PUNCAK GUNUNG: Kompleks Makam Syech Shodiqu Desa Ngrejeng Kecamatan Grabagan Kabupaten Tuban |
Bila
nama Sunan Hasaan
Asy’ari atau Sunan Bejagung yang baru saja diperingati (dihauli)
kewafatannya sudah sedemikian akrab di telinga masyarakat, tidak demikian
dengan santrinya Syekh Shodiqu. Padahal, Syekh Shodiqu atau Mbah Shodiqu adalah murid Sunan Bejagung
yang berjuang menyebarkan Islam di Tuban bersama sang guru.
Makam Syekh Shodiqu berada di puncak
gunung tertinggi, tepatnya di Desa Ngrejeng, Kecamatan
Grabagan. ‘’Beliau diberi wasiat oleh
gurunya (Sunan Bejagung, Red) untuk berjuang di dearah paling
tinggi di Tuban ini,” kata Patkan, warga yang tinggal di dekat makam Syekh Shodiqu. Makam Mbah Shodiqu berdampingan dengan
murid-murid beliau yang berasal dari Tuban, yaitu Mbah
Kimul dan Mbah Kimpul. Sedikit agak jauh (di luar cungkup), ada makam Nyai Sekar Arum.
Syekh Shodiqu merupakan ulama pendatang dari Hadrotul Maut. Tidak
ada sumber valid tentang
kapan Syekh Shodiqu datang
di Tuban dan kapan beliau wafat. Informasi tentang dua hal tersebut
masih menjadi misteri
sampai sekarang.
Semula,
masyarakat tak begitu menghiraukan
peran dakwah dan perjuangan Mbah
Shodiqu dan murid-muridnya. Masyarakat
setempat tak begitu menyakini adanya wali di desanya. ‘’Dulu tempat ini hanya berupa gerumbulan pohon kayak hutan, tak terawat,’’ kata Patkan. Baru kurang lebih 6 tahun lalu, makam itu dibuka oleh K.H.
Sholihan, pengasuh Pondok Al-Khoirot (dikenal
dengan Kirut), Rengel. Setelah dibuka, makam Mbah Shodiqu
sekarang menjadi tempat yang bersih, asri dengan pemandangan alam yang menyejukkan.
Diceritakan warga, sebelum pembukaan makam
dilakukan, ada kejadian ghaib yang dialami KH Sholihan. Diceritakan, ketika
Kiai Sholihan duduk dan santai di kursi ruang tamu rumahnya, secara tiba-tiba datang 4 orang (3
laki-laki dan 1 perempuan) sowan. Kepada Kiai Sholihah, mereka mengajukan
permintaan agar Kiai Sholihah membuka dan mengurusi makam yang berada di Desa Ngrejeng.
Setelah 4 orang itu pamitan, Kiai sholihan menyadari kalau yang hadir di
rumahnya adalah arwah Syekh Shodiqu dan murid-muridnya (Mbah Kimul, Mbah Kimpul
dan Nyai Sekar Arum).
Sebelum
diurus, makam Mbah Shodiqu banyak digunakan sebagai praktek kemusyirikan dan
hal-hal lain yang dilarang agama. Kini praktek tersebut sudah terkikis. Di
malam hari, keadaannya terang benderang, setiap malam Jum’at Pahing dilakukan
acara rutinan, yakni pembacaan Rotibbul Hadad dan Tahlil oleh kiai setempat secara bergiliran.
Masyarakat
pun sekarang merasa bersyukur atas limpahan nikmat Allah. Sebab setelah makam
itu dibuka, berkah pun melimpah. Hasil panen petani tegalan mulai meningkat. Warga
merasa tenang dan lebih bisa didekatkan dengan Allah. (edy/haliemah)
0 komentar:
Posting Komentar