Gigih
Perjuangkan NU Sejak Era Orde Baru
“Ojo wani kiai, ojo wani NU. Ojo elek-elek
kiai, ojo elek-elek NU.” Pesan Kiai Murtadji tersebut menjadi pegangan hidup bagi
tokoh NU yang satu ini. Bahkan karena pesan itulah, dia menjadi setia berjuang
di NU sejak era orde baru hingga saat ini.
Minggu
siang sekitar pukul 11.45 WIB (13/09/2015), wartawan NUsa menuju salah satu
rumah tokoh senior NU di wilayah Rengel, tepatnya di Desa Campurrejo. Meskipun
jarak rumah cukup jauh dari pusat kota Tuban, tidak menjadi halangan baginya
untuk tetap berkiprah di NU Tuban. Jarak puluhan kilometer tak mampu mematikan
semangat juangnya. Di usia yang bisa dibilang sepuh, ia tetap setia berjuang
membesarkan Nahdlotul Ulama’.
Dialah
H. Achmad Rohmad, S.H atau yang lebih sering dipanggil Pak Rahmad. Ia lahir dua
tahun sebelum kemerdekaan, saat Jepang masih menguasai Indonesia, tepatnya pada
7 Juli 1943. Ia merupakan putra ke-7 dari 10 bersaudara. Rahmad kecil terlahir
dalam keluarga yang kental dengan budaya ke-NU-an. Orang tuanya adalah aktivis
NU yang aktif, bahkan sang ayah merupakan pengurus pertama NU ranting
Campurrejo sekitar tahun 1955.
Pada
tahun 1971, Rahmad muda menikahi perempuan asal desa Beji, kecamatan Jenu yang
bernama Siti Ma’rifah. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai 6 orang anak
yaitu: 1)M. Tajuddin As-Subhi, 2)M. Mukafi, 3)Siti Ulfatur Rohmah, 4)A.
Mufaizin, 5)Siti Farida Nur Ainiyah, 6)Ahmad Hisbullah Huda. Anak-anaknya sudah
banyak yang berkeluarga dan tidak tinggal serumah dengan Pak Rahmad dan istri.
Hanya anak terakhir yang tinggal serumah, namun si bungsu pun masih kuliah di
Gresik, sehingga tiap harinya Pak Rahmad hanya tinggal berdua dengan sang
istri.
Meski
sudah sepuh, Pak Rahmad aktif mengikuti pengajian dan pertemuan rutin NU, di antaranya
adalah kajian rutin sabtu pagi di Pendopo Manunggal Kridho Tuban, kajian Ahad
pagi “Lentera Hati” di masjid Al-Futuhiyah,
serta Lailatul ijtima’ rutin di tiap ranting di kecamatan Rengel. Ditanya
kesibukan, ia mengatakan bahwa ia sibuk sebagai petani dan peternak. “Kesibukanku
yo macul sama ngurusi sapi ini,
kotorannya dibuat kompos biar mengurangi pupuk dan juga pernah coba buat biogas
tetapi tetangga nggak mau pakai, takut bau kotoran sapi,” ungkap kakek dari 10
cucu ini sambil tertawa. Pak Rahmad
memang orang yang menyukai kerja. Selain menjadi wakil ketua PCNU Tuban, ia
juga menjadi wakil ketua MUI Rengel, ketua BAZ kecamatan Rengel, serta
mendirikan KBIH Jam’iyatul Hujjat NU sejak 1994. “Saya ini punya kerjaan
sampingan ngojek, ngantarkan ibuk ke kecamatan-kecamatan kalau ada acara
Muslimat,” ungkap suami dari ketua Muslimat Rengel itu. “Kemarin ada acara di
Bancar, di Parengan, saya antar sendiri,” tambahnya.
Haji
Rahmad merupakan orang yang mencintai pendidikan. Saat kelas 1-3 SD, Rahmad
kecil mengenyam pendidikan di SD Banjararum, sedangkan kelas 4-6 dilanjutkan di
SD Prambonwetan. Di sore hari sepulang sekolah, ia melanjutkan belajar agama
lebih dalam di Diniyah. Saat SMP, ia mondok di ponpes Matholi’ul Falah Kajen,
Jawa Tengah. Dan setelah lulus SMP melanjutkan di PGA Bojonegoro. Tak berhenti
di situ, ia juga pernah kuliah jurusan pendidikan di IKIP ISE Bojonegoro, sempat
mengambil D3 IAIN Sunan Ampel Surabaya, serta mengambil S1 Hukum di Universitas
Darul Ulum Jombang. Pada Oktober tahun 1965, Pak Rahmad diangkat menjadi PNS.
Ia menjadi guru agama di banyak sekolah dasar, seperti di MI Prambonwetan, SDN
Rengel, SDN 1 Ngerong, SDN Punggul, dan mengajar di MI nya sendiri, yaitu
yayasan Al-Islahiyah yang berdiri sejak 1963. Ia pensiun PNS pada tahun 2003.
Pengabdiannya
di NU sudah dilakukan sejak masa orde baru, sekitar tahun 1971, yang saat itu
NU belum berkembang seperti sekarang. Bahkan pemerintah saat itu tidak
mendukung gerakan NU. Karena cintanya pada NU, ia pernah dipecat dari jabatan ketua
KPPS. “Saat pertemuan pembinaan KPPS, saya dipanggil pembantu Bupati. Saya
masih ingat dengan orangnya. Lalu saya dipecat di hadapan orang banyak. Dia
bilang petugas KPPS harus selektif,” kisahnya. Saat ada monoloyalitas tunggal
pada satu partai yang berkuasa jaman itu, sebagai PNS otomatis Pak Rahmad juga
harus mengikuti, namun jiwanya tetap pada NU. “Saya abot di NU. Saat itu saya langsung
sowan ke Mbah Yai Murtadji. Dan pesan beliau masih saya pegang sampai
sekarang,” ungkapnya. “Ojo wani kiai, ojo wani NU. Ojo elek-elek kiai, ojo
elek-elek NU,” kata Pak Rahmad menirukan pesan Kiai Murtadji.
Kiprahnya
di NU berawal dari menjadi wakil ketua MWC NU kecamatan Rengel, lalu menjadi
pengganti ketua MWC yang diangkat menjadi ketua partai. Pada tahun 1998 hingga
2013, selama 15 tahun, Pak Rahmad menjabat sebagai Ketua MWC NU kecamatan
Rengel. Dan kini adalah periode kedua ia menjabat sebagai wakil ketua PC NU
kabupaten Tuban. Loyalitasnya pada NU sudah tidak diragukan lagi. Di usia 72
tahun ini, meski jarak Rengel-Tuban cukup jauh, Pak Rahmad aktif mengikuti
kegiatan-kegiatan di Tuban. “Pernah dulu saat hujan, ada rapat di Tuban malam
hari, ya saya berangkat pakai mantel ke Tuban sendirian,” kenangnya. Faktor
jarak dan usia tidak menjadi masalah baginya untuk tetap berjuang bersama NU
demi menunjukkan wajah Islam yang ramah, Islam rahmatan lil alamin.
Pengalamannya
yang paling diingat adalah saat pembangunan gedung PCNU Tuban. Beliau termasuk
kader yang aktif mencari dana ke banyak pihak untuk pembangunan gedung NU
tersebut. “Dulu kalau rapat itu malam hari setelah isya’, dan selesainya sampai
tengah malam. Pulang naik sepeda onthel, sampai rumah jam 2 hingga jam 3 pagi,
yo dilakoni. Rapat ya nggak ada makannya, paling kopi sama gorengan itu,”
kisahnya. “Guyub jaman dahulu daripada sekarang,” tambahnya.
Baginya,
kunci untuk tetap sehat dan semangat adalah dengan mengendalikan pikiran agar
tetap bahagia dan rajin berolah raga. “Kuncinya seneng. Jangan sampai susah. Kalau
ada masalah jangan dipikir terus. Kalau orang ngguyu, itu kan stress bisa
hilang,” ungkap bapak yang hobi baca koran itu. “Kalau dulu saya suka olah raga
sepak bola, voli, badminton. Saya pernah jadi juara badminton kecamatan. Tapi
sekarang ya sering gak kena kalau mukul kock. Ya ganti olah raganya sama macul,
jalan-jalan muter dari rumah ke sawah. Pagi hari itu mungkin ada sekitar 2 kilo
saya jalan kaki,” jelasnya sambil tertawa. Mendengarkan cerita Pak Rahmad sangat
menyenangkan, karena ia sering menyisipkan humor di sela ceritanya. (ria)
Rahmad:
Yang Muda Harus Belajar Aswaja
Prinsip
hidup Pak Rahmad adalah hidup ini untuk ibadah dan kerja. Ibadah untuk urusan
akhirat, kerja untuk kebutuhan, agar seimbang. Dan selalu menjaga kesehatan
agar tetap bisa bermanfaat untuk agama dan masyarakat. “Selama kita sehat, kita
bisa ikut berjuang ngurusi agama,” katanya.
Pesannya bagi warga NU, khususnya yang muda adalah agar memperbanyak
belajar tentang Aswaja. “Yang muda-muda itu harus benar-benar belajar Aswaja,
biar tahu bedanya NU dengan yang lainnya. Anshor, IPNU-IPPNU itu harus aktif
mengumpulkan remaja kalau libur sekolah, datangkan kiai untuk mengajari
Aswaja,” katanya.
“Sekarang
enak mau acara apa saja NU diijinkan, kalau dulu mau tahlilan saja harus ijin
dahulu, mau ngumpulin orang disuruh ijin. Bahkan dulu orang masang gambar NU di
rumah sendiri saja tidak berani. Lha beda jauh dengan sekarang, NU bisa
berkembang, pertemuan pakai seragam NU, bahkan kondangan pun seragamnya NU.
Apalagi sekarang orang-orang NU sudah banyak yang berani jadi pemimpin,”
pungkasnya. (Ria)