Maraknya
Kafe dan Kedai Kopi di Tuban
Oleh: Kangaidi
Ayo ngopi, ngopi yuk…
siapa yang tidak pernah mendengar kalimat itu. dari anak-anak sampai aki-aki
pasti pernah mendengar kalimat itu meski hanya satu kali dalam seumur hidup.
Namun kebiasaan ini sudah ada sejak dulu dan kini semakin marak dengan berbagai
variasi kopi maupun warung kopi.
Kangaidi |
Nyangkruk dan ngopi ,menikmati
kopi atau bisa juga diartikan meminum kopi di warung. kini nampaknya telah
menjadi budaya baru di kalangan remaja. Tak hanya orang tua atau kaum lelaki
saja seperti dulu. Kini, kaum wanita pun ketularan nyangkruk dan ngopi di
warung.Entah apa penyebab awal munculnya budaya baru ini.
Nyangkruk dan ngopi
dirasa sebagian orang menyenangkan. karena selain ritual ngopi, orang-orang
penghuniwarung sering membahas hal-hal menarik untuk menjadi tema obrolan dan
menikmati gorengan. Seperti kata Luthfi (20) sorang remaja yang telah menjadi
pelanggan warung kopi di depan masjid Agung Tuban selama 3 tahun .
“kalau sudah di warung
kopi semuanya bisa dibahas mas, orangnya juga enjoy-enjoy. Sering ngajak
ngobrol asyik soal otomotif, mode HP, sepak bola, olahraga, berita di TV, politik,
agama, sosial, pacar, sampe orang lewat apalagi cewek cantik yang lewat di
depan kita. Terus kadang saya nggak ngopi itu nggak uenak mas, badan rasanya
pegel-pegel, kadang juga gorengan di warung itu yang buat saya kesini”ujarnya.
Sebagian orang lainnya
merasa jika ngopi dan nyangkruk adalah hal yang memalukan.
“Saya itu mas jarang
ngopi, ya sampeyan juga tahu sendiri tidak semua orang marung kopi itu sekedar
minum kopi ya ada yang punya tujuan yang lain. Saya juga malu nanti kalau
ketahuan anak saya. Bapak ngopi, saya berarti boleh nanti malah jadi kebiasaan
anak saya. Kadang mereka juga nggosip ngrasani tonggo mas, malah dadi doso.”
Ujar Waluyo (41) ,warga sekitar warung.
Maraknnya warung kopi
yang berada di kota Tuban,di setiap warung pasti menyediakan kopi baik kopi deplok,
kopi hitam, kopi susu atau kopi instan seperti Nescafe, cappuccino, kopi abc,
dan sebagainya. Dan biasanya selain menyediakan kopi, pemilik warung juga
menyediakan jaringan internet gratis (wifi), karaoke, nonton TV. tak hayal,
semakin hari penghuni warung semakin bertambah, selagi warung kopi itu
tempatnya nyaman dan ada fasilitas lain yang bisa dimanfaatkan pelanggannya.
Namun yang biasa menyediakan fasilitas wifi hanyalah kedai-kedai kopi atau
kafe-kafe tertentu tidak semuanya.
Sejarah awal mula keberadaan
berbagai kedai kopi di belahan bumi ini bisa di telusuri di berbagai Negara.
Sebuah kedai kopi di Makkah segera menjadi perhatian oleh para khalifah
(pemimpin) karena menjadi tempat pertemuan politik, para khalifah itu kemudian
melarangnya, begitu juga dengan kopinya yang ikut dilarang antara tahun 1512
dan 1524. Pada tahun 1530, kedai kopi yang pertama dibuka di Damaskus, dan
tidak berapa lama kemudian ada banyak kedai kopi di Kairo.
Cappucino terutama
populer dikalangan penikmat kopi Inggris. Dengan kepopuleran yang sama, di
Amerika Serikat kegilaan akan espresso menyebar. North Beach di San Francisco
menjadi saksi pembukaan Caffe Trieste pada tahun 1957, dimana dapat ditemui
penyair-penyair generasi masa lampau seperti Allan Ginsberg dan Bob Kaufman di
antara banyak imigran Italia. Cafe yang seperti itu juga dapat ditemui di
Greenwich Village dan tempat-tempat lain.
Sebuah "
kedai kopi atau " cafe "adalah suatu usaha yang terutama melayani
kopi siap atau minuman panas lainnya historis. kafe telah menjadi titik
pertemuan penting sosial di Eropa. Mereka-dan terus menjadi tempat-tempat orang
berkumpul untuk berbicara, menulis, membaca , menghibur satu sama lain, atau
menghabiskan waktu. Selama abad ke-16 kedai kopi yang dilarang di Mekah karena
mereka tertarik pertemuan politik.
Selain kopi,
kafe banyak juga melayani teh , ekstra jos, kukubima, jahe, jeruk, kacang kue
kering , dan minuman makanan ringan lainnya.
Beberapa menyediakan layanan lainnya, seperti kabel atau nirkabel akses
internet untuk pelanggan mereka.
Di kafe hingga
warung kopi, semua orang menjadi lupa dengan strata sosial masing-masing dan
melebur menjadi penikmat kopi. Semuanya akan menyatu sesuai dengan gerombolan
mereka. Rokok dan kopi yang selalu ada di depan mereka yang menemani mereka
hingga larut malam dengan berbagai obrolan. Selain itu, meski di warung kopi
atau di kafe tidak semuanya minum kopi ada yang minum jahe, jos susu, kukubima,
bahkan es teh, teh hangat atau marimas juga ada. Yang penting mereka bisa
berkumpul bersama saling bertemu dan mengakrabkan mereka.
“saya meski ke
warung kopi, tapi saya tidak minum kopi dan merokok. Intinya mas yang penting
solidaritas kami tetap terjaga sesame temana” ungkap Rudi (23).
“kalau saya mas,
bangun tidur harus minum kopi. Kalau tidak membuat sendiri ya ke warung kopi
mas. Tapi enak buatan orang lain mas” ujar Rohim.
Dalam wikepedia
disebutkan Menurut orang Amerika meminum kopi karena kehausan. Mungkin
persamaan kultur meminum kopi kita dengan orang Eropa ada keterkaitan dengan
sejarah. Orang Belanda yang menjajah Indonesia selama 350 tahun ternyata suka
sekali minum kopi. Asal tahu saja, Belanda menjadi negara Eropa pengimpor kopi
terbesar di saat awal demam ngopi. Sayangnya, Belanda dan negara Eropa lainnya
tersiksa dengan monopoli kopi pedagang Arab dan pencegahan penyelundupan bijih
kopi oleh negara-negara Arab. Namun, akhirnya Belanda memperoleh bijih kopi
selundupan dan membawanya ke negara-negara koloni di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia.
Kopi sejatinya
diawali sebagai minuman di beberapa negara muslim Arab dan Afrika Utara.
Tanaman ini diperkenalkan ke masyarakat Eropa melalui pedagang muslim yang
berkunjung ke Venesia, Italia. Dengan cepat, komoditas ini tersebar ke seluruh
Eropa. Lantas, muncul cerita pro kontra. Banyak pendeta di Italia yang melarang
pengikutnya minum kopi karena merasa kopi adalah 'komoditas politik' kaum
muslim sekaligus akan menggeser anggur yang dikenal lebih dulu oleh mereka. Di
kaum muslim sendiri, ulama konservatif di Mekah juga sempat melarang kopi
karena ada efek kafein dikandungnya. Walaupun begitu, lambat laun larangan itu
terkikis juga karena tidak berdaya oleh rasa ketagihan peminum kopi. Selain
itu, "Dalam segmen pengusaha yang sukses, Euromaxx juga mengupas seorang
ibu rumah tangga Jerman bernama Melitta Bentz yang menemukan ide penggunaan
filter kertas dalam menyajikan kopi di rumahnya," ujar Arief yang kini
menonton DW-TV Asia+ lewat Indovision. Ide brilian ini memungkinkan menikmati
kopi tanpa terganggu ampasnya dengan tidak mengurangi rasa maupun aroma.
Dengan demikian
ngopi sekarang menjadi budaya masyarakat dari remaja hingga aki-aki. Meski
mereka tidak semuanya minum kopi di warung kopi tetapi di rumah mereka juga
tetap minum kopi. Hanya satu tujuan mereka yang marung di warung kopi ingin
berkumpul dengan teman, membangun solidaritas, sebagai refreshing, dan bisa
mendapat wawasan. Di warung kopi tempat berkumpul segalanya. Dalam diskusipun
setiap komunitas, atau lembaga tertentu pasti selalu ada kopi. (Aidi)
0 komentar:
Posting Komentar