Rabu, 30 Juli 2014

Kasih Nestapa, Cerpen Asroeri


Kasih Nestapa
Oleh: Aghfiel Asroert
Cakrawala menampakkan wajahnya. Langit bercengkrama memaknai tetesan hujan dari tubuhnya. Berdesir air menghujat kehidupan di tanah gersang. Terlihat sepasang mata menatap gumpalan awan hitam, memaknai dirinya dalam kepilauan yang sangat. Sedangkan langit masih tetap saja mengguyur kegersangan yang tiada surut permukaanya. Matanya memandang begitu jauh menerawang hingga tak terbayang apa yang sebenarnya ada di benaknya. Kegelisahan memaknai deretan wajah dari pancaran dilema suraunya.  Nestapa namanya.
Di ruangan yang tak begitu besar dengan sebuah meja yang terlihat sedikit usang dengan tatanan buku di atasnya, Nestapa tetap bersandar menatap rintihan hujan yang menghilangkan keceriaan pagi. Gundah gulana hatinya begitu mengikat, memikul bebas asa yang begitu berat. Sementara di belakangnya, terlihat sesosok wanita setengah baya melangkahkan kakinya setapak demi setapak mendekati Nestapa.
“Nestapa?” katanya seraya memegang pundak kiri Nestapa. Sedangkan Nestapa hanya diam seribu bahasa dengan pandangan kosong.
“Nestapa.. dunia ini masih luas nak.. bunga mawar masih banyak yang bermekaran. Butiran bibit tak akan berhenti ketika manusia terpaku hanya karena cinta. Jika kau mau, ibu masih bisa mencarikan yang lebih baik dari Surya!” ungkap wanita setengah baya itu yang tak lain adalah ibu Nestapa.
Sedangkan Nestapa hanya tetap diam dalam kebisuanya. Bola matanya menatap kedinginan pagi bercampur rintihan air langit. Perlahan matanya mengeluarkan butiran mutiara yang begitu bening. Ibu Nestapa begitu memerhatikan kegundahan hati anaknya itu. Perlahan Ibu Nestapa sudah mencoba membongkar kegundahan yang penuh dengan asa dalam diri Nestapa. Dengan hembusan nafas kecil, Ibu Nestapa mencoba untuk bersabar.
“Nestapa.. !” suaranya tersentak oleh bibir kecil Nestapa.
“Sudahlah ibu. Biarlah Nestapa menatap jiwa Nestapa. Nestapa masih tak bisa percaya dengan semua ini. Nestapa sebelumnya tak pernah jatuh cinta. Baru sekali ini Nestapa membuka bunga hati Nestapa. Surya cinta pertama Nestapa ibu. Tapi kenapa, Surya menyayat-nyayat hati Nestapa ibu?” ratapan Nestapa disertai kucuran air kecil dari kelopak mata Nestapa.
“Nestapa anakku. Mungkin Surya pergi karena semuanya telah menjadi senja. Ayahnya, Ibunya, mereka telah tertimbun miliaran tanah Nestapa. Sekarang Surya harus membanting tulang demi adiknya”.
“Tapi haruskah dengan meninggalkan Nestapa bu..” desak Nespata.
“Ya,, mungkin itu yang terbaik Nestapa. Perlu kamu ketahui Nestapa, bahwa cinta sesungguhnya bukanlah dari manusia. Tapi nanti Nestapa akan mengerti dengan sendirinya!” tutur Ibu Nestapa memutar pikiran yang berkata-kata. Sedangkan Nestapa hanya mengangguk kecil disertai senyum kecil dari bibirnya bersama deraian air langit yang kian surut menghilangkan jejaknya.
***
          Mentari pagi begitu riuh dengan cicauan burung di angkasa. Bola warna matanya memikat setiap insan yang bangun dari samudra gelapnya. Terlihat burung-burung memberikan sayup merdu kicauanya. Berbeda dengan Nestapa yang dari hari ke hari hanya diam menatap kenangan indah bersama Surya. Sesekali kelopak matanya mengeluarkan seribu deraian kecil air mata.
Entah sampai kapan Nestapa seperti itu, menggeluti kesuramanya dalam mencari petak demi petak ladang diotaknya, mencari tahu apa sebenarnya maksud Surya.
          Tiba-tiba dalam lamunanya menatap seribu dilema yang tak kunjung usai, kelopak matanya menangkap satu buah kertas menempati kesantainya di atas tatanan kursi yang sedikit usang dengan tatanan buku diatasnya. Perlahan dalam diri Nestapa, Nestapa merasa ingin tahu apa sebenarnya isi dari kertas itu. Perlahan Nestapa mendekati tempat bersandarnya kertas itu. Kemudian dibukanya perlahan-lahan. Terlihat isinya seperti sepucuk surat. Nestapa kemudian membacanya.

Kasihku Nestapa...
Kutulis lukisan kata ini dengan sebilah pena
Hanya ingin memberimu sedikit cucuran kasih dariku
Jika Nestapa merasa memikul berat jawaban yang tak kunjung usai?
Cucurkan air dengan tuntunan agama yang Nestapa ketahui
Kemudian ambil sebuah kitab suci agama Nestapa
Buka dan bacalah
Maka segenap kegundahan akan sirna menjadi relung kegembiraan
Memaknai ayat perkata didalamnya
Kasihmu Surya....
         
          Perlahan Nestapa teringat akan kertas bertuliskan mantra itu. Surya memberikanya di saat sebelum pergi jauh meninggalkanya. Nestapa teringat akan semua kata-kata itu. Mungkin karena begitu dalamnya relung jiwa kasih Nestapa kepada Surya, hingga sekejap mata Nestapa melakukan apa yang tertera di surat itu. Setapak demi setapak kaki Nestapa berayun mendekati kamar mandi yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Kesuraman wajahnya sirna digantikan rayana embun pagi memecah kegundahan malam yang memikat. Diputarnya penutup jalanya air hingga tsunami datang dari palaron. Nestapa mengambil pancaran air yang keluar itu. Diusapkanya ke mukanya dengan beberapa doa tuntunan agama hingga sampai batas mata kaki dikerjakanya. Kemudian sebuah kecerahan warna membayanginya dalam kelopak matanya. Setapak demi setapak kakinya menghantarkanya pada kecerahan sebuah warna. Diambilnya kecerahan warna itu yang tak lain adalah kitab suci Nestapa. Al qur an namanya. Kemudian sekelumit kata terucap dari bibir Nestapa.
Entah ada kekuatan dari mana. Hati Nestapa terasa ringan, sayup kesejukan, dan kejernihan jiwa terasa di kalbu Nestapa. Hingga lama Nestapa menatap ma’na dari ayat suci itu, mengantarkanya pada kesucian cinta dalam dirinya.
***
          Senja menancap erat di pelupuk langit biru. Meghantarkan segalanya menjadi membisu.  Kicauan burung hilang seketika tergantikan suara mamalia yang bersenandung dalam olah katanya. Berbeda dengen Nestapa yang bersuka ria di kala senja. Wajahnya penuh dengan senyuman kecil, menghiasi pancaranya yang mempesona seperti tak memikul beban penderitaan sedikit pun.
          Malam itu Nestapa dari sangkarnya merenungi keburamanya. Langkah kakinya mendekati meja tempat mengisi relung perut yang kosong. Ibunya merasa terkaget melihat kelincahan Nestapa malam itu. Senyum di bibirnya menunjukkan kegembiraan yang luar biasa.
“Ada apa nak kok senyum-senyum?” tanya ibu Nestapa.
“Tidak ada apa-apa kok buk, cuman Nestapa gembira aja karena kegelisahan pikiran Nestapa telah terobati!”jawab Nestapa.
“Dengan apa Nestapa?”
“Dengan menemukan cinta yang sesungguhya yang pertama dalam hidup Nestapa, memberikan ketenangan palung jiwa Nestapa ibu!”.
“Siapa nak. Kenalkan dong sama ibu,” kata ibu Nestapa dengan senyum ria seperti rayana pagi.
“Bukan orang kok buk!”
“Lalu apa Nestapa?”.
“Ketika rayana pagi menghampiri kesendirianku, sepucuk kertas putih datang menghampiri. Kubaca dan kulakukan apa yang tertera di dalamnya,” jelas Nestapa mengulang sejarah cakrawalanya.
“Lalu apa isinya, ibu ingin tahu!”.
“Isinya; Kutulis lukisan kata ini dengan sebilah pena
Hanya ingin memberimu sedikit cucuran kasih dariku
Jika Nestapa merasa memikul berat jawaban yang tak kunjung usai?
Cucurkan air dengan tuntunan agama yang Nestapa ketahui
Kemudian ambil sebuah kitab suci agama Nestapa
Buka dan bacalah
Maka segenap kegundahan akan sirna menjadi relung kegembiraan
Memaknai ayat perkata di dalamnya. Kata-kata ini dari surya ibu”.
Ibu Nestapa hanya tersenyum kecil sembari berdiri dari tempatnya bersinggah memaknai kata syair yang keluar dari bibir kecil Nestapa. Kelopak matanya berkilau-kilau menatap lampu neon yang menerangi kegelapan malam Nestapa dan ibunya. Dan terucap kata indah dari wanita separuh baya itu.
“Alhamdulillah, kamu telah mendapatkan apa yang namanya cinta abadi yang terlindungi dari ancaman tuhan. Semoga hatimu sesuci alimat ayat penuh dengan kebersihan jiwa itu!”

“Amin…, “ ungkap Nestapa dan ibunya memaknai malam yang sayup akan kegembiraan yang menerjang gelapnya malam di rumah Nestapa. (*)

0 komentar:

Posting Komentar