Jumat, 21 Februari 2014

TOKOH INSPIRATIF NUsa EDISI 21//ICHWAN AZHARI

Pekikkan Takbir di Depan Soekarno


Diam mendengarkan bukan berarti tidak mengerti, tapi untuk memahami dan selanjutnya mencari solusi masalahnya. Dengan karakter seperti itu, Ichwan Azhari (05 Oktober 1924 – 29 Juli 1989) mampu memangku bebagai jabatan pada zamannya.

Generasi NU Tuban zaman sekarang mungkin jarang yang mengenal namanya. Padahal, sejarah mencatat bahwa dia adalah salah satu tokoh penting dalam dinamika perjalanan PC NU Tuban.
Sebagai alumnus Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang yang semasa pendidikannya di sana dia mendapat ajaran langsung dari Hadratus Syaikh KH. Hasyim As’ari, Nahdlatul Ulama seolah telah menancap kuat dalam hatinya. Hal ini setidaknya ditunjukkan dengan berbagai kiprahnya dalam memperjuangkan dan menjalankan roda kepengurusan PC NU Tuban, selepas tamat dari pondok. Kendati rekam jejak pendidikannya, serta prestasi-prestasi yang diraihnya semasa itu, kurang bisa tergali, namun, beberapa kiprahnya semasa aktif di Jam’iyah Nahdlatul Ulama sekitar awal 1950-an hingga 1980-an masih bisa kita rekam.
KH. Achmad Mundzir, mantan ketua PC NU Tuban (2011-2013) yang mengulas kiprah Ichwan Azhari dalam buku Perjalanan NU Tuban dari Masa ke Masa, mengatakan bahwa banyak sekali kiprah Ichwan di era 1950-an itu.
Sejak Muktamar NU Palembang (1952) memutuskan bahwa NU keluar dari Masyumi dan berdiri sendiri menjadi partai politik, PCNU Tuban pun langsung mengikuti keputusan tersebut. Ada 11 tokoh NU saat itu yang mendatangi kediaman tokoh Masyumi guna menyampaikan maksudnya, dan Ichwan Azhari adalah salah satu dari 11 tokoh NU itu. Para tokoh NU itu adalah KH. Fatkhurrohman Kafrawi (menteri Agama RI ke-2), KH. Raden Mustain (Bupati Tuban saat itu), KH. Ahmad Muchit Ma’sum (Kepala Depag), KH. Murtadji (pegawai Depag), Sayid Muhammad Mahdali (kepala Kantor Pendidikan Agama), H. Fatchurrohman Mu’thi (pedagang besar), KH. Taslim (anggota DPRD GR Tuban), Ichwan Azhari (ketua PC NU Tuban), Azis Nur Chasan, K. Abdul Hadi dan K. Abdul Muchit Muzadi.
Ketika keluar dari Masyumi, menurut Mundzir, 11 orang itulah yang kemudian menjadi tim pendiri Partai NU Tuban (1952). Semenjak berdiri sendiri, Partai NU mampu membuktikan sebagai salah satu partai besar. Tercatat, NU Tuban pernah mendapat 9 kursi di gedung DPRD GR Tuban (1955-1960). Jumlah itu tertinggi ke-2 setelah PKI yang mampu memperoleh 13 kursi. Sedangkan Masyumi menempati posisi ke-4 setelah PNI dengan 5 kursi, sementara PNI memperoleh 7 kursi. PRI saat itu hanya memperoleh 1 kursi. Dengan kebesaran NU saat itu, sampai-sampai jabatan setingkat Sekda dijabat oleh orang NU, yakni KH. Muchit Muzadi, yang saat itu masih muda. Dari 9 kursi DPRD GR yang didapatkan Partai NU, 1 kursi diduduki oleh Ichwan Azhari.
Selain menjabat sebagai Ketua Partai NU dan DPRD GR Tuban, Ichwan juga menjabat sebagai Ketua Persatu (Persatuan Sepak Bola Tuban) di era 1950-an itu. “Pak Ichwan itu orang yang tidak bisa bermain bola, tapi suka dengan sepak bola. Sampai-sampai saat itu dia ditunjuk sebagai Ketua Persatu,” ungkap Mundzir. Bahkan, menurut Mundzir, nama Persatu saat itu sangat disegani “Di era itu, hampir setiap desa mempunyai lapangan sepak bola,” ungkap penulis yang menamatkan studi S-2 Komunikasi-nya di Unitomo itu.

Ditambahkannya, ketika Presiden Soekarno berkunjung ke Tuban (1952), dialah yang menyampaikan kata sambutan kepada Presiden. Saat menyampaikan sambutannya, dia memekikkan takbir sehingga membangkitkan semangat warga Tuban saat itu. Bersamaan dengan itu, dia menerima piagam penghargaan dari Presiden Soekarno sebagai perwakilan Orsospol Islam. (wakhid)

3 komentar:


  1. Alhamdulillah, luar biasa, smg kita, dzuriyyat kita dan dzurriyyat beliau bisa melanjutkan dakwahnya, Aamin

    BalasHapus

  2. Alhamdulillah, luar biasa, smg kita, dzuriyyat kita dan dzurriyyat beliau bisa melanjutkan dakwahnya, Aamin

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, ada tulisan bagus seperti ini, maturnuwun

    BalasHapus