Merekam Kiprah Ketua PC Muslimat NU Tuban Hj. Siti Sarofah
Rajin Turba, Muslimat Kian Tertata
Nama lengkapnya Hj. Siti
Sarofah, S.Pdi. Meski tidak kelahiran Tuban, namun perjuangannya di Muslimat NU
Tuban perlu diperhitungkan. Apa saja yang telah ditorehkan Sarofah di Muslimat
Tuban?
Saat ini,
Sarofah dan keluarga bertempat tinggal di Jalan Patimura no. 76 Tuban. Banyak
penghargaan yang diperolehnya selama memimpin PC Muslimat NU Tuban. Kiprah perjuanggannya
di Muslimat NU, patut dijadikan contoh oleh generasi penerus atau kader NU,
khususnya bagi IPPNU dan Fatayat NU.
Sarofah
merupakan tipe orang yang selalu semangat dan tegas serta berani dalam
menjalankan organisasi. Selain itu, dia juga dikenal sebagai pemimpin yang luwes
terhadap anggotanya. Dia berusaha menggerakkan dan menjalankan organisasi muslimat NU. Hampir
setiap hari dia menyambangi kantor muslimat. Meski usiannya mendekati setengah
abad, namun hal itu tidak mengurangi niat dan aktifitasnya untuk berjuang di Muslimat.
Tidak hanya
itu, Sarofah juga sering bersilaturrahim dan turba ke anak cabang (PAC) dan ke
tiap-tiap ranting. Selain itu, beliau juga selalu hadir di tiap acara di
ranting hingga di anak cabang, apabila diundang. Kedatangannya
tidak lain karena urusan perjuangan di Muslimat NU. Karena dedikasi dan
komitmen itulah, akhirnya Muslimat sebagai salah satu Banom NU di Tuban menjadi
besar dan tertata.
Selain
mengurus dan menjadi ketua muslimat, Sarofah saat ini juga sebagai ketua
yayasan Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Anak Sholeh Tuban dan menjadi guru ngaji
di Mushola dekat rumahnya tersebut.
Perjalanan Hidup
Sarofah
lahir pada 26 april 1964 di Desa Kincang, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. Dia
adalah anak dari pasangan KH. Djamaludin dan Hj. Siti Fatonah yang merupakan cucu
bupati Magetan beberapa tahun silam.
Saat kecil
antara 1971-1977, Sarofah menempuh pendidikan di Sekolah Dasar negeri (SDN)di Madiun.
Selain menempuh pendidikan dasar di sekolah formal, dia ikut mengaji selayaknya
seorang santri. Saat itu Sarofah ikut mengaji pada ibunya. Kebetulan ibunya
merupakan seorang guru ngaji di desanya. Tak hanya itu, untuk mempercepat agar
bisa lancar mengaji dan mengenal kitab salaf, Sarofah kecil turut serta mengaji
kitab salaf kepada seorang ustadzah yang bernama Romlah.
Setelah melewati dan lulus di jenjang sekolah formal di
tingkat sekolah dasar, Sarofah menempuh pendidikan di salah satu MTs yang
berada di Kecamatan Gading. Selama dua tahun, ia belajar di MTs tersebut. Akan
tetapi belum sampai lulus, dia dipindah oleh bapaknya ke Pondok Pesantren
Dahrul Ahkam, Geger, Kabupaten Madiun. Di Pesantren, selain mengaji kitab
salaf, Sarofah menimba ilmu di Muallimat (pendidikan formal yang berada di
pondok pesantren) selama 6 tahun. Di pondok pesantren tersebut, dia mendapatkan
gemblengan dididikan KH. Kholidi Ibrahim Mursid beserta istrinya.
Di usia belia ini, Sarofah juga mengasah kemampuan
organisasinya dengan mengikuti sejumlah kegiatan yang ada di pesantren. Mulai
kegiatan pramuka, drum band, hadrah, osis dan lain sebagaiannya. Tak hanya kegiatan
di pesantren dan sekolah saja, di lingkungan desanya Sarofah muda juga aktif
menjadi anggota Fatayat hingga akhirnya bisa menjadi ketua ranting Fatayat NU
yang ada desanya itu.
”Sambil belajar di pondok pesantren, kalau ada
kesempatan libur dan pulang ke rumah saya ikut kegiatan Fatayat. Setelah lulus,
saya menjadi ketua Fatayat,” tutur ibu 4 anak itu.
Awal Masuk Tuban
Setelah
belajar di pondok pesantren selama 6 tahun lebih, akhrinya Sarofah menikah.
Setelah menikah ia diboyong oleh suaminya ke Tuban sekitar 1985-an. Awal di
Tuban, karena suaminya sebagai pegawai negeri, mau tidak mau dia ikut di partai
golkar. Salah satunya dengan mengikuti organisasi MDI Golkar Kabupaten Tuban.
Meski aktif di MDI, tetapi dia tidak meninggalkan aktifitas sehari-harinya
sebagai seorang guru ngaji yang berada di desanya.
”Saat dulu
jamannya Presiden Suharto, PNS kan wajib ikut Golkar. Tapi meski aktif di situ,
alhamdiulillah saya masih bisa belajar ngaji sama anak-anak dan sampai
sekarang,” tutur perempuan lulusan UNDAR Jombang itu.
Pada 1999, setelah Soeharto tumbang dan era reformasi
bergulir Sarofah keluar dari Golkar. Selanjutnya, bergabung di PKB. Di PKB, awalnya dia
hanya menjadi ketua ranting PKB. Karena perjuangannya di PKB yang gigih, akhirnya ditarik
menjadi pengurus PAC PKB Tuban Kota. Seiring dengan berjalannya waktu, mulai
2004 hingga 2009, dia diangkat menjadi ketua bidang seni, dakwah dan budaya di
DPC PKB Tuban. Karena aktif di PKB, Sarofah kembali diangkat menjadi sekretaris
di DPC PKB Tuban.
Puncak
kariernya di PKB terjadi setelah dia terpilih sebagi anggota DPRD Tuban. Di
DPRD, Sarofah masuk Komisi C yang membidangi pendidikan, kesehatan dan
pemberdayaan perempuan. ”Meskipun belum dikatakan sukses, namun paling tidak
saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperjuangkan itu semua,” tandas
istri H. Sumari ini. (wandi)
0 komentar:
Posting Komentar