LAWATAN:
Mahfud (dua dari kiri) bersama Wabup Noer Nahar Hussein ketika berada di Geneva,
Swiss beberapa waktu yang lalu.
|
Sepulang dari Geneva Kamis (19/07) malam di
rumahnya, kepada NUsa Mahfud berbagi pengetahuan yang dia bawa dari sana.
Dikatakan, setidaknya ada tiga hal yang dia pelajari selama perjalanannya
menuju negara markas PBB itu. Yakni tentang pengembangan pertanian, peternakan
dan pendidikan lingkungan.
Dia bercerita sekitar pukul 6 malam dia bersama rombongan terbang
dari Surabaya menuju Jakarta. Tepat pukul 7 malam dia sampai di Jakarta dan
transit ke penerbangan menuju Abu Dhabi. Berangkat dari Jakarta pukul 7 malam,
mereka sampai di Abu Dhabi pukul 00.00 malam, kemudian transit lagi ke
penerbangan menuju Geneva-Swiss.
Dari Abu Dhabi jam 00.00 WIB dia tiba di
Geneva tepat pukul 07.00 pagi waktu Geneva Swiss. Satu hal yang mengejutkan
baginya adalah ternyata dia bersama rombongan tidak sengaja bertemu Wakil
Bupati Tuban Noor Nahar Hussein yang sedang dalam perjalanan dinas ke negara tujuan
yang sama. Namun, ketika sampai di Geneva mereka harus berpisah karena berbeda
tempat tujuan.
Dari Bandara Geneva Mahfud kemudian melakukan
perjalanan wisata ke sebuah kota bernama Lausan. Di kota inilah dia melihat
keindahan tanaman pertanian. Dia melihat keindahan pertanian gandum, apel dan
bunga matahari. Seluruh pertanian itu dikelola dengan sangat modern.
“Semua tahap penggarapan memakai mesin. Tahap
pembajakan, penanaman, pengobatan sampai pemanenan telah memakai mesin. Tenaga
manusia hanya sedikit sekali terpakai. Jadi, meskipun hanya seorang, petani di
sana mampu menggarap lahan pertanian berhektar-hektar dan hasilnya pun cukup
bahkan lebih untuk biaya hidup di sana,” ungkap Mahfud.
“Kalau di Indonesia, petani identik dengan
kemiskinan, tapi kalau di sana petani bisa dibanggakan. Bahkan pertanian
menjadi tulang punggung di beberapa kota di Swiss,” tambahnya.
Apalagi saat dia ada di Lausan, sedang terjadi
musim panas, di mana pada musim panas bunga matahari sedang bermekaran.
“Bunganya itu kuning dan indah sekali seperti permadani yang digelar,” ungkap
Mahfud.
Dia mengatakan, selain sebagai bahan kuwaci,
bunga matahari itu juga sebagai bahan pembuatan minyak wangi. Pohon apel di
sana tidak terlalu tinggi, tapi buahnya sangat lebat. “Banyak sekali buahnya,”
katanya.
Dari Lausan dia menuju Bern. Bern adalah
daerah pegunungan yang sangat indah. Namun, dia tidak mempunyai banyak cerita
di Bern. Dari Bern dia menuju Leng.
Leng berada di daerah dataran rendah yang
diapit oleh pegunungan yang sangat indah. Di Leng banyak berdiri pohon pinus.
Ternyata pohon pinus itu menjadi sumber pendapatan keuangan. “Semua rumah di
sana terbuat dari kayu pinus. Makanya, bisa memberi penghasilan,” ungkapnya.
Di Leng itu pula tempat pusat peternakan. Di
sana banyak terdapat peternakan sapi dan ada beberapa peternakan kambing.
Peternakan-peternakan itu sudah dikelola secara moderen. Setiap peternakan
mempunyai sebidang tanah yang cukup luas sebagai tempat tumbuhnya rumput.
Setiap 2 minggu sekali rumput itu akan dipotong dan dibiarkan mongering.
Setelah kering akan digulung dengan mesin dan setelah tergulung rapi, akan
dimasukkan dalam gudang penyimpanan. “Rumput-rumput yang telah disimpan dalam
gudang itu sebagai makanan ternak pada musim salju,” jelas Mahfud.
Dalam setiap lokasi peternakan itu pula telah
didirikan semacam pabrik yang mengelola hasil ternak. “Kalau akan diproduksi
sebagai keju ya, setelah susu diperah langsung diproses dalam pabrik dan kalau
telah jadi langsung dipasarkan. Jadi waktunya sangat efektif,” ungkap Mahfud.
Menurut Mahfud perbedaan Indonesia dengan
Swiss dalam mengelola peternakan adalah kalau di Swiss menyimpan makanan pada
musim panas sebagai bahan makanan di musim salju. Namun, kalau di Indonesia
seharusnya menyimpan makanan di musim hujan sebagai bahan makanan di musim
kemarau. “Sayang orang Indonesia tidak ada yang mengerti ini,” Mahfud
menyayangkan.
Setelah menikmati keindahan kawasan Leng,
Mahfud beserta rombongan bergegas kembali ke Indonesia.
Dari ketiga kota yang dikunjunginya, Mahfud
selalu mengamati masyarakat dan lingkungan dimana mereka hidup. Di sana
lingkungannya sangat bersih dan sangat minim tindak kekerasan. Orang-orangnya
sangat ramah. Meskipun dihuni oleh berbagai macam bangsa, mereka bisa hidup
berdampingan dan rukun.
Ketika ditanya kemungkinan terciptanya
pengelolaan pertanian, peternakan dan lingkungan sebagaimana di Swiss, Mahfud
menjawab bahwa itu mungkin terjadi. “Indonesia harus memiliki langkah-langkah
yang maju dalam bidang pertanian, peternakan dan kelautan. Hal itu bisa
tercapai apabila ada sinergi antara masyarakat dan pemerintah setempat. Kebijakan
pemerintah harus mendukung. Namun, kesadaran untuk bangkit dari warga sendiri
juga sangat penting,” ungkap Mahfud. (Wakhid)
0 komentar:
Posting Komentar