Rabu, 29 Oktober 2014

Memperkuat Pemahaman Aswaja NU

oleh: Muhammad Arifuddin, S.Pd.I//Ketua PC LBMNU Tuban

Assalamualaikum warohmatullah Wabarokatuh

Alhamdulillah puji syukur atas rahmat dan hidayah yang diberikan Allah SWT sehingga kita selalu dalam keadaan iman dan Islam.
Munculnya gerakan Islam liberal yang dimotori oleh JIL atau dikenal dengan gerakan Islam radikal transnasional seperti HTI, ISIS maupun yang lainnya disadarai atau tidak merupakan ancaman bagi faham Aswaja yang dikembangkan oleh NU.
Seperti yang disampaikan Al maghfurlah KH. Yusuf Hasyim dalam wasiatnya menjelang beliau berpulang ke rahmatulloh mengatakan, “kita harus dapat memotong laju gerakan ideologi kekerasan dari Timur Tengah dan liberalisme Barat, karena kedua gerakan tersebut akan merusak NU dan NKRI. Masuknya ideologi transnasional ke Indonesia dapat merusak tatanan NU dan Indonesia. Maka dari itu, pemerintah harus menggunakan Pancasila sebagai ideologi yang mambatasi masuknya ideologi transnasional. Sedangkan NU harus terus memperkuat pemahaman Aswajanya ke seluruh struktur dan kultur di bawah NU.’’
Apa yang dikatakan oleh KH. Yusuf Hasyim di atas telah mengindikasikan betapa bahayanya pengaruh ideologi transnasional radikalisme Timur Tengah dan liberalisme barat terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Apalagi mereka menguasai medan dan peta kekuatan politik Indonesia. Sehingga sasaran utama yang mereka bidik adalah NU. Karena NU adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Dengan asumsi apabila NU bisa dilumpuhkan maka secara otomatis mereka akan mampu menguasai Islam di Indonesia sesuai dengan ideologi mereka.

Muhammad Arifuddin, S.Pd.I
Gerakan Islam radikal yang dipengaruhi oleh ideoloogi Salafi Wahabi mempunyai misi besar di bidang syariah yakni menghanguskan tradisi-tradisi keagamaan NU yang dituduh sebagai ajaran bid’ah yang menyimpang dari ajaran Rasululloh SAW. Gerakan tersebut menyudutkan NU seperti itu, karena tujuan akhirnya adalah ingin membersihkan NU dari keseluruhan tradisi-tradisi peribadatan dan keagamaannya. Slogan yang selalu mereka dengungkan adalah kembali kepada Al Qur’an dan Al Hadits.
Sementara di bidang siyasah ( politik ) gerakan Islam radikal transnasioanal ini mencoba untuk mengembalikan sistem pemerintahan menjadi sistem Khilafah Islamiyyah sebagaimana pada zaman Khulafaur Rosyidin. Dalam pandangan mereka sistem pemerintahan negara tak terkecuali Indonesia adalah sistem pemerintahan yang menyimpang dari syari’ah. Pemerintahan negara Indonesia selama ini dianggap pemerintahan yang thoghut yang wajib diingkari. Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa nasionalisme adalah bertentangan dengan ajaran Islam.
Makanya kelompok ini terus berdakwah mencari dan memperbanyak pendukung, dan yang menjadi sasaran mereka adalah orang-orang yang masih awam terhadap ajaran Islam, utamanya para pelajar, mahasiswa dan para intelektual yang tidak mempunyai basic ilmu keagamaan yang kuat. Bahkan, termasuk di antaranya generasi muda NU sendiri. Mereka juga selalu menyuguhkan dalil-dalil dari Al qur’an dan Al hadits yang diperkuat dengan retorika logis dan menarik. Tentunya dakwah mereka ini tidak sia-sia belaka. Banyak di antara anak-anak muda yang masih awam dalam pemahaman keagamaannya tergiur dan bergabung dengan kelompok-kelompok radikal ini.
Di samping gerakan Islam radikal di atas, NU juga mendapatkan ancaman dari kelompok Islam liberal. Gerakan kelompok liberal ini selalu mendengungkan tentang kebebasan berfikir dan berijtihad dalam memahami ajaran Islam. Mereka juga tidak segan-segan telah berani menentang beberapa konsep fiqh yang telah menjadi konsensus para mujtahid ( Ijma’). Bahkan berani mengatakan bahwa ada beberapa ajaran yang sudah dinash dalam al Qur’an sudah tidak relevan lagi dengan konteks sekarang ini. Misalnya tentang hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina mukhshon dan lain sebagainya. Tentu saja pemikiran Islam liberal seperti ini sangat bertentangan dengan ajaran Aswaja NU.
Untuk menyikapi kondisi tersebut, marilah para pimpinan NU perlu mengambil langkah yang strategis yakni dengan memperkuat pemahaman ahli sunnah wal jama’ah an nahdliyyah (aswaja NU) ke setiap warga NU mulai dari pimpinannya sampai dengan lapisan bawah. Hal itu bisa dilakukan dengan cara selalu menggelar dan mengadakan kajian-kajian Aswaja. Baik bidang fiqih seperti memberikan penjelasan kepada warga NU yang masih awam tentang bid’ah yang selama ini selalu dijadikan alat untuk mendiskreditkan NU oleh kelompok Salafi Wahabi, serta penjelasan tentang dalil atau dasar amalan-amalan yang selama ini ditradisikan oleh ulama NU seperti tahlil, istighotsah, manaqiban, pembacaan al Barzanji. Hal itu bisa diterapkan dengan melalui pengajian di majlis Ta’lim dan Lailatul Ijtima’ yang biasa dilaksanakan di Ranting dan MWC. Selain itu, kita juga perlu mengadakan sarasehan, workshop dan halaqoh tentang Aswaja NU.
Maka dari itu, sebagai warga NU marilah menggugah kembali kesadaran pada diri kita untuk menanamkan pendidikan Islam ala ahli sunnah wal jamaah kepada putra-putri kita. Perlu diketahui, pendidikan Islam ahli sunnah wal jamaah yang saya maksud di sini adalah pendidikan pondok pesantren. Sebab, diakui atau tidak rapuhnya keyakinan aswaja di kalangan warga NU selama ini penyebab utamanya adalah tidak adanya lagi minat mereka untuk belajar di pondok pesantren. Lebih-lebih banyak dari warga NU bahkan para pimpinan NU sendiri yang enggan mendidik putra-putrinya di pondok pesantren. Akibatnya putra- putri mereka banyak yang tidak mengenal apa itu aswaja, apa itu NU. Apalagi untuk mengerti dasar-dasar amalan NU, sangatlah jauh dari mereka. Inilah sebenarnya yang sangat memprihatinkan di kalangan kita. Sebaiknya jangan sampai tidak belajar di pondok pesantren. Sebab, pesantren adalah gerbong pertahanan aswaja NU yang paling kuat. Maka dari itu, marilah mempercayakan semua putra-putri kita untuk belajar di pondok pesantren, sebab ini semua demi melestarikan ajaran Masyayikh NU, ajaran Salafus Sholih yang merupakan At Thoriqoh An Najiyat. Wallohu A’lam Bis Showab.

Wassalamualaikum warohmatulla Wabarokatuh.


0 komentar:

Posting Komentar