dia mendapatkan gemblengan dididikan KH. Kholidi Ibrahim Mursid beserta istrinya.
            Di usia belia ini, Sarofah juga mengasah kemampuan organisasinya dengan mengikuti sejumlah kegiatan yang ada di pesantren. Mulai kegiatan pramuka, drum band, hadrah, osis dan lain sebagaiannya. Tak hanya kegiatan di pesantren dan sekolah saja, di lingkungan desanya Sarofah muda juga aktif menjadi anggota Fatayat hingga akhirnya bisa menjadi ketua ranting Fatayat NU yang ada desanya itu.
 ”Sambil belajar di pondok pesantren, kalau ada kesempatan libur dan pulang ke rumah saya ikut kegiatan Fatayat. Setelah lulus, saya menjadi ketua Fatayat,” tutur ibu 4 anak itu.

Awal Masuk Tuban
Setelah belajar di pondok pesantren selama 6 tahun lebih, akhrinya Sarofah menikah. Setelah menikah ia diboyong oleh suaminya ke Tuban sekitar 1985-an. Awal di Tuban, karena suaminya sebagai pegawai negeri, mau tidak mau dia ikut di partai golkar. Salah satunya dengan mengikuti organisasi MDI Golkar Kabupaten Tuban. Meski aktif di MDI, tetapi dia tidak meninggalkan aktifitas sehari-harinya sebagai seorang guru ngaji yang berada di desanya.
”Saat dulu jamannya Presiden Suharto, PNS kan wajib ikut Golkar. Tapi meski aktif di situ, alhamdiulillah saya masih bisa belajar ngaji sama anak-anak dan sampai sekarang,” tutur perempuan lulusan UNDAR Jombang itu.
            Pada 1999, setelah Soeharto tumbang dan era reformasi bergulir Sarofah keluar dari Golkar. Selanjutnya, bergabung di PKB. Di PKB, awalnya dia hanya menjadi ketua ranting PKB. Karena perjuangannya di PKB yang gigih, akhirnya ditarik menjadi pengurus PAC PKB Tuban Kota. Seiring dengan berjalannya waktu, mulai 2004 hingga 2009, dia diangkat menjadi ketua bidang seni, dakwah dan budaya di DPC PKB Tuban. Karena aktif di PKB, Sarofah kembali diangkat menjadi sekretaris di DPC PKB Tuban.
Puncak kariernya di PKB terjadi setelah dia terpilih sebagi anggota DPRD Tuban. Di DPRD, Sarofah masuk Komisi C yang membidangi pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan perempuan. ”Meskipun belum dikatakan sukses, namun paling tidak saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperjuangkan itu semua,” tandas istri H. Sumari ini. (wandi)

0 komentar:

Posting Komentar