Selasa, 29 April 2014

Perjalanan Panjang MI Salafiyah Mahbubiyah, Bandungrejo, Plumpang

Terpencil tak Halangi Kemajuan


     Dulu bermula dari IPNU-IPPNU, kemudian menjadi madrasah formal tradisional. Kini MI Salafiyah Mahbubiyah pelan-pelan berubah menjadi “modern”. Penerimaan Siswa baru kini bisa online.
Sebelum 1962, belum ada madrasah di Desa Bandungrejo, Plumpang. Kehidupan masyarakat desa masih belum tersentuh dengan pengajaran formal melalui madrasah. Saat itu, pembelajaran yang terjadi baru sebatas anak-anak usia IPNU-IPPNU yang mengaji kitab kepada Kiai setempat, KH. Rohmat. Dari ngaji kitab itu, akhirnya dibentuklah pengurus IPNU-IPPNU.
 “Ngaji itu seolah seperti madrasah, tapi berbentuk diniyah,” ungkap Moh. Djaeri, komite madrasah yang sekaligus pelaku sejarah beridirnya MI Slafiyah Mahbubiyah itu. Pelajaran yang diajarkan adalah dari kitab Sulam Safinah, Bidayah dan Taqrib.
Kegiatan mengaji itu sempat terhenti setahun, yakni pada 1965. Kemudian pada 1966, atas tekat bersama para kiai, tokoh masyarakat dan desa didirikanlah madrasah dengan gedung pertama berupa rumah bambu “bongkotan”. Dijelaskan Mbah Djaeri, letak madrasah itu dulu di sebelah Masjid Al-Khosmani (kini nama Masjid itu adalah Al-Muttaqin, Bandungrejo). Murid MI Salafiyah Mahbubiyah saat itu mencapai 90 anak dan gurunya berjumlah 5 orang: M. Djaeri, M. Sunoko, Rohman, Kaspu Kasan dan Kiai Miftah Asrori (pengajar ngaji pengganti KH. Rohmat).
Namun, madrasah yang masih seumur jagung itu harus berafiliasi dengan sekolah dasar pada 1970-1971. Hal itu disebabkan faktor politis. Pemerintah, dengan kekuasaannya, memaksa MI Salafiyah Mahbubiyah berubah nama menjadi Madrasah GUPPI (Gabungan Usaha Pendidikan Islam). Namun, madrasah hasil intervensi pemerintah saat itu hanya berjalan 3 bulan. “Saat itu, saya saja yang mengajar. Guru yang lain berhenti dan akhirnya siswa-siswinya habis. Tidak bersisa,” cerita Djaeri. Alhasil, MI Salafiyah Mahbubiyah dikembalikan lagi ke sebelah masjid, dengan pertimbangan kemaslahatan.
Pada 1984 madrasah mendapat hibah tanah desa (yang kini ditempati MI S. Mahbubiyah). Dengan tersedianya tanah itu, MI S. Mahbubiyah mendapat bantuan 3 gedung dari pemerintah pada 1985. Selesai dibangun, siswa-siswi madrasah akhirnya diboyong dari gedung bambu sebelah masjid menuju gedung baru hasil bantuan pemerintah. Saat itu, mata pelajaran yang diajarkan MI S. Mahbubiyah di antaranya: Tauhid, Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Ke-NU-an, Ilmu Shot, Nahwu-Shorof dan beberapa ilmu umum. “2/3 ilmu agama dan 1/3 ilmu umum,” ungkap pendiri yang kini menjadi Komite madrasah itu.
Setelah ada kurikulum dari Departemen Agama (Depag) Kabupaten Tuban, akhirnya mata pelajaran yang diajarkan di MI S. Mahbubiyah disesuaikan. Pada 2009 lalu, MI S. Mahbubiyah kembali mendapat bantuan rehab gedung (Block Grant) dari Kemenag Tuban.(wakhid)

Daftar dan Lulus Via Online
Kini MI Salafiyah Mahbubiyah telah hidup di zaman modernisasi-globalisasi, di mana dunia IT telah merebak ke seluruh penjuru dunia. Internet telah mampu menyambungkan hubungan-komunikasi masyarakat yang hidup di daerah manapun di dunia ini. Nah, meski letaknya terpencil, jauh ada di pedalaman, MI S. Mahbubiyah tidak mau ketinggalan dari madrasah-sekolah, yang berada di kota sekalipun, dalam menerapkan aplikasi yang muncul dari dunia IT.
Achmad Suyuthi, S.Pd
Kepala MI Salafiyah Mahbubiyah Bandugerejo Plumpang Tuban
Kepala Madrasah Achmad Suyuthi, S.Pd mengatakan bahwa MI-nya telah menerapkan pendaftaran siswa baru secara online. Tidak hanya itu, untuk mengetahui kelulusan siswa-siswinya pun bisa diakses melalui internet, akun websitenya. “Dalam pembelajaran, khusus kelas 6, kami sudah memakai proyektor-LCD. Absen guru telah memakai finger print dan lingkungan sekolah telah tersambung internet dengan Wi-fi,” jelas kepala madrasah alumnus Universitas Wisnuwardana ini.
Meski telah mengikuti kemajuan, MI S. Mahbubiyah tetap tidak meninggalkan pembelajaran-pendidikan karakter keagamaan. Mata pelajaran agama tetap diberi porsi lebih. Ditambah, pembiasaan siswa akan akhlak islamiyah setiap hari. “Datang awal, salam dan cium tangan guru. Ketika bel pertama (06.30) anak-anak membaca surat-surat pendek. Sebelum belajar, mereka menghafal Asmaul Husna. Dan praktek ibadah juga kami biasakan, seperti: Sholat Dhuha dan Dhuhur dan pada saat-saat tertentu kita tahlil, istighotsah, ziarah,” jelas kepala yang kini hampir menyelesaikan S2-nya di Unisla itu.
Untuk menunjang aspek religius itu, kegiatan ekstrapun digalakkan. Drum band, qosidah al-banjari, qiro’ah, teater, pramuka dan istighotsah telah menjadi kegiatan mingguan mereka.
Berbagai prestasi di tingkat kecamatan telah mampu diraih oleh siswa-siswi MI S. Mahbubiyah. Bahkan dalam ajang di tingkat propinsi pun siswa MI S. Mahbubiyah pernah menempati posisi yang cukup membanggakan. Siswanya pernah mencapai posisi 11 dalam Olimpiade MIPA-IPA tingkat propinsi pada 2011. Sedangkan pada 2012, siswanya mampu menempati posisi 9 dalam Olimpiade MIPA-MTK.

Kini MI S. Mahbubiyah Bandungrejo, Plumpang memiliki siswa-siswi sejumlah 145 anak dan guru yang mengajar, serta karyawan, sejumlah 11 orang. Bahkan di kompleks MI S. Mahbubiyah telah berdiri RA dan PG. “Siswa RA mencapai 60 anak, terbagi 2 kelas. Dan siswa PG 23 anak,” tandas Suyuthi. (wakhid)

0 komentar:

Posting Komentar