Fasilitas
Meningkat, Palayanan Masih Kurang
Fasilitas
kesehatan di Kabupaten Tuban pada 5 tahun terakhir mengalami perkembangan baik.
Sejumlah fasilitas pelayanan kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta
menyebar di berbagai pelosok di wilayah Kabupaten Tuban. Namun sayang, hal itu
belum dibarengi dengan kualitas pelayanan yang baik.
Kendati
fasilitas kesehatan di Tuban bermunculan, tapi banyak masyarakat Tuban yang
lebih memilih berobat ke rumah sakit di luar Kabupaten Tuban. Ini terjadi
karena selama ini sering terjadi persoalan di ruang lingkup kesehatan. Mulai
dari tingkat pelayanan tenaga medis, para medis, salah memberikan obat pada
pasien dan salah diagnosa.
Berdasarkan
data yang berhasil dihimpun di lapangan, setidaknya rumah sakit di luar
Kabupaten Tuban yang sering dikunjungi dan dijadikan tempat berobat oleh
masyarakat Tuban adalah Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya, Rumah Sakit di
Lamongan dan Bojonegoro. Ada juga yang ke Rembang. Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Tuban, dr. Syaiful Hadi, saat dikonfirmasi menuturkan, pihaknya
membenarkan bahwa fasilitas kesehatan yang berada di kabupaten masih minim bila
dibanding dengan miliknya kabupaten tetangga. Akan tetapi perlu diketahui dalam
kurun waktu 5 tahun terkhir ini Kabupaten Tuban telah mengalami peningkatan
secara drastis dalam bidang kesehatan.
Dari
data yang berhasil dihimpun Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban, setidaknya
pemerintah saat ini telah menghimbau kepada instansi terkait agar selalu
memegang prinsip 5 pilar yang harus dilakukan oleh dinas kesehatan. Di antaranya,
mencegah dan mengurangi angka kematian pada ibu hamil atau bersalin. Kedua,
mencegah kematian pada bayi. Ketiga, menangani
serius pada gizi buruk. Keempat, penanganan penyakit menular seperti
HIV, AIDS dan malaria. Kelima, kesehatan yang harus dilakukan adalah kesehatan
lingkungan atau perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) termasuk di antaranya
persediaan air bersih dan tidak berak di sembarang tempat.
“Dari
5 pilar itu, yang menjadi PR oleh kami adalah point yang keempat dan kelima. Sebab mulai tahun 2005 hingga 2013 yang lalu,
penyakit HIV atau AIDS di Kabupaten Tuban dari tahun ke tahun cenderung
meningkat. Sedangkan untuk kesadaran PHBS-nya untuk masyarakat Tuban masih
minim. Pada PR itulah ke depan akan terus digarap oleh pemerintah Kabupaten
Tuban,” kata pria lulusan UNAIR Surabaya ini.
Dijelaskan
Syaiful, dari 5 pilar tersebut yang berhasil diaplikasikan dan direalisasikan
adalah mengurangi angka kematian ibu hamil atau bersalin, mengurangi kematian
bayi dan menangani gizi buruk. Dari ketiga poin tersebut, menurutnya di
Kabupaten Tuban sudah teratasi dengan baik. Karena dari tahun ke tahun selalu
mengalami penurunan hingga rata-rata 2,2 persen dari tiap tahunnya. Semua 5
pilar program itu tidak terlepas dari program nasional yaitu dengan sehat dan
mandiri menuju Indonesia sehat. Dari program itulah, pihaknya selalu berupaya
meningkatkan kesehatan di Kabupaten Tuban.
“Meskipun
begitu, masih banyak lagi yang harus dikerjakan oleh pihak kami dalam
meningkatkan fasilitas kesehatan yang dimiliki rumah sakit di Tuban. Apalagi
saat ini era programnya Jaminan Kesehatan NAsional (JKN). Maka di era tersebut
kami akan terus berupaya mengimbanginya demi tersuksesnya program JKN itu. Dan
dalam mensukseskan program tersebut kami juga selalu berkerjasama dengan pihak
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS),” imbuh Syaiful.
Kehadiran BPJS
Hadirnya
BPJS ternyata belum dimengerti masyarakat dengan baik. Apalagi pada masyarakat
yang berada di daerah pedalaman. Hal itu terjadi karena diindikasi kurangnya
sosialisasi dari pihak terkait dalam membuat program jaminan kesehatan (JKN)
yang ditangani oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Di lapangan
masih banyak warga pemegang jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) maupun
Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang berobat langsung ke RSUD dr Koesma
tanpa membawa rujukan dari Puskesmas. Padahal, seharusnya sebelum berobat
ke RSUD, calon pasien seharusnya meminta rujukan lebih dulu ke Puskesmas
setempat.
Dari
pantauan di rumah Sakit Dr. Koesma Tuban, hingga pada bulan Pebruari masih
terdapat masyarakat yang antre di loket Askes maupun Jamkesmas di rumah sakit
milik pemerintah itu. Sehingga, petugas RSUD harus bekerja ekstra mengarahkan
para pasien tersebut. Bahkan, ada juga pasien yang harus kembali ke Puskesma
guna mendapat rujukan dari pusekesmas setempat.
Direktur
RSUD Dr. Koesma Tuban, Zainul Arifin saat dikonfirmasi menyampaikan, banyaknya
masyarakat yang belum tahu BPJS, karena BPJS kurang melakukan sosialisasi
kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui Puskesmas masing-masing.
Hingga pada akhirnya banyak masyarakat yang mau berobat di rumah sakit
kebingungan. “Memang masih banyak masyarakat yang belum paham dengan perubahan
PT Askes menjadi BPJS ini. Sosialisasinya kurang,” katanya.
Zainul
menjelaskan, setelah diterapkannya BPJS ini pasien harus membawa surat rujukan
dari puskesmas sebelum periksa ke RSUD. Dengan diterapkannya BPJS tidak semua
penyakit harus ditangani RSUD. ‘’Sehingga, dengan adanya BPJS tersebut,
penyakit yang ringan cukup ditangani Puskesmas, namun apabila setelah Puskesmas
tidak sanggup baru dirujuk ke RSUD,” tambahnya.
Namun
di sisi lain, PLH kantor operasional BPJS Kabupaten Tuban, Dwi Riani membantah
kalau pihaknya tidak berososialisasi. Sebab pihaknya mengaku dan mengklaim
sudah sering melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Bahkan, sosialisasi sudah
dilakuakan sejak wacana perubahan nama Askes menjadi BPJS setahun lalu.
“Kami
sudah lakukan sosialisasi semaksimal mungkin, tapi apabila ada yang masih belum
tahu satu dua orang itu hal yang wajar. Kami akan terus melakukan sosialisasi
hingga masyarakat mengerti dan tahu apa itu program JKN dan BPJS,” katanya.
Syaiful Hadi |
Sementara
itu, Kepela Dinas Kesehatan, dr. Syaiful Hadi saat ditanya hadirnya BPJS
pihaknya mengaku kalau pasien yang masuk dalam program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) belum bisa dilakukan secara maksimal di Kabupaten Tuban.
Pasalnya, di Tuban masih terkendala dengan sumber daya manusia (SDM) tenaga
kesehatan yang minim dan terbatas. Menurutnya, tenaga kesehatan di Kabupaten
Tuban saat ini masih kurang. Padahal, dalam aturan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) untuk masyarakat yang akan dirawat di Rumah Sakit (RS) harus
mendapatkan rujukan dari puskesmas setempat terlebih dahulu. Dan dalam
aturannya terdapat 140 penyakit yang bisa ditangani di puskesmas.
Dijelaskannya,
dari 140 penyakit tersebut ternyata di puskesmas masih terdapat beberapa
kendala, di ataranya, minimnya perlengkapan, fasilitas dan tenaga medisnya. Saat
ini tenaga medis di Kabupaten Tuban mulai dokter, perawat, bidan, dan pegawai
lainnya se Kabupaten Tuban berjumlah 716 orang. Tenaga medis tersebut bertempat
di empat RS dan 33 Puskesmas. Dari 33 puskesmas itu, 9 di antaranya sudah
melakukan rawat inap. Namun di sisi lain, masih terdapat puskesmas yang
belum ditempati oleh dokter, di antaranya
di Puskesmas Ponco dan Puskesmas Kenduruan. Padahal, menurtut aturan seharusnya
setiap Puskesmas minimal harus ada satu orang dokter rawat jalan dan dua dokter
rawat inap.
“Jelas
kita saat ini kekurangan dokter, khususnya yang berada di puskesmas. Selain
tenaga medis, sarana dan prasarana juga masih kurang. Baik sarana di rumah
sakit maupun di setiap puskesmas. Sehingga
minimnya tenaga medis dan fasilitas di Puskesmas tersebut, dapat dipastikan
penanganan pasien tidak bisa berjalan maksimal. Sehingga, penerapan program
BPJS juga tidak bisa maksimal,” kata pria yang akrab dipanggil Syaiful ini. (wandi)
Banyak Tenaga Medis tak Ramah
Meskipun
kesehatan di Kabupaten Tuban pada 5 tahun terakhir ini mengalami perkembangan
yang bagus, namun realita di lapangan masih banyak masyarakat yang mengeluh.
Keluhan tersebut di ataranya terkait pelayanan kesehatan yang kurang
professional, fasilitas lab yang kurang lengkap, persedian obat yang tidak
bermutu dan indikasi salah diagnosa pada pasien. Dari berbagai permasalahan
tersebut, ternyata masih membuat trauma masyarakat.
Seprti
halnya yang dikatakan oleh Hendy Listiyono, waga Desa Dahor, Kecamatan
Grabagan. Pihaknya mengeluhkan atas pelayanan yang tidak profesional telah
dilakukan oleh pihak rumah sakit berplat merah tersebut. Ia berani komentar
seperti itu, pasalnya saat temannya sedang dirawat ternyata tak mendapatkan
pelayanan yang sesuai standarnya. Banyak tenaga medisnya yang kurang ramah
terhadap pasien.
“Contoh
saja hal kecil masalah saat merawat sebuah pasien, seharusnya para medis
tersebut memberikan kesan yang ramah terhadap pasien. Bisa senyum, meyapa atau
yang lainnya yang terpenting pasien itu betah berada di rumah sakit. Langkah
itukan termasuk salah satu proses penyembuhan,” ungkap pria yang menjabat
sebagai staf PMI Kabupaten Tuban itu.
Syarofah |
Hal
senada disampaikan oleh Ketua PC Muslimat NU Tuban, Hj. Siti Sarofah Sumari. Pihaknya
minta agar pihak rumah sakit yang ada di Tuban berhati-hati dalam menangani
pasien terutama melayani pasien pada pemegang jamkesmas. Jangan sampai pasien
pemegang jamkesmas ini diterlantarkan.
“Perbedaan
pelayanan berdasarkan kelas antar-pasien yang bayar dengan yang menggunakan
jamkesmas itu wajar. Akan tetapi jangan sampai seorang petugas kesehatan tersebut
tidak profesioanl dalam melayani pasien. Seyoyanya tetap melayani secara
professional. Namun failitas tempatnya yang membedakan,” ungkap Sarofah.
Ditambahkannya,
ke depan rumah sakit yang berada di Tuban ini pelayanan dan kelengkapannya
terus ditingkatkan. Dengan segera harus diupayakan karena untuk kepentingan
masyarakat. “Menurut saya pelayanan rumah sakit yang ada di Tuban sudah
lumayan, namun fasilitasnya perlu peningkatan. Tidak hanya gedungnya yang besar
mas, tapi sarana untuk penunjang kesehatan juga harus dilengkapi,” imbuhnya. (wandi)
0 komentar:
Posting Komentar