‘’Orang Barat itu lebih islami
daripada orang Islam,’’ kata seorang intelektual muda muslim dalam suatu
kesempatan.
Bagi sebagian umat Islam pernyataan
tersebut mungkin dianggap biasa dan tidak mengagetkan. Namun bagi sebagian yang
lain, pernyataan tersebut bisa jadi terasa sebagai penghinaan terhadap umat
Islam dan pembelaan terhadap orang-orang Barat yang dalam perspektif Islam sebagai
kaum kafir. Sehingga si inteletual tadi pun dianggap sebagai agen Barat dan
harus dimusuhi.
Islam adalah nama sebuah agama yang
dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Kehadiran
agama ini memberikan sejumlah ajaran yang harus ditaati dan dijalankan oleh
umatnya (kaum muslimin). Bila kata Islam ditambah huruf ‘’i’’ (islami), berubah
menjadi kata sifat yang mengandung makna sesuai dengan ajaran Islam.
Dengan demikian, bila orang Barat dikatakan lebih islami, maka si
intelektual tadi mungkin ingin mengatakan bahwa kehidupan, tindakan dan
perilaku atau bisa disebut budaya mereka (orang Barat) banyak yang selaras atau
sesuai dengan ajaran Islam. Mereka bukan muslim, tapi perilakunya sejalan
dengan ajaran Islam.
Benarkah demikian? Mari kita tengok
fakta di lapangan. Selama ini orang Barat dikenal memiliki budaya disiplin
tinggi. Dampak dari budaya itu, mereka terbiasa menepati janji, tepat waktu
bila mengadakan acara, tidak suka membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak
berguna, suka kerja keras, menjunjung tinggi sportifitas (kejujuran), peduli pada lingkungan dan lain
sebagainya.
Mereka yang sedang berkuasa, juga
tidak korup. Negara-negara mereka dikenal sebagai negara yang tingkat
korupsinya rendah. Negara mereka juga dikenal bersih. Mereka mencitai dan
menjaga kebersihan dengan baik. Fasilitas-fasilitas umum di negara mereka bisa
memberikan kenyamanan bagi warganya.
Dari budaya seperti itu, kini
mereka mengalami kemajuan luar biasa, jauh meninggalkan kaum muslimin di
beberapa negara Islam, baik di bidang ekonomi, teknologi atau peradaban. Apa
yang mereka lakukan, sejalan dengan hukum alam (sunatullah) yang mensyaratkan bahwa kesuksesan dan kemajuan memang
harus digapai dengan kerja keras, disiplin yang tinggi, tidak membuang-buang
waktu untuk hal-hal yang tidak produktif dan lain sebagainya.
Kalau kita menengok ajaran Islam,
tentu semua itu sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW. Sebagai pembawa risalah
Islamiyah, nabi mengajarkan semua itu. Nabi mengajarkan agar umatnya disipilin,
tidak suka ingkar janji (mereka yang suka ingkar janji dikatagorikan sebagai
orang munafik), jujur (suka berbohong juga digolongkan orang munafik), ketika
mendapat amanah tidak berkhianat (berkhianat juga dikatagorikan orang munafik),
memiliki etos kerja yang tinggi (bekerja untuk dunia seperti akan hidup
selamanya dan beramal untuk akherat seakan mati besok pagi), dan dianjurkan
agar mencintai ilmu (menuntut ilmu walau ke negeri China dan dari ayunan hingga
ke liang lahat).
Rasulullah juga mengajarkan agar
umatnya tidak terlibat korupsi (mereka yang berperan sebagai penyogok dan yang
menerima sogok bakal menghuni neraka). Menjaga kebersihan juga sangat
ditekankan oleh nabi, sehingga kebersihan dikatakan sebagian dari iman. Begitu
pun soal menjaga kelestarian lingkungan juga sangat ditekankan dalam Islam.
Mereka yang menanam pohon, maka dia akan mendapatkan pahala dari manfaat yang
bisa diberikan oleh pohon tersebut terhadap makluk lain seperti burung.
Apakah semua ajaran Islam tersebut
telah menjadi kebiasaan atau budaya umat Islam? Banyak fakta menunjukkan bahwa
perilaku kita sering tidak sesusi dengan ajaran luhur tersebut. Indonesia
sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia memberikan gambaran
yang sungguh ironis. Kemalasan, kebohongan, ketidakdisiplinan, ketidakjujuran,
pengkhiatan terhadap amanah, korupsi begitu merajalela di negeri ini. Kini,
pejabat korupsi seakan bukan aib lagi. Mereka yang masuk penjara karena kasus
korupsi, masih bisa menebar senyum di hadapan kamera wartawan. Urat malu sudah
tercerabut dari sebagian dari kita. Bukankah seharusnya malu bagian dari iman?
Kerusakan lingkungan juga begitu
merajalela. Hutan-hutan ditebangi, gunung-gunung dihancurkan dan air-air dicemari.
Kebersihan negara ini juga masih sangat jauh dari memadai.
Mereka yang melakukan hal-hal yang
tidak islami tadi, banyak yang menyandang gelar haji. Umrah ke tanah suci
menjadi ‘’rekrasi rutin’’ yang selalu dilakoni. Kalimat alhamdulillah, astaqfirullah, subhanallah juga sering terucap dari
mulutnya. Mereka juga memiliki keluarga yang kesehariannya berbusana islami
(anak istri berjilbab). Mereka juga tidak terlalu asing dengan
kegiatan-kegiatan islami, seperti zikir dan pengajian.
Jika demikian, mana yang lebih
islami?
Tentu tidak semua orang Barat berbudaya
baik. Banyak juga yang ndablek dan
senantiasa menebarkan kerusakan. Mereka adalah perancang dan pelaku kapitalisme
yang terbukti telah menciptakan ketidakadilan sosial. Namun, barangkali jumlah
mereka yang berperilaku baik lebih banyak daripada yang buruk, sehingga mereka
memperoleh kemajuan hidup yang luar biasa. Begitu juga dengan umat Islam, di
antara keburaman tadi, tentu masih ada umat Islam yang berperilaku baik. Namun,
barang kali jumlah yang baik ini masih terlalu sedikit bila dibanding dengan
mereka yang berperilaku buruk. Sehingga ketidakmajuan, kesemerawutan masih
banyak menimpa umat Islam.
Jadi, siapa yang lebih islami? Entahlah….Wallahu
a’lambissawab. (*)
Akhmad Zaini, Pemimpin Redaksi Tabloid NUsa
0 komentar:
Posting Komentar