Akhir
Juni
lalu,
Aswaja PWNU Center menyelenggarakan seminar internasional dengan menghadirkan
dua narasumber, Syeikh
Salim Alwan al-Husaini, sekjen
Darul Fatwa Australia dan Prof. Dr. H. Mohammad Baharun, ketua komisi MUI Pusat
dan rektor
Unas Bandung. Berikut laporan wartawan NUsa Syihabuddin
yang hadir dalam
seminar tersebut, dan berikut laporannya.
Ahlussunnah
wal jamaah sebagai firqoh memang berangkat dari gejolak yang ditimbulkan oleh
kerancuan gagasan tentang model-model keyakinan politik yang berimbas pada
doktrinasi akidah. Benturan antara syi’ah dengan khawarij, muktazilah dengan
jabariyah dan qadariyah, serta sekte-sekte ekstrim lainnya, termasuk musyabihah
dan qaramithah telah mengantarkan pada kondisi umat Islam penuh gejolak.
Sekte-sekte tersebut lahir karena adanya usaha untuk mencampuradukan
gagasan-gagasan agama lain ke dalam
agama Islam, misalnya gagasan-gagasan zoroaster, paganisme, helenisme,
israiliyat, dan nasrani nestorian. Gejolak-gejolak tersebut menjadikan ajaran Islam yang murni, yang
diwariskan dari para generasi sahabat,tabi’in, dan tabi’it tabi’in ke generasi
selanjutnya menjadi terancam orisinalitasnya.
Beruntung
seorang ulama mantan pengikuti madzhab muktazilah, Abu Hasan al-Asy’ari
menyadari akan kelemahan dan ancaman tersebut. Ia pun membangun konsep
doktrinasi Islam
yang murni langsung dari Rasulullah,
para sahabat dan ulama melalui kajian dari berbagai nash al-Qur’an dan sunnah.
Alih-alih menganggap doktrinasi al-Asy’ari baru, namun lebih pada meneruskan
tradisi berfikir secara orisinil terhadap syari’at dan aqidah Islam. Disebutlah
ahlussunnah wal jama’ah, golongan
yang berpegang teguh dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah, serta para
sahabat yang telah mengikutinya.
Mengutip
pernyataan Syeikh
Abu Ishaq as-Syirazi, Syeckh Salim mengatakan “al-Asya’ariyyah adalah ahlussunnah wal jama’ah itu sendiri dan
penegak syari’ah. Mereka bangkit untuk membantah para penyebar bid’ah seperti
sekte Qadariyah dan lain-lain. Maka siapapun yang mencela mereka, berarti telah
mencela ahlussunnah. Dan jika
diajukan perkara dia itu kepada pemimpin yang mengurus perkara umat Islam, maka wajib untuk
diberi pelajaran dengan hukuman yang membuat setiap oran jera.”
Selang
beberapa tahun setelah konsep al-Asy’ariyah diakui sebagai jalan terbaik
menyelamatkan aqidah Islam, muncul ulama di belahan wilayah Khurasan yang menguatkan
pendapat tersebut dan mengokohkan kebenaran doktrinasi al-Asy’ari, yakni, Abu Mansur al-Maturidzi.
Ia memberikan tambahan dan ulasan lebih panjang tentang kebenaran ahlussunnah dan memberikan petunjuk
tentang kesalahan para sekte lainnya.
“Jika
disebut ahlussunnah wal jama’ah maka
yang dimaksud adalah Asy’ariyah dan Maturidziyah,” jelas Syeikh Salim mengutip
pernyataan al-Hafidz Murtadla az-Zabidi yang ditertulis dalam syarah kitab Ihya’ulumuddin.
Kebenaran
doktrinasi kedua madzhab tersebut dibuktikan dengan adanya pengikut terbesar dalam
umat Islam. Mayoritas umat Islam
dunia telah mengakui dan mengikuti ajaran yang diajarkan oleh al-Asy’ari dan
al-Maturidzi. Hal tersebut didukung oleh hadits riwayat ibnu majah “Idza
ro’aitum ikhtilafan fa’alaikum bi
al-sawadu al-‘adzam—Kalau kalian melihat
adanya perselisihan, maka berpegang teguhlah pada ajaran mayoritas umat (Islam)”.
“Maka
jelaslah bahwa aqidah yang benar yang dianut oleh generasi ulama salafus shalihin adalah ajaran yang
dianut oleh Asy’ariyah dan Maturidziyah. Jumlah
mereka mencapai ratusan juta umat Islam,
mereka adalah kelompok mayoritas dalam umat ini,” lanjut Syeihk Salim.
Lebih
tegas dikatakannya, bahwa golongan ahlussunnah wal jama’ah adalah penganut
madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan pemuka madzhab
Hambali
yang lurus. Rasulullah telah mengabarkan bahwa mayoritas umatnya tidak akan
tersesat, maka sungguh beruntung orang-orang yang berpegang teguh dengan ajaran
ini.
Tantangan dari Wahabi
Walaupun menjadi aqidah mayoritas umat Islam di
dunia dengan pengikut ratusan juta orang
tidak membuat ahlussunnah wal jama’ah aman
dari tantangan dan perlawanan dari pemikiran yang ingin menyesatkan. Sejak
kemunculannya sebagai firqoh ahlussunnah
wal jama’ah sudah menuai tantangan yang keras dari golongan-golongan
ekstrim. Terutama dari kelompok-keompok
yang berafiliasi kepada imam Ahmad bin Hambal, yang menyesatkan pemikiran dan
apa yang diajarkan
oleh Imam
Hambali. Mereka menamakan dirinya sebagai ahlussunnah
wal jama’ah dan pengikut salafus
shalihin, mengaku-ngaku mengikuti jalan mereka dan menggunakan cara-cara
ekstrim dalam menyampaikan ajarannya. “Akan tetapi mayoritas umat pengikut
madzhab Hanafi,
Maliki,
Syafi’i,
dan Hambali
yang lurus tidak menyetujui mereka dan bahkan menentangnya,” jelas Syeikh Salim.
Di
era sekarang,
golongan ekstrim penganut imam Hambali tidak lain adalah kelompok wahabiyah
yang sekarang mendapatkan dukungan penuh dari negara Arab Saudi. Mereka dengan
segala cara menyebarkan doktrin-doktrin ekstrim wahabi, melalui penyebaran
kitab-kitab, buletin, beasiswa, dan pembangunan Universitas yang beraliran
wahabi. Di Indonesia ada LIPIA yang mengkader agen-agen Wahabi secara intensif
untuk menghanguskan faham ahlussunnah wal
jama’ah di Indonesia.
“Kami
harapkan kepada warga nahdliyin
untuk waspada terhadap kitab-kitab yang tersebar di beberapa toko buku, tawaran
beasiswa ke LIPIA, dan iming-iming hadiah untuk menjadi agen-agen wahabi,” pesan Kiai Hasan
Mutawakil, ketua PWNU Jatim dalam sambutannya.
Untuk
memudahkan tujuannya mereka menggunakan berbagai cara. “Mereka menyebarkan fitnah,
mengkafirkan dan membunuh dengan sesuka hatinya, dan membuat tindakan yang
meresahkan dan menjengkelkan umat Islam,”
tambah
Syeikh Salim. Dan yang paling kentara kelompok wahabi mengamalkan sikap Ghuluw, yakni sikap berlebihan dalam
beragama. Imbasnya mereka dengan sesuka hati menggunakan cara kekerasan dengan
alasan “demi tegaknya ajaran islam” yang tentu saja menurut versi mereka
sendiri, bukan mayoritas umat islam.
Tantangan dari Syi’ah Modern
Kendati
tantangan dari sekte wahabi
membahayakan penganut faham ahlussunnah
wal jama’ah,
namun ada tantangan lagi yang lebih berbahaya dan cukup mengkhawatirkan
keberlangsungan Islam
moderat di Indonesia, yaitu syi’ah. Mereka tidak kurang canggihnya dengan
wahabi dalam memerangi doktrin Islam ahlussunnah
wal jama’ah di Indonesia. Lebih-lebih ketika kran reformasi tahun 1998
telah dibuka dan isu HAM semakin dikuatkan.
Jika
pada masa orde baru faham keagamaan ahlussunnah
wal jama’ah
mendapatkan perlindungan dari negara, dan demi ketertiban beragama negara
menggerakkan Kopkamtib dan Laksusda (di daerah) menghentikan gerak laju
aliran-aliran sesat yang berusaha masuk. Namun sekarang berbeda, semua aliran sesat
berkembang biak dengan cepat, mulai dari nabi
palsu
hingga masuknya syi’ah secara bebas ke Indonesia. ‘’Ini sangat berbahaya bagi
keberlangsungan Islam Indoensia.” tegas
Prof. Dr. H. Mohammad Baharun,
ketua komisi MUI Pusat dan rektor
Unas Bandung..
Dikatakanya,
kendati bermusuhan,
Wahabi sedikit memiliki kesamaan dengan ahlussunnah
wal jama’ah. Mereka memiliki aqidah yang sama, syahadat yang sama, cara shalat yang sama, adzan yang
sama, nabi yang sama, dan rukun Islam dan rukun Imam yang sama. Namun berbeda
dengan Syi’ah, mereka memiliki syahadat yang berbeda, adzan yang berbeda, cara
shalat
yang berbeda, dan doktrin tauhid
yang berbeda. Dengan demikian, kesimpulan Baharun, Syi’ah jauh lebih berbahaya dan
harus diwaspadai melebihi kewaspadaan terhadap wahabi.
Kaderisasi
Syi’ah terhadap anak-anak Indonesia cukup sistematis, mereka menawarkan
beasiswa ke Qum, Iran. Lulus kuliah mereka akan mendanai untuk membentuk sebuah
yayasan dan membangun lembaga pendidikan. Setelah itu proses pemantapan dan
pembinaan diteruskan di YAPI Bangil Pasuruan. Jaringan tersebut menjadi semacam
bom waktu yang sewaktu-waktu akan meledak dan menghancurkan keyakinan Islam ahlussunnah wal jama’ah.
Kader-kader
syi’ah selalu mencela faham ahlussunnah
wal jama’ah di beberapa
tempat, mencela istri-istri Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, para sahabat, dan
madzhab empat. Kasus Sampang, Bondowoso, Pekalongan, dan NTB mungkin menjadi
contoh betapa berbahayanya mereka terhadap ketentraman umat Islam. “Sebelum
membesar kasus penyebaran syi’ah ini perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Tidak hanya mengancam moderatisme ahlussunnah
wal jama’ah namun juga keamanan masyarakat secara umum,” tambah ketua
komisi MUI pusat ini.
Di
belahan dunia lainnya Syi’ah sudah banyak menimbulkan masalah sendiri. Karena
itu di Malaysia tidak mengizinkan praktik syi’ah dilaksanakan, di Brunei Syi’ah
jelas-jelas diharamkan, di Irak dan Pakistan konflik sunni-syi’ah terus
berlangsung, di Bahrain syi’ah melakukan pemberontakan, di Suriah penganut
sunni dibantai oleh pemerintah, dan di Yordan, Maroko dan Aljazair syi’ah
menuai larangan. Begitu juga di Yaman,
ponpes sunni di Bom oleh Syi’ah.
Indonesia
yang merupakan basis terbesar penganut ajaran ahlussunnah wal jama’ah menghadapi dua ancaman dari kepentingan dua
kutub kekuatan global yang berkembang saat ini. Jika pada masa perang dunia II
faham yang turut andil dalam benturan peradaban adalah faham sekulerisme, yaitu
Kapitalis-liberalis vis a vis komunis-sosialis.
Tapi kedua isu tersebut saat ini kurang menarik menjadi isu-isu kontemporer, maka dimunculkanlah
isu-isu wahabisme dan syi’ah sebagai pengganti propaganda untuk memulai
benturan peradaban, meminjam istilah Samuel
Hutington.
Wahabisme
yang dimotori oleh Arab Saudi mendapatkan dukungan penuh dari negara-negara
kapitalis, Amerika Serikat,
Inggris, Perancis, Spanyol, Italia, dan Australia. Sedangkan Syi’ah yang
dimotori oleh Iran mendapatkan dukungan penuh dari Rusia, Tiongkok, dan Korea
utara. Masing-masing dari Arab Saudi dan Iran mengembangkan doktrinasinya di
negara-negara Timur
Tengah,
keduanya saling berebut kekuatan politik untuk mengokohkan dominasi
kekuatannya. Tidak hanya di Timur
Tengah,
tapi juga di semua negara mayoritas penduduk Islam, termasuk di Indonesia.
Sebagai
penganut Islam ahlussunnah wal jama’ah yang berada diposisi tengah dalam beragama
dan bernegara bangsa Indonesia mendapatkan dua serangan sekaligus dari wahabi
dan syi’ah. Mungkin Amerika Serikat menyadari kalau serangan kapitalis
neoliberalis belum cukup untuk meruntuhkan Islam moderat bangsa Indonesia, maka
dijadikanlah serangan terhadap aqidah keyakinan tersebut sebagai subyek.
Disinilah
peran ahlussunnah wal jama’ah harus
tetap gagah mempertahankan ajaranya dan menghentikan terjadinya perang dunia
III, antara kepentingan wahabisme
Arab Saudi-Amerika Serikat dengan syi’ah
Iran-Rusia-Tiongkok. (*)
0 komentar:
Posting Komentar