Sempat Diisukan Ijazahnya tak Laku
Penulis: Wakhid Qomari
|
EKSIS DAN BERPRESTASI: Gedung SD Islam (kiri) dan Bili Firdaus
Hanafi yang berhasil mendapat kejuaraan Ol-impiade Sains Tingkat Propinsi Jawa
Timur dan mewakili Jawa Timur mengikuti Olimpiade Sains Tingkat Nasional.
|
SD Islam
Makamagung, adalah SD Islam pertama di Tuban.Usianya lebih dari setengah abad.
Dinamika politik di Indonesia, sempat membuat sekolah ini dikeluarkan dari
Depag dan ijazah yang dikeluarkan hanya berasal dari Ma’arif. Kini, sekolah ini
tetap eksis di bawah naungan Dikbud.
Sekitar 1951,
belum banyak lembaga pendidikan formal umum untuk warga NU. Karena warga NU
adalah warga mayoritas di Tuban, maka pendirian lembaga pendidikan formal yang
mengajarkan materi umum dianggap sangat perlu. Ibu Nyai Fatkhurrohman Kafrawi
(istri dari salah satu menteri Agama Indonesia) muncul sebagai penggagas
berdirinya sekolah umum yang islami untuk warga NU. Dia bersama para tokoh yang
lain berusaha mendirikan SRI (Sekolah Rakyat Islam) di Kutorejo.
Saat awal
berdiri itu, SRI harus bergantian gedung sekolah dengan Nasiatul Banat, sekolah
dasar milik Muhammadiyah. Pagi hari gedung
sekolah dipakai SRI, sedangkan sore harinya Nasiatul Banat yang memakai gedung
sekolah itu. “Dulu semua rukun, Mas,” ungkap H. Abdul Mu’in, tokoh NU yang saat
ini menjabat kepala SDI Makamagung.
Pada 1960
Madrasah Islam NU (MINU) berdiri di masjid Agung (kini sebelah selatan masjid).
Karena para tokoh pendiri SRI adalah juga para tokoh NU, maka sekitar 1964 SRI
berfusi dengan MINU, yang kemudian berubah nama menjadi SD Islam. Waktu itu
kepala SRI adalah Sadiran, sedang kepala MINU adalah Kiai Toyib. Dan akhirnya
Sadiran terpilih untuk menjadi kepala SD Islam. Sejak saat itulah nama SD Islam
muncul sebagai SD Islam pertama di Kabupaten Tuban.
Mu’in yang kini
menjadi kepala sekolah merupakan alumni SD Islam. Dia menjadi pengajar di SD
Islam sekitar 1975, setelah tamat dari perguruan tinggi. Tahun 1977 dia
diangkat sebagai kepala SD Islam. Saat dia memimpin, dia merasakan dinamika
perjalanan SD Islam. Saat itu, SD Islam masih bernaung di Depag Kabupaten
Tuban. Kasi Pendaisnya adalah seorang yang berasal dari ormas lain yang tidak
berhaluan ahlussunnah waljama’ah
nahdliniyah. “Kondisi politik Indonesia saat itu beda dengan sekarang. Jadi
depag Tuban juga dikuasai orang ormas lain.”
Dengan kondisi
yang seperti itu, diduga karena adanya alasan politik, SD Islam dikeluarkan
dari depag sekitar 1978. Hal ini mengakibatkan satu tahun pelajaran lulusan SD
Islam tidak mendapatkan ijazah negeri. Mereka yang lulus hanya mendapat ijazah dari
Ma’arif. Namun anehnya, ijazah Ma’arif saat itu sudah bisa dipakai mendaftar di
sekolah setingkat SLTP.
Karena ada
sebagian masyarakat yang kurang menyukai SD Islam, maka saat itu berhembus isu
di masyarakat bahwa Ijazah SD Islam tidak laku. Isu itu mengakibatkan ketakutan
bagi wali murid yang menyekolahkan anaknya di SD Islam, sehingga banyak sekali
murid yang ke luar dari SD Islam. Dari murid yang asalanya150 anak berubah
tinggal 100 anak.
Kondisi itu
memaksa Mu’in untuk berpikir keras agar segera mendapatkan legalisasi pada
pihak yang berwenang. Depag sudah tidak mungkin dimintai perijinan lagi, maka
dia berusaha mengirim surat perijinan pada disdikbud kabupaten Tuban. Saat itu
yang menerima surat darinya adalah Supatmo. Setelah melalui proses perijinan,
akirnya 1979 SD Islam diterima di Disdikbud Kabupaten Tuban dan melaksanakan
ujian pertamanya, di bawah Disdikbud, bersama dengan SDN Kebonsari I.
Setelah
melaksanakan ujian bersama SDN Kebonsari I itulah, Mu’in mengumpulkan seluruh
wali murid dan guru dalam sebuah acara musyawarah dengan menghadirkan Kepala
Kandepdikbud Ahmad Kabul. Setelah pertemuan itu, masyarakat kembali percaya
kepada SD Islam bahwa isu yang berkembang di masyarakat tidak benar.
Pada 1981SD
Islam yang asalnya bertempat di Masjid Agung dipindah ke Makamagung (kini
kompleks ponpes As-Shomdiyah) karena ada rehab Masjid Agung Tuban. Saat itulah
SD Islam menetap di Makamagung sampai sekarang.
Tahun 1984
Mu’in diangkat sebagai pegawai negeri, sehingga dia tidak bisa maksimal
mengurusi SD Islam lagi. Akhirnya dia diganti dengan Hanif untuk memimpin SD Islam.
Tahun 1988 Abu
Amin menggantikan posisi Hanif sebagai kepala SD Islam. Abu Amin adalah seorang
pegawai negeri. Dia menjadi DPK yang ditugaskan memimpin di SD Islam itu.
Sekitar 1992 Mu’in kembali lagi menjadi kepala SD Islam. Saat itu dia juga
menjadi DPK yang ditugasi memimpin SD Islam. Sampai sekarang dia memimpin di SD
Islam. (wakhid)
Berbasis Kerakyatan, Pertahankan
SPP Murah
|
Abdul Muin |
“Sekolah swasta yang didirikan ulama’ berbasis
kerakyatan. Begitulah wacana yang dikeluarkan Kepala SD Islam, H. Abdul Mu’in, guna
tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat Tuban terhadap sekolah dasar yang
dipimpinnya itu.
Wacana itu dimunculkan karena Mu’in ingin
melawan wacana umum yang berkembang di masyarakat, yakni “sekolah swasta
biayanya mahal”.
Menurut Mu’in tidak mesti sekolah swasta itu
mahal dan tidak mesti pula sekolah murah itu tidak berkualitas. Dia menjelaskan
bahwa meskipun biaya SD Islam yang dipimpinnya sangat terjangkau masyarakat di
berbagai tingkatan, prestasi akademiknya tidak kalah dengan sekolah-sekolah
lain yang biayanya sangat mahal.
Hal ini dibuktikan dengan seabrek tropi yang
terjajar di ruang tamu kantor SD Islam. Namun, yang paling menonjol adalah pada
2008 SD Islam, saat sekolah ini mampu menjuarai lomba sempoa tingkat
internasional yang diselenggarakan di Malaysia. Pada 2009 SD Islam menjuarai
lomba sempoa tingkat nasional yang diselenggarakan di Bali.
Pada 2010 SD Islam mewakili kabupaten Tuban
untuk mengikuti Olimpiade Mipa di Surabaya. Dalam olimpiade itu, SD Islam mampu
menyabet juara III. Yang terakhir ini, pada 2012, SD Islam berhasil menjurai
Olimpiade Saint Sekolah Dasar tingkat Propinsi Jawa Timur, yang kemudian
membuatnya ditunjuk untuk mewakili Tuban mengikuti Olimpiade Saint Tingkat Nasional
di Jakarta. Meskipun yang terakhir ini tidak mampu menyabet gelar juara,
menjadi delegasi yang mewakili Jatim mengikuti olimpiade saint tingkat nasional
sudah membuatnya bangga.
“Hal ini membuktikan kita tidak kalah dengan
sekolah-sekolah yang mahal itu,” ungkap kepala sekolah sekaligus ketua tanfidliyah
PC NU Tuban ini.
Selain mendorong prestasi, SD Islam juga telah
menerapkan sistem sekolah berkarakter. “Jauh sebelum wacana sekolah berkarakter
yang dimunculkan kemendikbud, kami telah menerapkan sekolah berkarakter itu,”
ungkapnya.
Kegiatan rutin setiap hari siswa-siswi SD
Islam untuk menunjukkan dia sebagai sekolah berkarakter adalah bersalaman
antara siswa-siswi dengan guru sebelum masuk kelas, membaca asma’ul husnah, dan
menghafal beberapa bacaan-bacaan khusus, termasuk do’a-do’a.
Ditambah, siswa-siswi SD Islam telah
dibiasakan dengan multi bahasa (Indonesia, Mandarin dan Inggris) dan dunia IT.
“Ketiga bahasa itu telah diajarkan pada anak mulai kelas 1 sampai kelas 6.
Anak-anak juga sudah diajari tentang komputer,” ungkap Waka Kesiswaan SD Islam
Mahmudi Ilcham.
Karena terbiasa dengan lingkungan seperti
itulah, siswa-siswi SD Islam terbentuk menjadi anak-anak yang unggul dalam
bidang agama dan umum. Oleh karena itulah kepercayaan masyarakat masih sangat
tinggi pada SD Islam. “Kini jumlah murid keseluruhan 423. Siswa baru sebanyak
72 anak. Setiap kelas dibagi dalam 2 ruang,” ungkap Mahmudi Ilcham.
“Alumni-alumni SD Islam banyak yang masuk di
SMP maupun MTs negeri unggulan dan ada juga yang masuk di pondok pesantren
besar,” ungkap Mahmudi. Bahkan alumni SD Islam yang telah dewasa banyak yang
menjadi orang unggulan. “Abdul Mu’in menjadi staf Mensesneg, Ansori menjadi
marinir, dan Ahalla Sauro berhasil ikut pertukaran pelajar Indonesia-Australia
dan masih banyak lagi yang lain,” tandas Mu’in.
Ditanya mengenai kiat-kiat yang dilakukan guna
tetap menjaga kepercayaan masyarakat terhadap SD Islam, H. Abdul Mu’in menjelaskan
ada 5 hal, di antaranya: meningkatkan kualitas lulusan. Menurutnya, peningkatan
kualitas lulusan sangat urgen dilakukan pada waktu-waktu sekarang karena
persaingan antar lembaga sudah begitu ketat.
Untuk meningkatkan kualitas lulusan itulah dia
selalu mendorong dewan guru untuk selalu meningkatkan kreatifitas dan kualitas
belajar di kelas. Penambahan beberapa mata pelajaran khusus juga diberikan,
seperti bahasa asing dan bacaan-bacaan do’a serta asmaul husna. Selain itu, karena
wacana yang dikeluarkan adalah sekolah berbasis kerakyatan, maka biaya sekolah
di SD Islam juga sangat terjangkau bagi masyarakat.
Dengan penerapan kiat-kiat semacam ini, Mu’in
mengatakan bahwa sampai sekarang para alumni yang kini telah mempunyai anak
usia sekolah dasar banyak yang menyekolahkan anaknya di SD Islam Makamagung. (wakhid)