oleh: Muhammad Arifuddin, S.Pd.I//Ketua PC LBMNU Tuban
Assalamualaikum
warohmatullah Wabarokatuh
Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan hidayah yang diberikan Allah SWT sehingga
kita selalu dalam keadaan iman dan Islam.
Munculnya
gerakan Islam liberal yang dimotori oleh JIL atau dikenal dengan gerakan Islam radikal transnasional seperti HTI, ISIS maupun yang lainnya disadarai atau tidak merupakan ancaman bagi faham Aswaja yang
dikembangkan oleh NU.
Seperti yang disampaikan Al maghfurlah
KH. Yusuf Hasyim dalam wasiatnya menjelang beliau berpulang ke rahmatulloh
mengatakan, “kita harus dapat memotong laju gerakan ideologi kekerasan dari
Timur Tengah dan liberalisme Barat, karena kedua gerakan tersebut akan merusak NU dan NKRI. Masuknya ideologi
transnasional ke Indonesia dapat merusak tatanan NU dan Indonesia. Maka dari itu, pemerintah harus menggunakan Pancasila sebagai ideologi yang
mambatasi masuknya ideologi transnasional. Sedangkan NU harus terus memperkuat pemahaman
Aswajanya ke seluruh struktur dan kultur di bawah NU.’’
Apa
yang dikatakan oleh KH. Yusuf Hasyim di atas telah mengindikasikan betapa
bahayanya pengaruh ideologi transnasional radikalisme Timur Tengah dan
liberalisme barat terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Apalagi mereka menguasai medan dan peta kekuatan politik Indonesia. Sehingga
sasaran utama yang mereka bidik adalah NU. Karena NU adalah organisasi
Islam terbesar di Indonesia. Dengan asumsi apabila NU bisa dilumpuhkan maka
secara otomatis mereka akan mampu menguasai Islam di Indonesia sesuai dengan
ideologi mereka.
Muhammad Arifuddin, S.Pd.I
|
Gerakan
Islam radikal yang dipengaruhi oleh ideoloogi Salafi Wahabi mempunyai misi
besar di bidang syariah yakni menghanguskan tradisi-tradisi keagamaan NU yang dituduh sebagai ajaran bid’ah
yang menyimpang dari ajaran Rasululloh SAW. Gerakan tersebut menyudutkan NU seperti itu, karena tujuan akhirnya adalah ingin membersihkan NU dari keseluruhan
tradisi-tradisi peribadatan dan keagamaannya. Slogan yang selalu mereka
dengungkan adalah kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadits.
Sementara
di bidang siyasah ( politik ) gerakan Islam radikal transnasioanal ini mencoba
untuk mengembalikan sistem pemerintahan menjadi sistem Khilafah Islamiyyah
sebagaimana pada zaman Khulafaur Rosyidin. Dalam pandangan mereka sistem
pemerintahan negara tak terkecuali Indonesia adalah sistem pemerintahan yang
menyimpang dari syari’ah. Pemerintahan negara Indonesia selama ini dianggap pemerintahan yang thoghut yang wajib diingkari. Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa nasionalisme adalah bertentangan
dengan ajaran Islam.
Makanya kelompok ini terus berdakwah
mencari dan memperbanyak pendukung, dan yang menjadi sasaran mereka adalah
orang-orang yang masih awam terhadap ajaran Islam, utamanya para pelajar, mahasiswa
dan para intelektual yang tidak mempunyai basic ilmu keagamaan yang kuat. Bahkan, termasuk di antaranya generasi muda NU sendiri. Mereka
juga selalu menyuguhkan dalil-dalil dari Al qur’an dan Al hadits yang
diperkuat dengan retorika logis dan menarik. Tentunya dakwah mereka ini tidak
sia-sia belaka. Banyak di antara anak-anak muda yang masih awam dalam pemahaman
keagamaannya tergiur dan bergabung dengan kelompok-kelompok radikal ini.
Di samping
gerakan Islam radikal di atas, NU juga mendapatkan ancaman dari kelompok Islam
liberal. Gerakan
kelompok liberal ini selalu mendengungkan tentang kebebasan berfikir dan
berijtihad dalam memahami ajaran Islam. Mereka juga tidak segan-segan
telah berani menentang beberapa konsep fiqh yang telah menjadi konsensus para
mujtahid ( Ijma’). Bahkan berani mengatakan bahwa ada beberapa ajaran yang sudah
dinash dalam al Qur’an sudah tidak relevan lagi dengan konteks sekarang ini. Misalnya tentang hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina
mukhshon dan lain sebagainya.
Tentu saja pemikiran Islam liberal seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Aswaja NU.
Untuk
menyikapi kondisi tersebut,
marilah para pimpinan NU perlu
mengambil langkah yang strategis yakni dengan memperkuat pemahaman ahli sunnah
wal jama’ah an nahdliyyah (aswaja NU) ke setiap warga NU mulai dari pimpinannya
sampai dengan lapisan bawah.
Hal itu bisa dilakukan dengan cara
selalu menggelar dan mengadakan kajian-kajian Aswaja. Baik bidang fiqih seperti
memberikan penjelasan kepada warga NU yang masih awam tentang bid’ah yang
selama ini selalu dijadikan alat untuk mendiskreditkan NU oleh kelompok Salafi
Wahabi, serta penjelasan tentang dalil atau dasar amalan-amalan yang
selama ini ditradisikan oleh ulama NU seperti tahlil, istighotsah, manaqiban,
pembacaan al Barzanji. Hal itu
bisa diterapkan dengan melalui
pengajian di majlis Ta’lim dan
Lailatul Ijtima’ yang biasa dilaksanakan
di Ranting dan MWC. Selain
itu, kita juga perlu mengadakan
sarasehan, workshop dan halaqoh tentang Aswaja NU.
Maka dari itu, sebagai warga NU marilah menggugah kembali kesadaran pada diri kita untuk menanamkan
pendidikan Islam ala ahli sunnah wal jamaah kepada putra-putri kita. Perlu
diketahui, pendidikan Islam ahli sunnah
wal jamaah yang saya maksud di sini adalah pendidikan pondok pesantren. Sebab, diakui atau tidak rapuhnya keyakinan aswaja di kalangan warga NU
selama ini penyebab utamanya adalah tidak adanya lagi minat mereka untuk
belajar di pondok pesantren.
Lebih-lebih banyak dari warga NU bahkan
para pimpinan NU sendiri yang enggan mendidik putra-putrinya di pondok
pesantren. Akibatnya putra- putri mereka banyak yang tidak mengenal apa itu aswaja,
apa itu NU. Apalagi untuk mengerti dasar-dasar amalan NU, sangatlah jauh dari
mereka. Inilah sebenarnya yang sangat memprihatinkan di kalangan kita. Sebaiknya
jangan sampai tidak belajar di pondok
pesantren. Sebab, pesantren
adalah gerbong pertahanan aswaja NU
yang paling kuat. Maka
dari itu, marilah mempercayakan semua
putra-putri kita untuk belajar di pondok pesantren, sebab ini semua demi melestarikan
ajaran Masyayikh NU, ajaran Salafus Sholih yang merupakan At Thoriqoh An
Najiyat. Wallohu A’lam Bis Showab.
Wassalamualaikum
warohmatulla Wabarokatuh.
0 komentar:
Posting Komentar