Kamis, 22 Mei 2014

JEDA TABLOID NUsa EDISI 02 - Islam dan Islami



‘’Orang Barat itu lebih islami daripada orang Islam,’’ kata seorang intelektual muda muslim dalam suatu kesempatan.
Bagi sebagian umat Islam pernyataan tersebut mungkin dianggap biasa dan tidak mengagetkan. Namun bagi sebagian yang lain, pernyataan tersebut bisa jadi terasa sebagai penghinaan terhadap umat Islam dan pembelaan terhadap orang-orang Barat yang dalam perspektif Islam sebagai kaum kafir. Sehingga si inteletual tadi pun dianggap sebagai agen Barat dan harus dimusuhi.
Islam adalah nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi  Muhammad SAW. Kehadiran agama ini memberikan sejumlah ajaran yang harus ditaati dan dijalankan oleh umatnya (kaum muslimin). Bila kata Islam ditambah huruf ‘’i’’ (islami), berubah menjadi kata sifat yang mengandung makna sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan demikian, bila orang  Barat dikatakan lebih islami, maka si intelektual tadi mungkin ingin mengatakan bahwa kehidupan, tindakan dan perilaku atau bisa disebut budaya mereka (orang Barat) banyak yang selaras atau sesuai dengan ajaran Islam. Mereka bukan muslim, tapi perilakunya sejalan dengan ajaran Islam.
Benarkah demikian? Mari kita tengok fakta di lapangan. Selama ini orang Barat dikenal memiliki budaya disiplin tinggi. Dampak dari budaya itu, mereka terbiasa menepati janji, tepat waktu bila mengadakan acara, tidak suka membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak berguna, suka kerja keras, menjunjung tinggi sportifitas  (kejujuran), peduli pada lingkungan dan lain sebagainya.
Mereka yang sedang berkuasa, juga tidak korup. Negara-negara mereka dikenal sebagai negara yang tingkat korupsinya rendah. Negara mereka juga dikenal bersih. Mereka mencitai dan menjaga kebersihan dengan baik. Fasilitas-fasilitas umum di negara mereka bisa memberikan kenyamanan bagi warganya.
Dari budaya seperti itu, kini mereka mengalami kemajuan luar biasa, jauh meninggalkan kaum muslimin di beberapa negara Islam, baik di bidang ekonomi, teknologi atau peradaban. Apa yang mereka lakukan, sejalan dengan hukum alam (sunatullah) yang mensyaratkan bahwa kesuksesan dan kemajuan memang harus digapai dengan kerja keras, disiplin yang tinggi, tidak membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak produktif dan lain sebagainya.
Kalau kita menengok ajaran Islam, tentu semua itu sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW. Sebagai pembawa risalah Islamiyah, nabi mengajarkan semua itu. Nabi mengajarkan agar umatnya disipilin, tidak suka ingkar janji (mereka yang suka ingkar janji dikatagorikan sebagai orang munafik), jujur (suka berbohong juga digolongkan orang munafik), ketika mendapat amanah tidak berkhianat (berkhianat juga dikatagorikan orang munafik), memiliki etos kerja yang tinggi (bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya dan beramal untuk akherat seakan mati besok pagi), dan dianjurkan agar mencintai ilmu (menuntut ilmu walau ke negeri China dan dari ayunan hingga ke liang lahat).
Rasulullah juga mengajarkan agar umatnya tidak terlibat korupsi (mereka yang berperan sebagai penyogok dan yang menerima sogok bakal menghuni neraka). Menjaga kebersihan juga sangat ditekankan oleh nabi, sehingga kebersihan dikatakan sebagian dari iman. Begitu pun soal menjaga kelestarian lingkungan juga sangat ditekankan dalam Islam. Mereka yang menanam pohon, maka dia akan mendapatkan pahala dari manfaat yang bisa diberikan oleh pohon tersebut terhadap makluk lain seperti burung. 
Apakah semua ajaran Islam tersebut telah menjadi kebiasaan atau budaya umat Islam? Banyak fakta menunjukkan bahwa perilaku kita sering tidak sesusi dengan ajaran luhur tersebut. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memberikan gambaran yang sungguh ironis. Kemalasan, kebohongan, ketidakdisiplinan, ketidakjujuran, pengkhiatan terhadap amanah, korupsi begitu merajalela di negeri ini. Kini, pejabat korupsi seakan bukan aib lagi. Mereka yang masuk penjara karena kasus korupsi, masih bisa menebar senyum di hadapan kamera wartawan. Urat malu sudah tercerabut dari sebagian dari kita. Bukankah seharusnya malu bagian dari iman?
Kerusakan lingkungan juga begitu merajalela. Hutan-hutan ditebangi, gunung-gunung dihancurkan dan air-air dicemari. Kebersihan negara ini juga masih sangat jauh dari memadai.  
Mereka yang melakukan hal-hal yang tidak islami tadi, banyak yang menyandang gelar haji. Umrah ke tanah suci menjadi ‘’rekrasi rutin’’ yang selalu dilakoni. Kalimat alhamdulillah, astaqfirullah, subhanallah juga sering terucap dari mulutnya. Mereka juga memiliki keluarga yang kesehariannya berbusana islami (anak istri berjilbab). Mereka juga tidak terlalu asing dengan kegiatan-kegiatan islami, seperti zikir dan pengajian.
Jika demikian, mana yang lebih islami?
Tentu tidak semua orang Barat berbudaya baik. Banyak juga yang ndablek dan senantiasa menebarkan kerusakan. Mereka adalah perancang dan pelaku kapitalisme yang terbukti telah menciptakan ketidakadilan sosial. Namun, barangkali jumlah mereka yang berperilaku baik lebih banyak daripada yang buruk, sehingga mereka memperoleh kemajuan hidup yang luar biasa. Begitu juga dengan umat Islam, di antara keburaman tadi, tentu masih ada umat Islam yang berperilaku baik. Namun, barang kali jumlah yang baik ini masih terlalu sedikit bila dibanding dengan mereka yang berperilaku buruk. Sehingga ketidakmajuan, kesemerawutan masih banyak menimpa umat Islam.
Jadi, siapa yang lebih islami? Entahlah….Wallahu a’lambissawab. (*)   
Akhmad Zaini, Pemimpin Redaksi Tabloid NUsa

0 komentar:

Posting Komentar