|
IN MEMORIAL: Nur Afifah (Almarhumah) bersama putrinya. |
Di
tengah kebahagiaan yang dirasakan oleh ribuan anggota Fatayat dan Muslimat NU
pada acara Harlah PC Muslimat NU Tuban, (Selasa, 05/06/2012) di GOR Tuban,
ternyata menyisakan kesedihan yang mendalam bagi anggota PAC Fatayat Singgahan
Tuban, khususnya, dan seluruh anggota PC Fatayat dan Muslimat Tuban, pada
umumnya. Hal ini dikarenakan PAC Fatayat Singgahan harus ikhlas melepaskan
salah satu kader terbaiknya yang meninggal dunia akibat kecelakaan sepulang
mengikuti acara harlah akbar itu.
Dia
adalah Nur Arofah. Warga desa Lajokidul-Singgahan-Tuban RT II/RW I. Dia adalah
sekretaris PAC Fatayat Singgahan yang sangat gigih dan aktif untuk
memperjuangkan organisasi.
Ketua
PAC Fatayat Singgahan Istianah mengungkapkan bahwa dia adalah seorang
organisastoris tulen. Mulai belia dia sudah aktif di IPPNU. Bahkan riwayat
organisasinya di IPPNU sudah mencapai pengurus PC IPPNU Tuban. Setelah menikah,
dia naik pada jenjang organisasi banom NU yang ada di atasnya, yakni Fatayat.
Di Fatayat pun dia memulainya dari level yang paling bawah, ranting Lajokidul.
Setelah berjuang di tingkat ranting, dia naik menjadi pengurus PAC Fatayat
Singgahan.
“Dia
di PAC Fatayat Singgahan itu 4 kali menjadi sekretaris. 2 kali sebelum saya
menjabat ketua dan dua kali setelah saya menjabat ketua,” ungkap Istianah.
Lebih
lanjut Istianah menceritakan Nur Arofah sosok organisastoris yang mumpuni. Dia
seorang orator. Cara bicaranya enak dan diplomatis, sehingga disukai banyak
anggota Fatayat. Dia juga sangat aktif. Dalam setiap kegiatan PAC Fatayat
Singgahan, dia sangat jarang tidak datang.
“Dia
tidak datang itu kalau pas kepepet dengan jam kerjanya di kantor agen pupuk
milik H. Muawanah. Tapi, kalau program kita sangat penting, dia pasti lebh
memilih datang untuk membahas program bersama di kantor Fatayat,” tandas
Istianah.
Satu
hal lagi yang dikagumi Istianah pada diri Nur Arofah adalah dia ibu rumah
tangga yang mampu me-manage waktunya untuk keluarga, pekerjaan dan
organisasi dengan baik.
Kegiatan
terakhir pra-harlah PC Muslimat yang diikutinya adalah seminar tentang “KDRT”
yang diadakan oleh PC Muslimat NU Tuban. Dia ditunjuk Istianah untuk mewakili
kecamatan Singgahan.
Istianah
mengatakan, dia dan seluruh pengurus PC Fatayat Singgahan merasa sangat
kehilangan dengan meninggalnya Nur Arofah. “Ini saja program olah raga bersama
yang biasa kita lakukan saya liburkan dulu karena situasinya lagi duka,” ungkap
Istianah.
Sokong
Perekonomian Ortu
Kegigihan
Nur Afifah tidak saja dirasakan oleh teman sejawatnya di PC Fatayat Singgahan,
tapi juga dirasakan seluruh keluarganya. Titik Sumartini, ibunya, menceritakan
dia adalah sosok yang luar biasa di keluarga. Dia sangat perhatian pada orang
tuanya. Sejak umur 10 tahun dia sudah tidak malu dengan teman-temannya untuk
membantu belanja keperluan jualan es ke pasar.
Karena
kepintaran dari Nur Afifah, setelah lulus aliyah, dia diminta mengajar di MI
dan TPQ Lajokidul. Setelah beberapa tahun mengajar, dia diminta Hj. Muawanah
untuk bekerja di kantor agen pupuk miliknya. “Sebagai wartawan, suaminya tidak
secara rutin memberi Afifah uang belanja, sehingga dia menerima tawaran bu Hj.
Muawanah untuk bekerja di kantornya dengan gaji Rp. 800.000,- per bulan,”
terang Sumartini untuk menjelaskan Nur Afifah adalah penyokong ekonomi
keluarga.
Sejak
bekerja di kantor agen pupuk itulah sokongan keuangan Afifah untuk biaya hidup
ibunya semakin nampak. “Dulu saya masih cari orang ambil air untuk keperluan
mandi dan yang lainnya, tapi suatu hari saya kaget sudah terpasang pipa paralon
yang terhubung dengan sanyo milik Afifah. Setelah saya Tanya orang rumah ‘siapa
yang masang paralon?’. Kemudian dijawab ‘Siapa lagi kalau bukan anakmu’,”
cerita ibu yang nampak masih sedih ditinggal Afifah itu.
Tidak
cukup hanya membantu men-supply air saja, biaya listrik rumah orang
tuanya pun dia yang membayar tiap bulannya. Tidak jarang dia juga memberi uang
belanja pada ibunya. Bahkan biaya arisan ibunya pun Afifah yang sering
membayari. “Malah kalau waktunya bulan puasa, dia yang membayari arisan saya
sepenuhnya, karena tahu saya tidak buka warung selama bulan Romadlan. Dia juga
yang membelikan baju hari raya pada saya,” jelas Sumartini.
Oleh
karena itu, saat mendengar kabar Nur Afifah meninggal, dia sangat shock.
“Siapa kini yang akan membantu saya untuk membayar biaya listrik, biaya hidup
setiap hari dan yang lainnya kalau kondisi saya seperti ini?” kata ibu beranak
lima itu dengan raut muka sedih.
Sama
halnya dengan ibunya, Wiji Saimuri, bapaknya juga menceritakan kepandaian
Afifah. Mulai SD sampai MTs, kepandaian Nur Afifah belum nampak sepenuhnya.
Baru setelah dia masuk bangku aliyah, dia selalu mendapat peringkat di kelas
dan beasiswa dari sekolah. “Kalau waktunya pelajaran Bahasa Arab, Afifah bukan
diajari gurunya. Tapi gurunya yang malah diajari Afifah,” dia bercerita. Sayang
Afifah muda tidak bisa berkuliah karena faktor keuangan keluarga.
Tidak
hanya itu, dia juga bercerita tentang kebaikan hati Afifah. “Dia itu anak yang
muda tapi pikirannya sudah sangat dewasa. Dia bisa menjadi pemberi jalan keluar
bagi keluhan-keluhan orang yang masuk padanya. Dia juga bisa berdiri di tengah
pada perselisihan yang sedang dihadapi orang,” jelasnya.
Pada
penjelasan sebelumnya pun Sumartini mengatakan bahwa Afifah melarangnya
mengeluh padanya saat ada suaminya, agar tidak memunculkan perasaan-perasaan
yang tidak diinginkan pada diri suaminya. Afifah hanya akan mengatakan sesuatu
seperlunya.
Nur
Afifah meninggalkan 5 anak, 3 putra dan 2 putri, yang pandai-pandai. Anak
pertamanya bernama Bagus Farid Alfian Isfa Anuraga. Dia masih duduk di bangku
MA Lajokidul. Anaknya yang kedua bernama Yafi Alfian Isfa Anuraga. Dia tahun
ini lulus MTs Lajokidul dan ingin masuk ke SMK N 1 Tuban. Hasil ujiannya di MTs
Lajokidul tahun ini memasukkannya pada rangking III. Anak ketiganya bernama Ika
Trina Maulidia Riska Fahmia. Tahun ini dia naik kelas VI di MI Lajokidul. Dia
berhasil mendapatkan rangking II pada ujian kenaikan kelas kemarin. Anaknya
yang keempat bernama Irdina Fitra Nailya Rusyda. Dia kini naik kelas III MI
Lajokidul. Hasil ujiannya pun membanggakan. Dia mampu meraih rangking I dalam
ujian kenaikan kelas kemarin. Dan anaknya yang terakhir bernama M. Nabil Fahri
Pamungkas. Dia baru bisa berjalan.
Bagus
Farid Alfian Isfa Anuraga mengatakan bahwa ibunya adalah sosok yang tidak
tergantikan. “Ibu itu sempurna buat saya,” ungkapnya.
Semua
keluarga merasa sangat kehilangan. “Kita semua merasa sangat kehilangan,”
ungkap Yafi Alfian, anak Afifah yang kedua. (wakhid)